#1

898 24 0
                                    

Sang Fajar sudah menyapa. Sinarnya menembus lapisan kaca jendela seakan berkata,"hei,bangunlah. Kita mulai hari ini dengan semangat baru". Tidak,itu tidak berlaku bagi Eva.

"Ah,gue harap ini mimpi" gumamnya

TRIIINGGG...TRIIINGGG

Alarm diatas nakasnya seakan menjerit. Sudah sekian kali selepas tadi sholat subuh. Kali ini,Eva menyerah. Dia mengambil posisi duduk dikasurnya dengan mata yang belum bulat sempurna. Sungguh,sangat tidak bersemangat. Dia memandang sekitar,melihat setiap sudut kamar. Bukan,ini bukan kamarnya yang dirumah. Kamar ini tidak terlalu luas,tetapi cukup menampung dua manusia. Dilengkapi beberapa fasilitas seperti pendingin ruangan,kulkas,kamar mandi,TV, dua buah lemari,dan dua buah kasur. Lengkap,bukan?

Dia melangkahkan kaki dengan begitu berat ke arah kamar mandi. Memulai ritual paginya.

"Halo" ucapnya ketus menjawab telpon tepat setelah keluar dari kamar mandi

"Ya ampun,Va. Santai aja sih. Ketus amat" protes lawan bicaranya

"Hari pertama kerja kan? Semangat,Va. Jangan badmood aja pagi pagi" lanjutnya lagi.

"Ga. Lagian lo sih Feb,ada ada aja. Kasih gue kerjaan jangan disini juga kali. Jeburin gue ke got namanya" umpat Eva.

"Astaga Va. Masih aja. Va,gini deh,cari kerjaan susah. Di TV atau koran? Butuh waktu buat lo keterima,Va. Secara,lo ini udah mateng banget buat kerja. Toh,sesuai cita cita lo juga kan,wartawan" jelas Febi,teman SMA Eva

"Itu juga bokap gue yang saranin lo masuk kesana karena dapet kabar dari relasinya. Bokap gue tau kemampuan lo,dia percaya kalo lo bisa diandelin disana. Ĺagipula,Va. Masa lalu lo gausah diinget terus,lah. Move on. Kebencian lo ga boleh nutupin bakat lo. Itu udah jadi masa lalu,gausah deh lo terus terusan dendam sama masa lalu lo itu. It's time to make peace,Va" lanjutnya. Ucapan Febi membiat Eva mendengus kesal. Dia langsung mematikan saluran telponnya secara sepihak.

Ucapan Febi tentu membuat Eva memutar lagi memori kelam di hidupnya. Awal kebenciannya pada suatu hal yang justru banyak dicintai orang diseluruh penjuru negeri. Cinta yang kemudian mati dan tumbuh kembali menjadi benci. Sesuatu yang membuat Eva masih belum bisa berdamai. Ah,sulit dijelaskan.

"Va. Lo dimana?" suara seorang perempuan dari benda pipih yang tadi berbunyi

"Dikamar,Mba. Lagi siap siap" sahutnya

"Oh,oke. Nanti kalo udah siap,lo langsung ke lapangan aja ya Va. Motret anak WS dan MS. Tiga yang lain biar gue."

"Oh,oke Mba. Gue siap siap dulu ya" tutup Eva kemudian merapikan alat tempurnya. Ini adalah hari pertama Eva berkutat ditempat yang terdapat hal yang dia benci. Mungkin jika tanpa itu, Eva akan bersemangat menjalani harinya.

"Pagi Mba Eva" sambut seorang atlet putri muda saat Eva sibuk memotret ditepi lapangan. Ingin segera menyelesaikan tugasnya kemudian kembali ke kamar.

"Eh,iya. Pagi" sahut Eva mengulas senyum seakan menyembunyikan kebenciannya. Pagi ini,semua orang bersemangat menjalani harinya. Berkutat dengan benda berbulu putih,net,dan raket. Berlari kesana kemari untuk memukul bulu angsa tak berguna itu. Tapi tidak dengan Eva. Bisa kalian lihat,dia duduk ditepi lapangan ditemani kameranya. Bukan,bukan hanya kamera. Tetapi rasa kesal dan amarah yang terpendam juga menemaninya.

Eva masuk ke ruang media setelah kegiatan memotretnya selesai. Dia kemudian melakukan tugas selanjutnya. Membuat berita. Ini hal mudah bagi Eva,mengingat ia mengambil jurusan Ilmu Komunikasi dengan fokus jurnalistik semasa kuliah. Sudah terbiasa membuat teks macam ini. Tapi yang membuat sulit dan berat adalah lagi dan lagi,bencinya.

W.U.N.D.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang