"Semalam, kau dengar suara aneh?"
Sesuai janji kami, pagi itu setelah sarapan dan membantu Bibi Kwon mencuci pakaian secara tradisional (sebenarnya Bibi Kwon melarang tapi aku penasaran bagaimana mencuci tanpa mesin seperti yang biasa dilakukan Mama) di sungaiㅡbukan sungai besar kemarin tetapi sungai yang sedikit lebih kecil dan tidak terlihat berbahaya, kami mampir ke toko kelontong Bibi Lee. Membeli beberapa snack dan menikmatinya sambil duduk di bangku kayu panjang di depan toko.
Yujin memiringkan kepala, menatapku dengan kening berkerut. "Tidak. Memangnya suara apa?"
"Hm..." aku mengambil waktu untuk mengunyah snack panjang berperisa ayam sebelum menjawab, "seperti suara senandung. Dan itu berasal dari dalam hutan."
"Astaga!" tawa Yujin yang meledak membuatku mengernyit bingung. Berpikir apakah Yujin salah makan snackㅡtapi kami makan snack yang sama. Dia tampak menggelengkan kepala dengan raut geli. "Mungkin Kak Yena hanya salah dengar. Tidak ada apa-apa di hutan itu selain hewan buas, Kak."
"Bagaimana kau bisa begitu yakin kalau tidak ada apa-apa di sana selain hewan buas? Memangnya kau pernah ke sana?" dengan cepat aku menyanggah. Bukannya tidak percaya, hanya saja suara senandung itu benar-benar jelas. Juga cahaya putih yang berkedip-kedip. "Aku juga melihat cahaya putih berkedip-kedip. Bagaimana kalau itu sebenarnya orang tersesat dan meminta bantuan?"
Yujin tampak menghela napas, menjilat jari-jarinya yang belepotan bumbu sebelum menatapku. "Ayah semalam bilang begitu. Kak Yena dengar sendiri, kan?"
Iya, sih. Aku termenung menunduk, menatap tanah di bawah sandalku. Paman Kwon bilang kalau di sana hanya ada hewan buasㅡtapi memang menilik bagaimana penampilannya, sudah pasti hutan itu menjadi sarang hewan-hewan buas. "Tapi bagaimana dengan cahaya yang kulihat?"
"Bisa jadi itu cuma kunang-kunang, Kak." ujar Yujin santai sembari membuka bungkus snacknya yang kedua. Aku mengerucutkan bibir, menggaruk pipi yang mendadak gatal dengan ujung jari. Di Seoul memang tidak ada kunang-kunangㅡtapi aku yakin cahaya yang kulihat lebih besar dari cahaya di bokong kunang-kunang.
Namun melihat Yujin yang tidak tertarik, aku terdiam. Mungkin aku bisa menanyakannya pada Youngjae atau Kak Eunbi. Siapa tahu mereka mereka punya penjelasan yang lebih memuaskan.
"Hah? Suara?" sekembalinya dari toko Bibi Lee, aku segera mendekati Youngjae yang bersandar pada dinding ruang kerja Paman Kwon sambil bermain game. Sesekali menggerutu karena sinyal lemah.
Aku mengangguk pelan. "Iya. Suara senandung. Juga cahaya putih berkedip-kedip. Kauㅡ"
"Argh! Sial! Kalah lagi!" seruan kesal Youngjae memotong kalimatku. Aku mendengus pelan, memutuskan untuk menungguㅡtapi hingga hampir dua menit berlalu Youngjae hanya fokus pada ponselnya membuatku kembali mendengus, kali ini lebih keras.
Sepertinya dengusanku menarik perhatian Youngjae karena sejurus kemudian, dia menurunkan ponsel dari wajah dan menatapku. "Kau bilang apa tadi?"
"Suara, Choi Youngjae!" aku mulai kehilangan kesabaran, berseru di depan wajahnya dengan jengkel. "Kau semalam dengar suara, tidak? Seperti suara senandung? Juga cahaya putih yang berkedip-kedip?"
"Tidak, tuh." tanpa rasa bersalah, Youngjae menjawab. Mengangkat kembali ponsel ke depan wajah.
"Semalam aku mendengarnya. Dari arah Hutan Terlarang itu." kalimatku sekarang sepertinya benar-benar menarik perhatiannya karena Youngjae sekali lagi menurunkan ponsel dari wajah. Matanya membulat dan mulutnya yang besar terbuka lebarㅡmembuatku segera menampar mulutnya yang terlihat menjijikkan. Ketika Youngjae menutup mulut dan kukira akan memarahi perihal sopan-santun, dia malah memekik ngeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Forest (JB x Yena)
Fantasy[COMPLETE] "Mitos mengatakan bahwa siapapun yang masuk ke dalam hutan itu tidak akan pernah kembali; entah itu dimakan hewan buas, atau malah dimakan oleh makhluk lain yang tinggal di dalam sana." ... Choi Yena hanya siswi biasa, yang terpaksa melew...