VIII

341 47 4
                                    

Yang pertama kali kurasakan ketika membuka mata adalah perutku yang bergolakㅡmaka tanpa ragu aku mencondongkan tubuh untuk memuntahkan sarapanku tadi pagi ke atas rerumputan yang berkilau. Oh. Aku mengerjap, menyandarkan kembali tubuhku dan mengusap bibir penuh penyesalan. Aku menodai rumput yang indah.

"Anda baik-baik saja, Nona?" itu adalah suara si manusia beruang. Dan ketika sepenuhnya tersadar, aku mengedarkan pandangan. Mendapati semua makhluk mengerubungiku seperti semut mengerubungi gula. Bahkan ada Hyewonㅡoh, ada Yugyeom dan Bambam juga.

"Anda baik-baik saja?" kini Hyewon yang bertanya, menyodorkan sebuah daun yang dilipat seperti mangkok ke depan bibirku. Aku melirik sebentar, menatap air jernih di dalam daun itu sebelum menyeruput. Membiarkan rasa segar memenuhi tenggorokan dan perutku terasa lebih baik.

"Aku baik-baik saja. Terima kasih." gumamku setelah menyeka bibir. Mengedarkan pandangan sekali lagi dan melempar cengiran yang membuat helaan napas terdengar di mana-mana.

"Syukurlah. Kami kira kami baru saja kehilangan harapan." ujar Yugyeom yang segera diangguki Bambam.

"Kalau Anda pergi, kami semua sudah pasti akan mati dibantai olehㅡ"

"Biarkan dia beristirahat." suara tegas Jaebum menghentikan kalimat Bambam. Lantas tanpa menunggu lagi, para penghuni hutan segera membungkuk hormat sebelum berbalik pergi. Meninggalkan aku yang duduk bersandar pada batang pohon besar dengan Jaebum yang berdiri menjulang di sebelahku.

Kami terdiam selama beberapa saat, membiarkan gemericik air yang lembut serta suara-suara dari kegiatan hutan memenuhi kami. Aku menggigit bibir, memikirkan kembali reka ulang kejadian itu (yang terasa seperti mimpi)ㅡsemuanya jelas bahkan sangat detail, tapi entah kenapa masih terasa tidak yakin. Maksudkuㅡlihatlah aku! Aku cuma siswi SMA biasa, yang nakal karena tidak mendengarkan larangan untuk menjauhi hutan dan juga lemah karena muntah setelah mendapatkan mimpi itu. Aku juga sama sekali tidak merasa punya kekuatan sihir atau semacamnya meski Jaebum bilang aku sudah menyelamatkannya. Mereka tidak salah saat menyebutku sebagai Sang Terpilih, kan?

"Apa yang kau lihat?" suara Jaebum menyentakkanku dari pikiranku sendiri. Aku meliriknya yang perlahan beringsut mendekat meski terlihat enggan mengambil tempat untuk duduk di sampingku.

Aku berdehem pelan, mengerutkan kening. Lantas berujar hati-hati, "Aku melihat... Yuri. Membantai seisi istana dan menghancurkan pemukiman penduduk. Kemudian dia disegel di Gua Hitam."

Jaebum bersidekap, mengangguk pelan. Matanya yang keemasan menatapku lekat. "Apa lagi?"

"Katanya aku adalah Sang Terpilih. Satu-satunya garis keturunan Penyihir Choi yang lahir saat bulan purnama." keningku sekali lagi berkerut. Dan saat melempar pandang pada Jaebum, dia tampak mengamatiku dengan raut serius. Aku menggigit bibir pelan, "Apakah ini semua benar? Maksudku, apakah aku benar-benar Sang Terpilih? Aku tidak merasa begitu."

"Kau tidak memercayai perkataan leluhurmu sendiri?" alis Jaebum terangkat dan dia tidak terlihat suka atas kalimatku. Maka dengan cepat aku menggeleng sembari mengibaskan tangan.

"Bukan begitu. Maksudkuㅡ" mengerutkan hidung mencoba mencari kata yang pas, aku menggaruk kepala, "lihat aku! Aku tidak terlihat seperti seseorang yang mempunyai kekuatan terpendam, kan? Aku cuma gadis biasa!"

"Kau memang lamban, terlihat lemah dan menyebalkan." Jaebum sekali lagi mengangguk menyetujui kalimatkuㅡdan aku tidak tahu apakah aku harus marah atau bagaimana karena sejujurnya kalimatnya agak membuatku tersinggung. Kemudian dia melanjutkan, "Tapi kau memang memiliki kekuatan itu. Kau menyelamatkanku." Jaebum mengusap lengannya sendiri ketika berkata begitu. "Dan kau bisa menarik belati perak dari altarㅡyang bahkan, tidak bisa kulakukan."

Forbidden Forest (JB x Yena)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang