Tepat setelah latihan kami berakhir hari itu, Yugyeom dan Bambam datangㅡtidak ada raut konyol di wajah mereka. Terlihat begitu serius. Bahkan, bertiga dengan Jaebum, mereka tampak berbisik-bisik. Sebenarnya aku ingin ikut campur tetapi melihat bagaimana Jaebum melempar tatapan tidak menyenangkan, maka aku hanya bisa mengamati sembari memakai jaket pelan-pelan. Menajamkan telinga siapa tahu bisa mencuri dengar. Namun mereka berbicara dengan sangat hati-hati, lantas Jaebum bertransfigurasi dan terbang menjauh sementara Yugyeom serta Bambam menghilang dalam satu kedipan mata.
Mendengus pelan, aku menyandang tas dan melangkah meninggalkan area latihan. Kalimat Jaebum siang tadi agak mengganggu; siapapun itu, pastilah seseorang yang mengenal hutan ini. Apa maksudnya yang melakukan penyerangan adalah salah satu dari penghuni hutan? Atau bagaimana? Tetapi tidak ada yang terlihat mencurigakan, kan?
Dengan semua pemikiran itu, aku berat hati meninggalkan hutan. Hari ini harus melangkah melintasi Hutan Terlarang sendirian karena semua terlihat sibuk; Tuan Yi-en tampak bertengger pada salah satu dahan pohon dan hanya melempar senyum sopan saat aku lewat, Wang Ka-yee serta Hyewon juga berdiri penuh siaga di sekitar hutan dan hanya melambaikan tangan padaku. Jinyoung tidak terlihatㅡJaebum menyuruhnya naik tadi pagi, entah apa maksudnya. Mungkin menemui para Dewa.
Masih ada waktu enam hari, tetapi rasanya semua sudah menegangkan. Aku jadi berpikir; apakah kami punya pasukan? Well, melihat bagaimana para pengikut Yuri sudah bersiap-siap menyambut hari bebasnya sang Tuan Putri, kami juga harus menyiapkan pasukan, kan? Mungkin para kye-ryong, atau imoogi yang pernah kulihat agak jauh di dalam hutan sana, dan... kami? Hanya kami? Delapan orang?ㅡugh, apa kami kalah jumlah? Dan juga, bagaimana dengan para penduduk desa? Apakah mereka juga akan terlibat atau tidak? Kalau iya, bagaimana dengan keluarga Kwon? Dan juga Youngjae?
Keningku berkerut, tersadar kalau aku memikirkan banyak hal padahal, seperti kata Jaebum, aku bahkan masih lemah. Menghela napas, aku mengusap rambut yang lepek. Yah, kami tidak mungkin berperang tanpa persiapan, kan? Mungkin tanpa sepengetahuanku, para penghuni hutan sudah merencanakan sesuatuㅡyang sebenarnya agak membuatku tersinggung karena aku juga ingin tahu dan ikut terlibat.
Menggelengkan kepala berusaha tidak berpikir terlalu berlebihan, aku melebarkan langkah. Sudah hampir petang dan aku harus segera pulang. Meski Hutan Terlarang tidak terlihat semenyeramkan Gua Hitam, tetap saja melintas ketika sudah gelap bukanlah pilihan yang tepat. Maka membiarkan ranting-ranting kayu berderak di bawah kaki, langkahku jadi agak terburu-buru.
Namun ketika langkahku hampir mencapai padang rumput di depan sana, mendadak suara berdesing terdengar dan aku terlonjak kagetㅡsegera melompat ke samping sembari menunduk. Jantungku berdentam menggedor rongga dada dengan keras, mataku memicing menatap sekitar dan tanpa sadar menahan napas. Tetapi nihilㅡaku tidak mendapati siapapun di dalam hutan ini. Berusaha mendengarkan dengan seksamaㅡdan di antara suara arus sungai deras yang mulai terdengar dari sini, tidak ada suara lain selain degup jantungku sendiri.
Siapa yang barusan mencoba menyerangku?
Keringat dingin membanjiri tubuhku dan sekali lagi aku mengedarkan pandangan. Mendapati sebuah anak panah berwarna hitam tertancap pada batang pohon tak jauh dariku. Aku menelan ludah pelan, tanpa menurunkan kewaspadaan, mendekati pohon itu. Dilihat dari posisinya, bisa dipastikan anak panah itu akan menembus kepalaku kalau aku tidak segera menghindar. Memerhatikan dengan seksama, aku tidak mendapati cairan ungu kehitaman seperti yang ada pada batang pohon di tengah hutan sanaㅡini tidak beracun, tapi tetap saja berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Forest (JB x Yena)
Fantasy[COMPLETE] "Mitos mengatakan bahwa siapapun yang masuk ke dalam hutan itu tidak akan pernah kembali; entah itu dimakan hewan buas, atau malah dimakan oleh makhluk lain yang tinggal di dalam sana." ... Choi Yena hanya siswi biasa, yang terpaksa melew...