XI

236 46 36
                                    

Suara debuman misterius semalam masih menjadi perbincangan hangat di meja makan keesokan harinya. Seisi rumah mendengarnya, Paman Kwon bahkan sampai berniat menanyakannya pada tetangga sekitar apakah mereka mendengar suara itu dan mencoba mencaritahu. Aku juga bilang kalau aku mendengarnya, tetapi berbohong dengan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang ituㅡlantas melipir keluar dari rumah setelah meminta izin diam-diam kepada Bibi Kwon, dan baru bisa menghela napas lega setelah keluar dari pagar batu.

Well, aku ceroboh sekali semalam. Beruntung tidak ada yang melihat atau terkena serangan terutama Yujin. Pasti akan menjadi lebih menghebohkan kalau mereka tahu aku mempunyai kekuatan seperti itu.

"Sudah kubilang jangan ceroboh dengan menggunakan kekuatan seenaknya."ㅡaku baru saja berpikir untuk tidak menceritakan kejadian semalam pada siapapun, ketika Jaebum menyapaku dengan kalimat itu saat aku baru saja sampai di tempat kami latihan kemarin. Terbatuk pelan, aku mendelik ngeri ke arahnyaㅡyang hanya dibalas tatapan tajam. "Kau bisa melukai orang lain tanpa sengaja."

Serius, deh. Apa saja sih kemampuan Jaebum? Bagaimana bisa dia tahu semuanya?

"Kita mulai latihan." ujar Jaebum datar, mengibaskan jubahnya dan berbalik untuk melangkah ke tengah rerumputan. Aku mengulum bibir dan menghela napas panjang, segera menyusul Jaebum. "Danㅡini."

Namun mendadak Jaebum berbalik dan melemparkan sebuah buku berukuran besar yang kutangkap tepat di dada. Membuat langkahku terhenti dan aku limbung, hampir saja jatuh ke rerumputan, karenaㅡserius, buku dalam pelukanku berat sekali!

Sampulnya terbuat dari kulit kayu berwarna cokelat pekat yang di beberapa bagian sudah tampak menghitam dan usang. Tebalnya mungkin lebih dari dua ribu halamanㅡdengan kertas-kertas tebal dan kaku yang warnanya sudah kecokelatan. Berisi huruf-huruf hanja yang membuat mataku juling dan gambar-gambar yang tidak kumengerti yang tintanya tampak hampir memudar. Dengan segera aku menutup kembali buku itu. Menghampiri Jaebum dengan bibir mengerucut.

"Apa ini?"

"Buku." jawaban Jaebum tidak terdengar memuaskan dan aku mengerutkan hidung kesal. Memaku tatapan pada sepasang manik keemasan yang memancar malas. "Berisi mantra yang harus kau pelajari. Juga segel-segel tangan untuk menyerang. Kau harus menghafalkanㅡ"

"Tapi semuanya ditulis menggunakan hanja!" untuk pertama kalinya dalam dua sesi latihan, aku berani melontarkan protes keras-keras. Membuka kembali buku di tanganku sebelum menghela napas dramatis. Well, aku tidak terlalu familiar dengan hanjaㅡmaksudku, tentu saja aku belajar membaca hanja! Hanya saja biasanya dalam satu bacaan dicampur dengan hangeul. Dan melihat satu buku penuh huruf-huruf yang meliuk indah itu membuat kepalaku sakit.

"Kau gadis berpendidikan tetapi tidak bisa membaca hanja?" alis hitam Jaebum menukik dan tatapannya mencemooh, membuatku mendengus keras dan mengerucutkan bibir sekali lagi. Mendadak aku jadi berpikir bagaimana bisa orang seperti Jaebum diangkat menjadi raja padahal berbicara saja dia tidak bisa memilih kosa kata yang baik dan sopanㅡdan sama sekali tidak terdengar menyenangkan.

Maka pagi itu latihan kami dimulai dengan aku yang terbata-bata mencoba membaca mantra di dalam buku juga melakukan segel-segel tanganㅡdengan Jaebum yang tidak bosan membentak serta meneriakiku dengan kalimat-kalimat indahnya.

"...dareul byeonㅡ"

"Byeol!"

"Ughㅡ"

Forbidden Forest (JB x Yena)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang