One

2.2K 220 48
                                    

Malam telah tiba. Kini sang rembulan lah yang menggantikan posisi matahari. Langit nampak muram, tak ada bintang yang menghiasi. Sepertinya ia lelah untuk terus hadir menemani sang bulan.

Seperti seorang gadis dengan tas slempang di punggungnya. Dahinya meneteskan keringat nampak sekali ia sangat lelah.

"Assalamualaikum," ucapnya seraya duduk di bangku kayu yang mulai rapuh, tangannya mengibas-ibas tubuhnya yang penuh keringat.

"Waalaikumsalam," jawab wanita paruh baya dengan pakaian lusuh dan juga bau tubuhnya yang cukup menyengat.

"Sudah pulang Nak?" tanya wanita paruh baya tersebut.

"Sudah Bu," jawabnya lalu mengeluarkan amplop berwarna coklat yang cukup tebal.

Kemudian membuka amplop itu yang berisi lembaran berwarna merah cukup banyak.

"Ini untuk kebutuhan kita sehari-hari Bu," ucapnya lembut dan memberikan amplop itu kepada sang ibu.

Tap!

"Loh kenapa lampunya mati Bu?" tanya sang gadis sedikit terkejut. Pasalnya ia benar-benar takut dengan kegelapan.

Kemudian tangannya meraba-raba mencari sebuah benda yang mungkin bisa sedikit menerangi kegelapan rumahnya.

"Kita belum mengisi pulsa listrik Nak," jawab sang ibu lirih.

"Apa?!" ucap sang gadis kaget.

"Bukannya aku udah ngasih yah Bu?" lanjutnya.

"Iya. Diambil Ayahmu nak," jelas ibu sedikit takut.

"Astafirullah Ayah..." ucap sang gadis nampak kecewa.

"Yaudah ibu tunggu sini dulu yah. Aku mau bayar dulu, biar kita gak kegelapan gini,"
lelasnya lembut.

"Tapi nak? Bagaimana uang bulanan sekolahmu?" tanya Ibu.

"Udah gak usah khawatir. Aku masih ada sisa uang kok," jawab sang gadis menenangkan Ibu.

Dengan langkah perlahan gadis itu menuju ke toko penjual isi pulsa listrik. Sebenarnya ia sangat lelah, dari sepulang sekolah harus bekerja menggosok cuci dari rumah ke rumah dilanjut dengan menjadi pelayan disebuah cafe terdekat.

Hidupnya benar-benar terlihat melelahkan. Namun semangat nya terus berkobar demi kedua orang tuanya. Orang tua yang mungkin hanya menanggungkan kesalahannya kepadanya.

Ayah. Sepatutnya menjadi pahlawan bagi keluarganya. Namun tidak untuk ayahnya, entah apa yang dilakukan setiap hari oleh sang ayah. Kerjanya hanya membuat onar dan bermain judi.

Mata hatinya benar-benar sudah tertutup. Kasusnya sudah banyak sekali ia torehkan di beberapa daerah. Contohnya, menggelapkan sepeda motor yang seharusnya ia jual.

Hilang beberapa hari. Membiarkan anak dan istri dikejar-kejar sebagian orang yang bersangkutan.

Beberapa harinya, ia mengatakan uangnya sudah habis ia pakai untuk berjudi. Astaga! Apakah ia pantas disebut sebagai pahlawan keluarga?

Sang gadis membuyarkan lamunannya tatkala sudah sampai di tempat penjual isi ulang pulsa listrik.

"Assalamualaikum," ucapnya sopan.

Cukup lama menunggu. Pemilik toko belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Lagi solat isya kali yah?" ucap gadis itu sendiri.

Sembari menunggu sang pemilik toko, ia melihat-lihat isi toko tersebut. Tak begitu besar, namun rapi dan juga bersih.

Rupanya bukan hanya menjual token pulsa listrik saja, tetapi juga pulsa dan kuota handphone.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang