Eight

224 47 0
                                    

Gadis manis itu terus mengintip sahabatnya lewat celah-celah jendela samping.

Rasa cemas nya membuat dirinya tak berhati-hati dalam mengintip.

Sejujurnya, ia tak ingin melakukan aksi ini tetapi mau bagaimana lagi? Ini demi sahabatnya.

"Anjani?" sebuah suara memanggil nya.

"Eh iya om," jawab Anjani berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

"Kamu gak berangkat sekolah?" tanya pria paruh baya di depan Anjani, menyelidik.

"Iya om, ini niatnya mau bareng Yara," jelas Anjani.

"Oh Yara? Dia lagi sakit Anjani," jawab pria itu, Papah  Yara.

"Gitu yah? Yaudah Anjani berangkat dulu yah om." Pamit Anjani sembari mencium tangan om Jak.

Dia memang sopan terhadap semua orang, bukan hanya kepada ibu atau ayah nya yang ia hormati, tetapi semua orang tua.

Berbeda dengan anak lain seusianya, kebanyakan dari mereka hanya sepatah kata pamit, namun Anjani, menyalami.

"Hati-hati yah, Anjani," ucap om Jak.

"Iyah om," jawab Anjani.



***




Detik terus berjalan, hingga tiba saatnya waktu istirahat. Cuaca kali ini agak berbeda dari biasanya.

Nampak gelap, seperti tengah memendam kesedihan dalam dirinya. Atau mungkin kecemasan dalam benaknya.

Seperti Anjani, sedari tadi gadis itu terus melamun memikirkan sahabatnya, Yara.

Benar saja, Yara tak berangkat hari ini, kursi nya kosong dari tadi pagi.

Yang menjadi fikiran Anjani adalah, dia melihat bahwa sahabatnya itu dalam kondisi baik-baik saja, hanya saja ketika dia melihat, Yara tengah menangis dengan benda pecah di depannya.

Namun sang Ayah mengatakan Yara sedang sakit, jika Yara benar-benar sakit, mengapa sang Ayah tak mengirim surat atau menghubungi wali kelas?

Anjani merasa bodoh, mengapa tadi dia tak bertanya pada om Jak tentang surat keterangan sakit Yara?

Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Yara?

Anjani gusar dalam duduknya, tak menyadari jika dari tadi ada yang memperhatikan nya.

"Anjani?" ucap gadis bergelang hitam itu.

"Anjani?" panggilnya, lagi.

"Anjani!" sampai pada puncak nya ia reflek membentak teman baik nya.

"Eh iya kenapa?" jawab Anjani bingung. Ia menoleh ke berbagai arah, kelas nya menjadi sunyi.

"Kenapa?" Ulang Anjani.

"Kamu yang kenapa Njan, dari tadi melamun mulu, jam istirahat hampir habis nih gak beli makanan?" Ucap Fasha, panjang.

"Gak laper," jawab Anjani singkat.

"Nih," Fasha menyodorkan sebungkus roti coklat.

"Aku tahu kamu lagi ada masalah, aku gak maksa buat kamu cerita ke aku, karena itu privasi kamu. Tapi tolong Njan, masalah ya masalah, perut kamu jangan di jadiin korban juga dong. Kasihan," jelas Fasha lebar, membuat Anjani tersenyum.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang