Thirteen

153 45 3
                                    

Anjani melangkah ke depan seusai apa yang diperintahkan oleh kepsek. Namun ia heran, mengapa Sargamilang Anandhito Sekolah disini? Apa emang dari dahulu dia disini dan Anjani bari menyadarinya?

Tepat di depan semua para siswa dan siswi Anjani berdiri tegap dengan senyum manis menghiasi wajahnya.

Pun dengan Sargamilang Anandhito, ia berdiri penuh percaya diri dengan pandangan fokus ke depan, entah apa yang ia fikirkan.

"Baiklah, perhatian untuk semuanya. Hari ini teman dan kaka kelas kalian akan mewakili lomba cerdas cermat tingkat Nasional yang akan dilaksanakan di Provinsi, Semarang." Jelas Pak Budi, selaku kepsek.

"Berikan dukungan, doa serta semangat kepada mereka." Lanjutnya yang disambung tepukan meriah semua siswa-siswi. Kecuali, dia.

Dia yang selalu membenci Anjani, justru kerap kali menyiksanya. Mungkin, iri atau merasa tersaingi. Namun, kehidupan nya begitu sempurna jika dikatakan dia iri kepada Anjani. Sedangkan hidup Anjani saja jauh dari kata baik. Entahlah, hanya pemilik bumi dan seisinya yang tahu.

Anjani tersenyum kemudian menoleh kearah Sargamilang Anandhito, ia tetap setia diposisinya. Memang, dia tampan. Tubuhnya tinggi dengan dada bidang, matanya cerah, secerah langit di pagi hari, hidungnya mancung, juga alisnya membentuk sempurna.

Astafirullah Anjani, jaga mata. Dia bukan mahram kamu.
Batin Anjani merasa berdosa.

"Pada lomba-lomba sebelumnya memang saja tidak pernah mengikutsertakan Sargamilang Anandhito 12 Ipa 3, dia tidak pernah mau untuk mewakili Sekolah, namun prestasinya tidak kalah bagus dengan Anjani," Tutur Pak Budi.

Oh, jadi dia? Yang pernah dibicarakan Yara? Jenius tapi sifatnya dingin, juga ganteng.
Batin Anjani, lagi.

"Dalam lomba kali ini, entah ada angin apa, dia mendatangi saya dengan sukarela untuk menemani Anjani membawa nama Sekolah." Lanjutnya.

"Karena memang Anjani akhir-akhir ini nilainya turun, saya dengan senang hati menerima Sargamilang Anandhito. Atau yang sering disapa Sarga. Kepada Sargamilang Anandhito, saya ucapkan terima kasih. Juga kepada Anjanitha Shauqilha, kalian berdua penentu nama baik Sekolah kita." Pak Budi benar-benar menaruh harapan kepada dua insan itu, untuk memperjuangkan nama baik Sekolah.

"Baiklah. Silahkan kalian kembali ke tempat masing-masing." Titahnya.

Anjani dan Sarga pun kembali ke tempat mereka semula. Beberapa menit kemudian, upacara dibubarkan. Semua murid kembali ke Kelas masing-masing. Masih ada waktu setengah jam bagi Anjani untuk berangkat ke acara lomba.

"Semangat Njan, kita selalu dukung lo. Yakin aja, bakal bawa juara satu, kayak seperti biasanya." Tutur Yara menyemangatkan.

"Bener banget tuh Njan. Eh tapi gue heran deh. Itu si bocah es kok bisa yah tiba-tiba mau ikut lomba?" Ucap Fasha, heran.

"Sarga maksudnya?" Tanya Anjani mencari kebenaran.

"Iya lah. Siapa lagi," Jawab Fasha dan Yara bersamaan.

"Tapi kok aku baru tahu yah kalau ada Sarga di Sekolah kita?" Ucap Anjani, penasaran.

"Hah? Jadi selama ini lo gak tau kalau dia Sekolah disini? Gitu? Jawab Fasha cengang.

"Iya hehe," Anjani tersenyum kikuk, malu tentunya. Sudah tiga tahun disini namun baru kenal Sarga, padahal kelas nya cukup dekat.

"Belajar mulu si kerjaannya." Jawab Yara, kesal.

***

Sementara di tempat lain, seorang pria paruh baya tengah di interogasi oleh keluarga bos nya. Namun, ia terlihat santai tanpa beban.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang