Twenty six

113 35 0
                                    

"Sebentar, maksudnya Ayah angkat kamu gak pernah solat gitu?" tanya Rima setelah diam beberapa saat.

"Ya begitulah, Ayah sepertinya sudah kehilangan akal sehat nya. Dia, sering menipu orang demi uang. Lalu mempergunakan uang itu untuk judi. Dan, membiarkan anak nya yang menanggung semua masalah nya." jawab Anjani, seketika teringat Ibu Nya.

"Pernah nggak kamu ajak Ayah kamu untuk solat bareng?" tanya Rima lagi.

"Sering. Hanya saja, yang aku dapatkan bentakan dan kata-kata menyakitkan." jawab Anjani.

"Aku gak tahu kenapa hidup aku rasanya semakin susah saja. Kau tahu? Dulu semasa SMA aku cukup bahagia, setidaknya senang melihat semua orang bangga atas kemenangan yang ku bawa." lanjut Anjni.

"Kemenangan?" beo Rima bingung.

"Iyah, sewaktu SMA aku sering mewakili lomba untuk sekolah aku. Tak jarang, pulang lomba juara satu yang ku bawa." jawab Anjani teringat kembali memori itu.

"Wahh, berarti kamu pintar dong Njan? Lalu kenapa kamu gak kuliah? Kan bisa jalur biayasiswa," tutur Rima.

"Suatu hari sepulang sekolah, aku dan sahabat-sahabat ku mengalami kecelakaan mobil lumayan parah. Kami semua sempat kritis, bahkan aku sendiri koma dan sampai satu tahun lamanya." terang Anjani, matanya meredup.

"Astafirullah, lantas bagaimana dengan sahabat mu saat ini?" ucapnya, Rima begitu penasaran.

"Kami di pisahkan oleh orang tua kami semua. Dan sekarang aku gak tahu mereka di mana," jawab Anjani.

"Eh, itu udah ada taxi, Rim." ucap Anjani membuyarkan Rima.

***

Kedua nya lalu pulang ke rumah masing-masing. Anjani kini tengah berdiri di depan rumah nya. Kaki nya sangat enggan untuk masuk.

Bagaimana tidak enggan? Di rumah nya lumayan banyak teman-teman Ayah nya. Mereka duduk di sebuah tikar besar, membentuk lingkaran.

Apa lagi yang mereka lakukan? Tentunya, berjudi.

Anjani hanya diam, menatap Ayah nya yang tidak menganggap nya.

"Ayah, kenapa kau main disini?" tanya Anjani.

Ayah hanya menatap Anjani lalu kembali ke permainan nya.

"Ayah? Bisa kau pindah tempat?" ucap Anjani maju melangkah.

"Bisa gak sih gak usah berisik?! Ini bukan rumah kamu, anak pungut." jawab Ayah, begitu menyakiti hatinya.

Anjani berusaha tidak menangis, dia langsung pergi dari rumah nya.

Melangkah saat-saat senja memancarkan jingga nya. Damai, namun tidak dengan hati nya.

"Ya Allah, kenapa ujian hidup Anjani gak habis-habis Ya Allah," ujar nya menatap langit.

"Anjani capek sekali," lanjutnya.

"Meskipun Ayah bukan Ayah kandung Anjani, namun beliau Anjani sangat sayangi. Ingin sekali Anjani menjadi makmum dalam solat nya Ya Allah," Anjani menangis, sangat sakit hidup nya.

"Tolong, berikanlah beliau hidayah Ya Allah. Aku tak mengapa jika tak bertemu dengan keluarga asli ku, yang terpenting Ayah angkat ku Ya Allah. Karena aku tahu, keluarga asli ku belum tentu mau mengakui diriku," lanjutnya masih dengan langkah tak tentu arah.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang