Sixteen

156 32 0
                                    

Malam telah tiba. Terlihat bintang dan rembulan menyapa. Suasana sepi dan waktu seakan berjalan lebih lambat dari biasanya.

Jarum jam sudah berada di angka sebelas, pasti banyak manusia yang sudah terlelap dalam mimpinya.

Namun, tak semua mata bisa terpejam di waktu seperti sekarang, bisa saja karena sibuk dengan pekerjaan yang harus diselesaikan, insomnia bahkan mungkin tengah melamun dan berpikir tentang hidupnya.

Seperti Anjani saat ini, dia duduk di depan meja belajar nya dengan jendela kamar yang masih terbuka.

Dingin, namun suasana malam yang menenangkan jiwanya. Mata lentik nya menatap lurus keheningan malam. Otak nya, berjalan memikirkan beban hidupnya.

Beban hidup yang rasanya tiada habisnya. Justru semakin beetambah saja. Memikirkan Ayah yang tak kunjung pulang saja sudah membuatnya cukup pusing. Dan sekarang Ibu berencana untuk melukai dirinya sendiri.

Ibu, beliau begitu mencintai Ayah tetapi sayang nya Ayah sedikit pun tidak pernah memperdulikannya. Anjani bingung, bagaimana dahulu Ibu dan Ayah nya bisa bersama? Dia tidak tahu awal keduanya bertemu dan kemudian menjalankan bahtera rumah tangga. Karena keduanya tidak pernah menceritakannya.

Rumah tangga yang tidak layak disebut rumah tangga. Bagaimana layak? Ayah saja tidak pernah memenuhi tanggung jawab nya. Dia bersikap apa saja yang ia ingin lakukan.

Seperti sekarang, menghilang tanpa kabar dan meninggalkan Anjani dengan Ibu yang kerap kali sakit-sakitan karena memikirkan dia.

Ibu bahkan berencana untuk melukai dirinya sendiri dengan terbaring di rel kereta api. Benar-benar cinta nya luar biasa

"Aku bingung Ya Allah, harus bagaimana lagi?" ucap nya parau.

"Masalah hidupku rasanya tak pernah selesai bahkan selalu bertambah. Ayah kelakuannya semakin merajalela. Ibu yang hampir depresi memikirkan Ayah. Sahabatku yang entah bagaimana terjerumus ke lubang dosa. Aku harus bagaimana Ya Allah?" Lanjutnya mencurahkan semua isi hatinya.

Anjani kemudian menuju kasur nya, untuk sejenak beristirahat melupakan beban hidupnya.

***

P

agi telah datang. Namun cuaca seakan tak bersahabat. Mendung seperti menyimpan beban yang ingin ia tumpahkan.

Hari ini seperti biasa rutinitas Anjani adalah berangkat Sekolah. Karena lomba yang ia ikuti sudah selesai, maka sepulang Sekolah ia kembali dengan pekerjaan mencuci gosok ke rumah pelanggan nya.

Ia tak izin kepada sang Ibu, namun menuliskan surat diatas meja makan. Karena pintu kamar ibu tertutup rapat dari semalam.

Anjani melangkah keluar Rumah dengan hati yang cemas. Cemas sebab Ibu belum makan sesuap pun dari malam. Maka dari itu ia memasak lebih untuk Ibu makan pagi ini.

Tanpa Anjani tahu, selepas ia meninggalkan Rumah nya. Ibu keluar dari kamar dan melihat  surat yang ia tulis kemudian langsung dibaca.

Ibu jaga kesehatan yah. Jangan lupa makan, seberat apapun masalah kita pasti Allah memberikan jalan nya. Aku sayang Ibu.
                        Anjani

Ibu meneteskan air mata membaca surat Anjani. Merasa bersalah kepada putri kesayangan nya.

"Astafirullah. Maaf kan Ibu, Anjani." ucap nya sembari menunduk.

Sementara Anjani, sudah sampai di Sekolah nya. Walaupun  berjalan kaki, ia cukup cepat dalam melangkah.

Namun, kedua sahabat nya belum terlihat juga. Padahal sudah cukup siang. Apa lagi yang terjadi?

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang