Two

711 128 20
                                    

"SINI LO," ucapnya penuh tekanan.

Anjani hanya bisa menangis tanpa suara, ia sudah terbiasa di buly oleh orang yang membencinya.

Namun, tak ada yang mengetahui jika dirinya kerap kali disiksa. Pasalnya, penyiksaan selalu dilakukan ketika sekolah sudah sepi bodohnya Anjani sering pulang terakhir walaupun tahu apa yang akan terjadi.

Air matanya luruh begitu saja, ia tak mampu bersuara. Lehernya sangat sakit karena jarum hijabnya menusuk. Benar-benar kuat tarikan perempuan penyiksa itu.

Anjani diseret ke kamar mandi belakang sekolah yang sudah lama tak terpakai.

Baunya sangat anyir, lembab dan suasananya mengerikan. Kamar mandinya cukup besar, memiliki satu kolam dan satu toilet.

Gosipnya, dulu kamar mandi ini digunakan seorang siswi untuk bunuh diri dikarenakan ia hamil dari hubungan bersama kekasihnya.

Entahlah, itu benar adanya atau tidak tetapi sepertinya memang benar adanya gosip itu, pasalnya ada seutas tali yang masih menggantung di atas kolam itu.

"Anjani, gue benci banget sama lo," ujar perempuan tinggi itu.

Memang dia cantik, namun sayang tidak untuk hatinya.

"Gue gak bakal nyiksa lo lagi. Tenang aja, tapi gue bakal tinggalin lo disini biar lo jadi mayat hahahahahaa," lanjutnya kemudian keluar dengan mengunci kamar mandi itu.

Entah dari mana ia mendapatkan kunci itu, yang pastinya kini Anjani seorang diri di dalam kamar mandi penuh misteri itu.

Dirinya sangat takut,namun ia tak boleh menyerah.

Benar-benar bingung apa yang bisa ia lakukan agar keluar dari kamar mandi itu.

Tidak ada sinyal, parahnya lagi dalam situasi genting seperti ini paket datanya habis.

Oh shit!

"Aku harus bisa keluar dari sini," ucap Anjani.

Hampir setengah jam ia dalam kamar mandi itu, mondar mandir tak jelas.

Ia benar-benar bingung dan juga khawatir, dirinya sudah terlambat untuk bekerja.

Jangankan bekerja, keluar dari kamar mandi itu saja belum.

"Ya Allah tolong hambamu ini Ya Allah," doa Anjani sembari menengadahkan tangan.

Kemudian, tak tahu instruksi dari mana tiba-tiba saja tangannya memegang knop pintu.

"Bismilah," teriaknya dengan sepenuh tenaga menarik pintu itu.

Brak

Kamar mandi itu berhasil ia buka, syukurlah setidaknya sedikit tenang jiwanya.

"Alhamdulillah."

Anjani dengan cepat keluar dari kamar mandi terkutuk itu, hari sudah semakin sore tetapi gerbang sekolah belum tertutup.

Sangat mudah memang jika ia keluar dari belakang sekolah namun ia tak memiliki keberanian melawan ketakutan.

Ia terus berjalan seraya membersihkan seragam sekolah juga hijabnya.

Sangat tidak mungkin sore seperti ini masih ada angkutan umum yang berlalu-lalang.

Sehingga ia putuskan saja untuk berjalan kaki dan sampailah di sebuah rumah.

Bukan, bukan rumahnya melainkan rumah tempat ia bekerja menjadi pencuci dan penggosok.

"Assalamualaikum," ucap Anjani sambil mengetok pintu berwarna coklat itu.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang