Twenty four

120 36 0
                                    

Anjani begitu kaget ketika sosok di balik pintu itu adalah Ayah nya, bagaimana bisa Ayah pulang tepat selepas Ibu meninggalkan dunia? Kemana saja ia selama ini?

"Selamat malam, Anjani," sapa nya dengan senyum tak berdosa.

"Bagaimana Ayah kembali?" jawab Anjani, curiga.

"Usai mendengar kabar Ibu mu telah berpulang, Ayah juga harus pulang dong, bedanya Ayah berpulang ke rumah ini," jelasnya membuat Anjani kaget.

"Ayah tahu dari mana? Bukannya selama ini Ayah pergi pelayaran?" tanya Anjani merasa ada yang tidak beres.

"Kau tak perlu tahu, Anjani," jawab nya santai lalu masuk dengan seenaknya.

Anjani khawatir, sepertinya ada dalang dari semua peristiwa di hidupnya, tapi siapa?

"Sudahlah, tak usah kau curiga seperti itu, aku ini Ayahmu," lanjutnya cukup membuat Anjani kaget lagi, karena baru kali ini Ayah nya mengakui dirinya.

"Ayah angkat lebih tepatnya," jawab Anjani membuat Ayah membisu.

"Ku harap, kau tidak membuat hidupku lebih susah, Ayah," lanjutnya.

Ayah bangkit dari duduknya, lalu membisikkan, "Justru aku akan membuatmu lebih susah dari sebelumnya, Anjani,"

***

Pagi datang menyapa, cahyanya sedikit redup dari biasanya, rerumputan berembun begitu terlihat menyejukkan, tirai-tirai jendele mulai di singkirkan, untuk mempersilahkan cahaya matahari mengisi rumahnya.

Anjani sedari tadi sudah sibuk dengan pekerjaan rumahnya, sedangkan Ayah? Entah dimana keberadaannya.

"Rupanya, Ayah masih sama. Dia tidak berubah, bahkan tak menanyakan kabarku setelah koma," ujar Anjani kepada dirinya sendiri.

"Dan lebih parahnya lagi, tak sedih sedikit pun selepas kepergian Ibu. Sepertinya aku tidak boleh diam saja, ada sesuatu yang harus aku pecahkan," lanjutnya lalu mengambil tas.

Sarapan pagi sudah tersedia di atas meja. Pun rumah sudah bersih semuanya.

Kini, Anjani beranjak berangkat kerja. Selepas pulang kerja, dia berencana mencari Panti Asuhan yang dimaksud Almarhumah Ibu.

Kakinya meninggalkan rumah kecilnya. Beruntung, toko kue tempatnya bekerja jaraknya tidak terlalu jauh. Cukup ditempuh dengan jalan kaki.

Di sela-sela kakinya menapak, Anjani teringat dengan sahabat-sahabatnya, bagaimana kabar mereka sekarang? Dan, dimana keberadaannya?

Anjani terus mengingat apa yang terjadi sebelum dia mengalami kecelakaan. Tetapi ingatannya begitu buruk, terakhir yang dia ingat, Yara dan Fasha mengajaknya pulang bersama.

Waktu itu, Anjani menolak. Tetapi mereka terus membujuknya agar pulang bersama, karena berangkatnya juga bersama.

"Aku bingung, mengapa jalan hidupku begitu berliku-liku? Dari mulai kehilangan sahabat, dan sekarang kehilangan Ibu. Sakit sekali rasanya," ujarnya menatap langit.

"Ayah, dia juga rupanya belum berubah. Apa mau dia sebenarnya? Sebelum ini semua terjadi, dia cukup membuat hidupku susah. Dan, apa yang akan dilakukan nya setelah ini?" lanjutnya.

"Impianku untuk solat berjamaah bersama Ibu dan Ayah bahkan belum terlaksana, Ibu sudah pulang terlebih dahulu," ucapnya berkaca-kaca.

"Terlihat sederhana, namun sangat sulit untuk aku raih,"

Tak terasa, ternyata dirinya sudah sampai. Toko kue tempatnya bekerja, memiliki ketenangan tersendiri untuk Anjani. Selain pemiliknya ramah, para pekerja lain pun demikian.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang