Nineteen

117 36 0
                                    

Usai mendapat telepon dari Papanya, Yara buru-buru pulang ke Rumah meskipun ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia memberanikan diri untuk menghadapi semua ini.

"Tasyara," ucap Papanya ketika melihat Yara tengah mengendap-endap.

Yara tetap diam, bingung jawaban apa yang akan ia utarakan.

"Habis dari mana? Semaleman gak ada kabar, pulangnya pagi,  apa itu bagus buat anak perempuan?" lanjutnya dengan tangan sedekap di perut.

"Ehm, itu Pah, Yara-"

"Sama anak pergaulan bebas itu?" tandasnya memotong ucapan Yara.

"Sampai kapan Yara? Kamu bergaul sama anak kaya dia?" tanya Papah Yara terlihat kecewa.

"Papah gak tahu apa yang ada di pikiran kamu, bagaimana cara kamu berpikir, hingga kamu bisa menggunakan obat terlarang itu, Yara." ujarnya memijat kening kepala, terlihat sangat pusing.

'Anjani gak seperti yang papah duga. Bahkan aku melakukan ini demi Papah. Dan parahnya lagi masalah ini awalnya dari Papah juga.'

Batin Yara, namun tak berani ia ungkapkan.

"Tasyara, kenapa diam?" tanya Papa.

"Yara capek Pah, Yara mau istirahat dulu." jawab Yara langsung pergi dari hadapan sang Papah.

***

Waktu terus berganti, detik demi detik mengubah warna langit. Namun tak urung merubah niat gadis berhijab yang tengah duduk menatap guratan senja.

Anjani, dia masih setia di posisinya. Tepatnya, kini ia berada di belakang Rumah Fasha yang luas sehingga terlihat senja.

"Mau sampe kapan Njan, lo duduk kaya gitu? Makan gak mau, minum gak mau, dari tadi pagi loh itu. Lo gak laper sama haus apa?" oceh Fasha, khawatir dengan kondisi sahabatnya.

"Aku lagi gak pengen makan sama haus, Sha. Aku cuman bingung aja." jawab Anjani tanpa menatap lawan bicaranya.

"Bingung kenapa?" tanya Fasha mencoba untuk menyesuaikan dengan Anjani. Ia tahu, Anjani orangnya sedikit tertutup.

"Kenapa bisa aku itu bukan anak kandung dari Ayah sama Ibu." jawabnya, sendu.

Fasha hanya diam tak menanggapi, sejujurnya ini juga membuatnya bingung. Bahkan setengah tidak percaya.

"Tapi, masuk akal juga sih. Keluarga besar Ayah gak pernah satu pun yang berkunjung ke Rumah." lanjut Anjani menatap Fasha.

"Aku gak tahu apa karena mereka gak mau lihat aku yang  katanya bukan anak kandung dari Ayah, atau karena ulah Ayah yang semakin menjadi."

"Njan, gue tahu ini berat buat lo. Tapi gue juga gak bisa berbuat banyak Njan. Gue cuman bisa kasih lo semangat, dan cari tahu tentang orang tua kandung lo." tutur Fasha membuat Anjani sedikit tersenyum.

"Makasih banget, Sha. Tapi, gimana caranya ngomong sama Ayah buat tanya alamat Panti Asuhan itu?" tanya Anjani.

"Astaga, jadi ini yang katanya siswi paling pinter di Sekolah?" jawab Fasha geleng-geleng kepala.

"Kan masih ada Ibu lo, Njan. Lo bisa tanya sama dia." lanjutnya sedikit geram.

"Oiya yah? Kenapa aku gak kepikiran sampai situ?" tanya Anjani kepada dirinya sendiri.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang