Eighteen

132 34 0
                                    

Seakan mendengar petir di siang hari, Anjani kaget dan tidak percaya secara bersamaan.

Bagaimana mungkin orang tua yang selama ini ia kasih dan cintai bukan orang tua kandungnya.

"Ibu, coba katakan satu kali lagi jika benar aku bukan anak kandung Ibu dan Ayah." ucap Anjani masih berharap bahwa itu adalah kebohongan.

"Heh, dasar anak tak tahu diri! Kamu itu memang bukan anak kandung kami! Kamu hanya seorang bayi yang kami pungut dari sebuah Panti Asuhan." seru Ayah dengan emosi yang semakin tinggi.

"Maafkan Ibu nak." ucap Ibu menunduk.

"Benar, kamu bukan anak kandung Ibu dan Ayah." Lanjutnya yang membuat dinding pertahanan Anjani roboh.

Jeder

Tiba-tiba petir menyambar dan hujan deras seketika. Sepertinya alam pun tahu bahwa Anjani tengah bersedih.

Anjani kalut, ia berlari keluar Rumah menembus kegelapan malam dan dinginnya hujan.

"Anjani, jangan pergi nak." ucap Ibu yang akan berdiri mengejar Anjani namun ditahan oleh Ayah.

"Masuk! Tidak penting juga memikirkan anak itu." Perintah Ayah kemudian menutup pintu.

Sementara Yara dan Fasha, yang sedaritadi mengintip, masih setia dengan posisinya. Mereka sama-sama menangis.

"Ayok Ra. Kita kejar Anjani." ucap Fasha menghapus air matanya.

"Jangan. Gue rasa Anjani butuh waktu untuk sendiri." jawab Yara.

"Sahabat macam apa kita Ra? Anjani selalu ada disaat kita dilanda kesedihan, dia selalu merangkul kita dan memberi semangat." Sangkal Fasha terpancing emosi.

"Lo jangan egois dong Ra. Gue yakin banget saat ini Anjani sangat butuh dukungan dan semangat dari kita. Udah ayo." Lanjut Fasha lalu menarik Yara mengejar Anjani.

Sementara Anjani masih berlari dengan tertatih karena kakinya tak sengaja menginjak paku. Dia, lupa memakai sandal karena terlalu sakit hati.

"Kenapa hidup aku kayak gini banget Ya Allah." ucapnya ditengah jalan sembari menatap langit yang tak ada bintang satu pun.

Air matanya masih setia mengalir ditemani derasnya hujan mengguyur.

Anjani berjongkok di tepi jalan. Rasanya untuk jalan saja ia tidak sanggup.

Yara dan Fasha masih mencari dirinya, mereka kehilangan jejak.

"Semua gara-gara lo Ra! Coba aja tadi lo gak ngelarang gue kejar Anjani kita pasti gak bakal kehilangan jejak dia." ucap Fasha sengit.

"Lo gak usah nyalahin gue dong Sha. Ini mungkin pertanda bahwa kita harus memberikan waktu sendiri untuk Anjani." Sangkal Yara tak mau disalahkan.

"Eh lo sahabat macam apa Ra! Lo seenak jidat bilang gitu? Lo pikir setelah kita biarkan semuanya berjalan dengan sendirinya, semua bakal baik-baik aja?"

"Nggak. Sama sekali nggak. Dan lo tahu, Anjani out tipe orang yang suka ngilang kalo lagi ada masalah. Dan jika itu terjadi, kita bakal cari dia kemana?!" ujar Fasha membuat Yara semakin terpancing emosi.

"Yaudah lo gak usah bilang kalo ini itu salah gue sepenuhnya." jawab Yara.

"Eh, siapa yang bilang gue nyalahin lo sepenuhnya? Siapa?" tanya Fasha tajam.

"Aaaaaaaaa." Baru saja Yara akan menjawab Fasha, tiba-tiba terdengar teriakan seseorang.

"Anjani." ucap Yara dan Fasha secara bersamaan kemudian keduanya langsung berlari ditengah hujan malam.

Aku Ingin Ayah Solat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang