Masalah sepele bisa menjadi besar jika kau sangat mempermasalahkannya.
***
Azwa terbangun. Mata merahnya kini terpampang jelas menandakan bahwa ia masih sangat mengantuk. Entah kenapa ia tiba-tiba terbangun begitu saja.
Ia melirik jam dinakasnya. Terkejut. Sudah pukul 06.25 a.m, bergegas ia mengambil handuknya dan mandi.
Setelah semua selesai, ia langsung turun untuk sarapan jika sempat. Terlihat di sana tengah ada bunda dan abangnya sedang sarapan duluan darinya. Apa-apaan ini? Ia terlupakan?
"Bun?!" panggil Azwa tergesa-gesa.
"Eh bangun kamu? Ayok cepat sarapan, nanti telat.
Azwa langsung duduk dan mengambil sarapannya. Sekilas ia menatap Dion yang tampak dingin.
"Bang," panggil Azwa lirih. Dion pun langsung meliriknya.
"Berangkat bareng?"
"Ayok."
Azwa menatap tanya pada Rika. Bundanya hanya tersenyum dan mengusap puncak kepalany lembut. Tapi, apa maksud dari senyuman itu?
Setelah berpamitan, ia langsung menyusul Dion. Tanpa disuruh, ia langsung memasuki mobil abangnya.
Mobil berlaju dengan kecepatan maksimal membuat Azwa sedikit merinding. Mungkin ini efek takut telat.
Mereka pun akhirnya sampai di depan gerbang sekolah Azwa. Ia pamit, "Assalamualaikum."
Setelah pamitan ia keluar dan Dion masih bungkam. Ia tidak tega sebenarnya bersikap seperti ini pada adik kesayangannya itu. Tapi entah kenapa instingnya mengatakan kalau ia harus begini.
Azwa telah berada di kelasnya dan duduk di tempanya. Tapi, kenapa tempat duduk di sebelahnya ini kosong? Kemana Arga?
Matanya berpatroli mencari keberadaan cowok itu dan akhirnya ia menemukannya. Arga berpindah tempat duduk, cowok itu berada di pojok tempat yang ia duduki sewaktu marah dengan cowok itu.
Azwa menatap Arga heran. Ia mulai bertanya, kenapa Arga tidak memperdulikannya? Cowok itu juga tadi malam tidak berada di rumahnya, apa orang tuanya sudah pulang?
Azwa menghela pelan, ia menidurkan kepalanya di atas tumpukan kedua tangannya. Mungkin Arga sedang badmood dan hanya mau sendiri, pikirnya.
Sampai akhirnya pelajaran pertama bermula. Azwa masih melirik cowok yang berada di pojok itu. Ia masih bingung kenapa dengan Arga sekarang?
"Baik, kalian sudah paham?" tanya bu Sindi selaku guru matematika.
"Paham!" seru murid-murid itu kecuali Azwa, ia hanya bengong.
"Sekarang seperti biasa karena kalian sudah paham, ibu akan tunjuk untuk menyelesaikan soal ini." Bu Sindi menujuk papan tulis yang tertulis soal belum terjawab.
"Kamu," tunjuk bu Sindi. "Azwa, silakan maju ke depan."
Azwa tersentak. Bagaimana bisa? Sedangkan ia tadi tidak mengaku bahwa dirinya paham, bukan? Kenapa malah ia yang ditunjuk?