Belajarlah untuk tidak menilai seseorang dari apa yang kita dengar dari orang lain. Karena kita tidak tahu orang yang berkata itu jujur atau tidak.
***
"Munafik banget sih, lo!" Dion tersulut emosi. "Lo kata bakal jaga, bahagiain adek gue. Belum gue izinin aja lo udah brengsek gini."
"Gak gitu, Bang." Arga kebingungan.
"Alah! Gak usah bacot lo!"
"Bang, ini cuma salah paham. Nanas ngiranya gue cabulin dia, padahal enggak," tutur Arga. Namun Dion tetap bersikukuh untuk ikut menuduh Arga.
"Nasywa sendiri yang bilang. Sudahlah, jangan pernah untuk berani dekatin adek gue lagi, lo!" murkanya, Dion pun membawa Azwa kekamarnya dan menenangkannya.
Dalam hal ini, siapa yang salah? Arga yang tidak tahu dengan alasan Azwa mengatakannya bahwa ia mencabulinya. Azwa yang sangat tidak suka jika ada yang menyentuh pakaian dalamnya dan sangat marah saat ia tahu Arga menyentuhnya. Dion yang salah paham karena terlalu percaya dengan Azwa.
Jadi, siapa yang berhak di salahkan?
Arga mengacak rambutnya frustasi. "Gue yang salah apa Nanas sih? AAARRGH!" Arga mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
"Bisa ketemuan?" ucapnya singkat.
"..."
"Oke, gue otw sekarang."
Setelah ia matikan telpon secara sepihak, ia langsung mengambil hoodie dan kunci motornya.
Pikirannya kusut. Ia frustasi. Semarah itukah Dion? Padahal cowok itu belum tahu kebenarannya. Arga ingin menjelaskannya namun Dion sudag sangat-sangat tersulut emosinya.
Akhirnya ia sampai disebuah taman, terlihat sudah ada seseorang yang ia telpon tadi dibangku taman itu.
"Oh, Hai, Arga," sapanya. Arga hanya membalasnya dengan mendehem.
"Ada apa lo suruh gue buat temu?"
Arga menatapnya. "Gue cuma butuh teman aja."
"Akhirnya, lo datang ke gue, kan?" ucapnya seraya tersenyum jahil.
Arga bersender dibangku itu, menatap langit biru yang cerah berbeda dengan hatinya yang mendung.
"Lo ... Gak sibuk 'kan?" masih menatap langit.
"Ya enggaklah, kalau sibuk ya gak bakal gue kesini."
Arga mendecih. Sebenarnya ia benci suara cewek itu. Kini tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka. Dua-duanya saling menatap langit.
Maafin gue, Nas. Sepertinya gue emang brengsek buat lo. -batinnya.
"Besok, pergi kesekolahnya bareng gue aja."
Ucapan Arga barusan membuat cewek yang berada disampingnya itu tersenyum lebar, ya walaupun ia terkesan dingin.
"Rumah lo masih yang dulu 'kan?"
Ia mengangguk antusias, "Masih."
***
Sekarang Azwa sudah tenang dipelukan abangnya. Malah ia tertidur saking capeknya menangis. Apa cuma masalah Arga yang merapikan pakaian dalamnya ia sampai sebegininya?
Dion masih emosi. Ia tidak habis pikir dengan Arga, salah satu cowok yang ia percaya untuk adik kesayangannya ini malah mencabulinya.
Ia sangat percaya dengan ucapan yang dikeluarkan Azwa, ia pun juga melihat kalau cowok itu memeluk adiknya yang menangis sambil memukulinya.