40

353 154 749
                                    

Setidak akurnya kakak beradik, pasti jauh di lubuk hatinya mereka menyimpan rasa saling sayang. Percayalah.

***

Pasya tersenyum cerah padanya. "Pintar juga kamu ceramahin mereka." Rika menepuk pelan puncak kepala gadis tersebut.

"Hehe, gak juga Tan." Pasya hanya terkekeh dan bersemu karena malu.

"Yaudah bantu Tante beres-beres, mau?" tawar Rika.

Pasya mengangguk sembari tersenyum.

Sekarang mereka berdua tengah berada di dapur, tempat pertama untuk mereka bersihkan. Biasanya Rika selalu membersihkan rumahnya sendiri, karena ia tidak mau menggajih asisten rumah tangga, padahal dulu Bisma sering kali menyuruhnya untuk memperkerjakan AR saja karena takut istrinya itu akan kewalahan.

Dari sebelum nikah dulu, Rika memang suka bersih-bersih. Maka tidak heran lagi kalau ia tidak merasa kecapean.

"Tan, Arga sama Nasywa itu ... Udah kenal lama banget, ya?" tanya Pasya memecah keheningan.

"Wah kamu panggil dia Nasywa, gak marah?" Rika terkejut.

Pasya mengidikan bahunya. "Entahlah, kemarin aku sempat kecoplosan manggil dia Nasywa tapi dia gak marah."

Rika mangut-mangut. "Berarti dia udah nerima kamu."

"Wah, gak nyangka."

"Gak nyangka bisa kawin ama Dion, ya?" goda Rika dan lagi-lagi pipinya merona.

"Bisa aja, Tante."

"Oh iya, Arga itu anak teman dekatnya Almarhum ayahnya Nasywa. Mereka dekat waktu kelas ... Em ... Sekitaran kelas 3 atau 4 deh kalau gak salah." Pasya mangut-mangut.

"Dari situ juga ayahnya Nasywa liat, kalau Arga itu orangnya baik banget, penyayang, dan perhatian gitu sama Nasywa."

"Terus? Mereka sekarang pacaran, Tan?"

Rika menggeleng. "Sebenarnya Tante sih setuju aja kalau mereka pacaran, tapi si Nasywanya yang ogah. Katanya gak mau pacaran karena dia sayang sama abangnya."

Pasya tertegun, takjub. "Mereka tuh saling sayang sebenarnya, tapi gengsi." Rika cekikikan.

"Iya, Tan, aku setuju ucapan Tante. Emang kadang gitu kalau sodara mah, kadang gak akur tapi sayang banget," ucap Pasya membenarkan.

Rika mengacungkan kedua jempolnya. "Beneeerrrr!!!"

Pasya terkekeh melihat kelakuan bundanya Azwa yang sama persis kelakuannya dengan anaknya itu.

Setelah itu mereka kembali meneruskan pekerjaan mereka untuk membersihkan yang lainnya.

"Bun."

Rika dan Pasya menoleh bersamaan. "Ya Allah, Dion!" Terkejut. Mereka langsung menghampiri Dion. "Kamu apain lagi adek kamu?!"

Rika terlihat risau begitu pula dengan Pasya. Baru saja mereka akur dan saling sayang dan sekarang Azwa sudah digendong Dion, entah gadis itu pingsan atau tidur.

"Aku bawa ke kamar dulu," jawab Dion dengan santainya, dibuntuti oleh Rika dan Pasya.

Di kamar, Dion dengan cepat menurunkan Azwa.

Plak!

"Dion! Dibanting gitu sih?!" Rika melotot ketika melihat Dion menaruh Azwa tanpa hati.

Dion menyengir. "Berat, Bun."

Rika langsung memeriksa suhu tubuh Azwa, karena gadis itu tampak tidak baik-baik saja.

"Cepat telpon Dokter! Badannya panas sekali," titah Rika.

Dion dengan cepat mengambil handphonenya dan menelpon Dokter.

"Kamu ini, diapain lagi sih adeknya?!"

Dion menggaruk-garuk tekuknya. Ia mendehem. "Nasywa kepeleset, Bun."

Pasya terkejut. "Kepeleset doang?" bisiknya di telinga Dion.

Dion mengangguk lalu membalas bisik, "Emang gitu orangnya ... Lemah."

Pasya memukul Dion. "Ish! Gak boleh gitu." Dion terkekeh.

***

"Gimana, Dok?" tanya Rika dengan mimik khawatir.

Dokter itu tersenyum ramah. "Tidak apa-apa, dia hanya pingsan karena terkejut."

Rika, Pasya, dan Dion bernapas lega. Untung saja tidak fatal sekali.

"Kalau begitu, saya pamit pulang."

"Biar saya antar, Dok," ucap Dion.

Rika dan Pasya bergerak mendekati Azwa yang katanya pingsan tadi.

"Haduuh, kebiasaan ini anak." Rika menyapu lembut dahinya.

"Em, emang suka gitu ya Tan kalau kepeleset?" tanya Pasya lugu.

Rika tersenyum, "Iya, lemah banget fisiknya." Pasya mangut-mangut.

Selang dari itu, terdengar suara erangan kecil dari Azwa. "Bun," panggilnya sembali memegang kepalanya yang sakit.

"Iya, Nak, Bunda di sini. Masih sakit?" tanya Rika, ia begitu senang melihat anaknya sadar.

Azwa mengangguk pelan.

Rika menghela pelan. "Untung kamu cepat sadarnya."

"Kalau enggak?" Azwa menaikan alisnya. Pasya pun tampak menunggu jawaban itu.

"Kalau enggak ... Ya gak bisa nanti besok kamu ikut Bunda."

"Ikut apa?"

Dion mendehem, ia baru saja kembali. "Dih sapi milkita udah sadar."

"Sewot aja bokong monyet."

PLEASE JANGAN MULAI LAGI!

"Bersyukur lo, kalau gak gue tolongin bakal mati lo!"

"Dih! Sok baik, nolongin orang juga biar dipandang baik 'kan lo?!"

Pasya dan Rika kebingunan melihatnya, mereka saling menatap bergantian.

"Lo-"

"DION!"

Plak!

"Aduh." Ia meringis, "Kenapa sayang? Kok nampar?"

"Udah dibilangin 'kan? Gak masuk di otak, hah?!" bentak Pasya. Lagi.

Dion memeluk Pasya tepat di hadapan Rika dan Azwa, cewek tersebut membeku. "Maafin aku," lirih cowok itu

Pasya langsung melepas pelukan itu. "Minta maafnya kok ke aku? Sama adek kamu lah!"

"Hehe, iya," cengirnya. "Maafin Abang ya, Dek." Dion merentangkan tangannya.

Tapi, Azwa malah memalingkan wajahnya. "Malesin."

Dion melotot. "Yeu, gue mau minta maaf ... Lo-nya begituan."

"Eh, Dion," panggil Pasya melembut seraya memicingkan matanya. Dion menyengir.

"Udah, biar Nasywanya istirahat dulu." Rika mengecup lembut kening Azwa.

Pasya dan Dion mengangguk lalu melenggang pergi duluan.

"Lain kali kalau jalan hati-hati, ya?" pesan Rila lembut.

Azwa tersenyum manis. "Iya, Bun."

Setelah itu Rika menutupkan badan Azwa dengan selimut, mengecup keningnya lagi lalu pamit keluar.

Azwa pun memejamkan matanya dan kembali beristirahat, karena besok ia akan ikut bundanya entah ke mana.

***

Halo?! Sesuai yang aku bicarakan kemarin, dan karena aku mood jadi aku tambahim partnya lagi. Harusnya di part kec- 40 ini ending loh sudah, tapi karena menurut aku terlalu singkat gitu yaudah deh aku tambahin 1 part lagi:))

Siap-siap yaa, nanti MALAM part TERAKHIR akan dipublish!!!  Tapi aku gak janji jam berapa, mwehehe. Tunggu aja yaa!!

SEE YOU AT THE LAST PART👋❤





Being One Is Complicated Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang