Bersedih hanya membuatmu semakin terpuruk.
***
"Nas, pulang sekolah bareng gue lagi!" titah Arga.
"Hm, emang tiap hari juga," Azwa mencibir pelan namun tetap saja suaranya masih bisa didengar Arga.
"Ya, emang lo harus pulang sama gue!" sahutnya.
Azwa tidak menghiraukan ia melangkah mendahului Arga. Melihat itu Arga sedikit mendecih. "Abang sama adek sama aja, sama-sama mengeselin!" geramnya.
"Ngeselin tapi lo sayang, kan?"
"Iyalah! ... Eh?!" Arga kaget tiba-tiba ada Reza yang dari tadi sudah ada disampingnya sejak kepergian Azwa tadi.
"Ha! Terciduk lo!"
"Kenapa?"
"Lo beneran sukakan sama Azwa, hahahah!" tawa Reza penuh kemenangan bisa mengibulin temannya yang satu ini.
"Bukan suka, tapi sayang karena dia memang sahabat gue, bodoh!" Arga melenggang menjauhi Reza.
Arga berjalan menyusuri koridor sampai ke ujung tepat kelasnya berada, Arga menaruh tasnya di tempat duduknya namun sekilas ia terkejut saat mengetahui bahwa Azwa tidak ada di tempat duduknya.
Ke mana?
Setelah menaruh tasnya Arga bergegas mencari Azwa yang entah di mana. Setiap tempat kesukaan Azwa ia datangi namum gadis yang tengah ia cari itu tidak ada. Sudah hampir seantero sekolah ia periksa tapi Azwa masih tidak kelihatan.
"Nanas! Nas, ke mana lo?" Arga terus berusaha menelpon Azwa tapi tidak diangkat oleh cewek itu. "Aarrgh!"
"Udahlah, Arga. Gak perlu dicari lagi itu bocah, toh dia cuma bisa nyusahin lo aja, kan?" sahut Chilla seraya berjalan angkuh mendekati Arga.
Arga menatap tajam lawan bicaranya saat ini. "Gak usah ikut campur lo!" tuntut Arga.
Chilla mendecih. "Masih aja lo perjuangin cewek yang gak tau diri itu, hah?!"
Plak!
Chilla memegang pipinya, terkejut atas perlakuan Arga barusan. Arga pun juga terkejut kenapa ia bisa-bisanya berani menampar seorang cewek?
"Sebenarnya gue gak bisa lakuin ini sama cewek, tapi karena kali ini ceweknya itu elo! Lo pantas dapat itu." Arga menatapnya emosi.
Saat ini Arga meruntuki perlakuannya, dia kabur tanpa basa-basi menuju rooftop. Hanya tempat itu satu-satunya yang belum dia datangi. Saat membuka pintu rooftop dilihatnya ada cewek berambut panjang bergelombang tengah duduk diatas pagar pembatas rooftop itu.
Arga menatap gadis itu dari belakang dengan tatapan menyelidik, ia seperti mengenal cewek tersebut.
"Nanas?" panggilnya
Cewek itu refleks menoleh ke belakang, ia terkejut melihat Arga yang sudah menatapnya dengan tatapan sangat tajam. Ia sangat takut sekarang.
"Ikut gue!" Arga langsung menarik tangan Azwa, kini Arga terlihat sangat marah tidak seperti biasanya.
Azwa terus meringis karena Arga mencengkeram pergelangannya sangat kuat. "Arga lepasin! Sakit Arga!" ia sudah tidak tahan lagi, kini air matanya sudah keluar.
Arga tidak mendengarkan itu, ia terus membawa Azwa ke kelasnya, dan setelah sampai Arga menghempaskan Azwa ke tempat duduknya. Seisi kelas terkejut melihat kejadian itu, kenapa Arga bisa semarah itu dengan Azwa?
Azwa tidak henti-hentinya menangis dan memegang pergelangan tangannya yang sangat merah dan perih. Ia terus menunduk tidak berani menatap wajah Arga yang kian berapi-api.
"SUDAH GUE PERINGATKAN, NAS! JANGAN COBA-COBA DATANG KE ROOFTOP! KALAU ADA MASALAH CERITA SAMA GUE! GAK USAH JUGA PERGI KE SANA! GUE NYARIIN LO DARI TADI!"
Azwa menutup mulutnya seakan tidak percaya bahwa yang didepannya ini adalah Arga. Arga yang biasanya selalu berkata lembut, tapi sekarang cowok itu membentaknya.
Arga menarik dagu Azwa, "Lihat gue Nas!"
Azwa memejamkan matanya erat, air matanya semakin deras mengalir. "Lo-
"Gue emang nyusahin banget ya orangnya, Ga." Azwa memberanikan diri balas menatap Arga. "Harusnya lo gak usah nyariin gue kalau itu bikin lo ribet."
"Nas." Arga menatapnya lembut. Emosinya mereda seketika mendengar ucapan Azwa. "Maaf, gue gak maksud bentak lo kayak tadi. Gue khawatir banget sama lo. Maafin gue, Nas." Arga memeluknya.
"Gak apa, Ga. Gue paham maksud lo. Sekarang lepasin gue." Azwa melepas tangan Arga yang memeluknya. "Gue butuh waktu sendiri dulu, Ga."
Arga mengacak rambutnya frustasi. "Arrgh!" Dia mengusap wajahnya kasar sambil mengembuskan napasnya. "Kasar banget sih gue!"
"Arga." Dia tersentak saat ada yang menepuk pundaknya. "Kenapa lo?" tanya Fero juga ditatap bingung oleh Reza.
"Lo sih kebiasaannya banget, dikit-dikit kebawa emosi aja lo. Harusnya lo ngertiin juga perasaan Azwa, tanya dulu kek tenangin dulu kek, lah ini main narik aja."
Arga melototkan matanya serta kepala yang dimiringkan sedikit. "Lo lihat?" Reza mendehem.
"Sampe Azwa kabur terus nemu cowok yang bisa tenangin dia terus dia kecantol, mati lo gak bakal bisa ketemu dia lagi." Fero mengompori.
"Bener tuh, apalagi kalau dia ngadu sama bang Dion. Bisa habis Lo."
Arga menatap mereka sinis. "Bener-bener lo pada, ya. Temannya lagi kesusahan malah dikomporin."
"Remember when pepatah said, Ga, Derita lo bahagian kita."
"Itu mah kata elo monyet." Arga menoyor kening Reza.
***
Kini Azwa sedang duduk dicafe yang berjarak sekitar sepuluh meter dari sekolahnya. Dia menyesap jus alpukat sambil memainkan ponselnya.
Dua puluh panggilan tidak terjawab dan spam chat dari Arga.
"Mau apa sih nih bocah. Udah tau gue ngeselin masih aja ditemenin masih aja dicariin." Azwa mendumel sendiri seraya membiarkan spam chat dari sahabatnya itu dan setelahnya ia menyibukkan diri dengan membaca buku novel yang ia bawa ditasnya.
***
Sumpah bingung mau ngetik apa, gak jelas banget nih cerita. Btw, mohon maaf ya gak sebagus cerita yang lain, hehe.
Love u all.