Berhati-hatilah dengan ucapan sendiri.
***
"Mending kalian pulang aja," usir Dion dingin. "Dan lo Arga, gue udah bilang jangan pernah berani dekatin Nasywa lagi, bukan?"
"Kalian, ada apa sih ini?!" Azwa menyahut karena ia bingung apa yang dikata oleh abangnya itu.
"DIAM!" bentak Dion, Arga, dan Fero bersaman membuat Azwa tertegun.
Azwa mundur perlahan menjauh dari pertengkaran ketiga cowok itu. Ia menarik tangan Rika. "Masuk aja Bun. Seram." Ia mengidik ngeri.
Azwa dan Rika pun pergi ke dalam dan memilih bersembunyi di kamar, sedangkan para lelaki tadi semakin gaduh.
"Kalian berdua lebih parah dari pada gue. Malah diam di rumah orang," tunjuk Fero pada Dion dan Arga.
Dion tercengang. Menatap Fero sinis. "Lah jelas gue di rumah dong. Orang ini rumah gue."
"Lo siapa sih?"
"Sok belagu sih lo! Gue Abangnya!"
SKAKMAT!
"Dan lo?" tunjuknya pada Arga.
"Gue calon suaminya!" dengan percaya dirinya ia mengakui itu sedangkan di sisi lain ia mendapat tatapan tajam Dion.
"Berhenti menghalu!"
BUGH!
Satu bugeman mentah mendarat di wajah ganteng Arga membuat cowok itu sedikit tersungkur kebelakang.
"Bang, kita bisa bicarakan dengan baik. Lo cuma salah paham."
BUGH!
Lagi. Dua bugeman mentah sudah di dapat Arga. "Lo bilang bicara baik-baik?" Dion sudah mengangkat kepalan tangan yang siap ia layangkan lagi.
"ABANG BERHENTI!" teriak Azwa dari dalam. Ia melihat semua, semua perlakuan Dion yang tidak senonoh pada Arga.
Dengan cepat Azwa mendatangi mereka. "Abang kenapa sih?! Harus banget mukulin Arga?!" Azwa menangis. Ia tidak tega melihat Arga yang terus dipukul seperti itu.
"Lo minggir aja! Bukan urusan cewek." Dion mendorong Azwa dan hendak melayangkan pukulannya lagi.
Arga hanya bisa diam. Toh ia memang berhak mendapatkan itu semua dari Dion. Dan Fero, ia hanya menjadi penonton sekarang. Ia tidak paham dengan akar masalah ini, siapa yang harus di salahkan dan siapa yang harus dibela.
PLAK!
"Abang jahat tau gak!" makinya lalu pergi ke kamarnya. Tangisnya pun kian deras.
Arga berniat ingin menyusul Azwa namun ia dicegat oleh Dion. "Mau ke mana, lo?"
Arga mendecih. "Lo pergi dari sini, atau gue bonyokin lo lagi sampai mati?" sinis Dion.
Arga dengan berat hati melangkah pergi. Ini semua, ia lakukan demi gadis kesayangannya itu.
"Lo ngapain dari tadi diam aja di sini? Pergi!" sinis Dion pada Fero.
Takut. Fero pun ikut pergi menyusul sang sahabat. Ia melihat Arga yang masih tidak bergeming di samping motornya.
"Sabar bro!" Arga menatap sinis Fero. "Wess, selow aja kali."
"Kenapa Nanas bisa ada sama lo?"
"Lo ke rumah gue, nanti gue ceritakan."
***
"Kapan Bunda pernah ngajarin kamu kasar sama orang?! Ada? Pernah?"
Hening. Dion tidak berani menjawab bahkan menatap pun tidak, ia hanya menunduk. Ini sudah puncak kemarahan Rika. Melihat anaknya yang secara ganas memukuli anak orng tanpa tahu alasan sebenarnya.
"Jawab Bunda! Apa masalah kalian?!"
Dion bimbang antara ingin menjawab atau tidak. Bundanya ini ... Aneh? Jika ia jawab maka akan dikatakan melawan, namun jika diam saja di kira tidak mendengar. Serba salah.
"Nasywa, cerita!" Rika beralih pada Azwa. Karena menurutnya hanya Azwa lah yang enggan untuk berani berbohong.
Azwa melirik Dion yang masih menunduk. "Waktu Arga di kamar lagi lipatin semua baju aku terus aku kaget karena Arga beresin pakaian dalam aku juga. Di situ aku ngamuk soalnya malu, Bun. Terus Abang datang marah-marah sama Arga soalnya Arganya aku bilang dia cabulin aku."
"Kok?" tanya Rika heran.
"Kan dia nyentuh CD aku, Bun."
"Gitu dong? Cuma gara-gara itu kamu mukulin dia, Dion?" tatapan mengerikan itu diberikan Rika pada Dion.
"Dion gak tau, soalnya kata Nasywa dia dicabulin," ungkap Dion lirih.
Rika menghela berat. Ia menggeleng melihat tingkah laku anak-anaknya yang aneh ini. "Dan cuma gara-gara hal sepele, kamu bikin anak orang bonyok! Apa kata orang tuanya nanti? Kamu mau dilaporkan ke polisi atas kasus penganiayaan?"
Dion menggeleng lemah. Ternyata, semua cowok pasti terlihat lemah jika sudah berurusan dengan sang ibu.
"Kamu harus minta maaf, bukan sama Arga saja namun harus bikin pengakuan sama orang tuanya nanti. Bunda gak mau anak Bunda dicap buruk oleh orang-orang."
Dion mengangguk, Azwa pun ikut mengangguk paham.
***
Sekarang mereka sudah berada di rumah Fero. Fero pun sudah bercerita apa alasannya pulang bersama Azwa.
Tanpa Fero minta, Arga pun menceritakan kronologi kejadian yang sebenarnya menimpa dirinya.
"Cuma itu, Ga?" Fero mengerutkan keningnya.
Arga mengangguk dua kali. "Menurut lo, siapa yang salah? Terus gue harus apa?"
Belum sempat Fero menjawab, Arga mengisyaratkan padanya agar nanti saja menjawab karena ia mendapat panggilan telpon.
"Ada apa?"
"Lo di mana? Gue ada di taman sekarang nungguin lo dari tadi," sahut seseorang dari telpon seberang.
"Ngapain nunggu gue?" Arga menaikan alisnya.
"Lo lupa ya?"
Tiba-tiba Arga mengingat sesuatu. "Iya, gue otw."
"Okey, see you dear."
Panggilan terputus. Arga kembali mengambil hoodie dan kunci motornya bergegas hendak menemui seseorang yang ada di telpon tadi
"Mau kemana lo?" tanya Fero penasaran.
"Ada urusan mendadak. Maaf, Fer. Nanti gue ke sini lagi."
Arga keluar dari rumah Fero dan mulai melajukan motornya di atas rata-rata.
***
Fyuuhh... Ngawur, gak nyambung banget perasaan deh:'( maaf kalo gak nge-feel yaa:')
Akan ada beberapa chapter lagi menuju ending:' sedih rasanya harus nyelesain ini:v
Kalian suka? Kalau gitu jangan lupa vote dan komen yaaa🐰❤