A Large Wall

822 83 26
                                    







Saat perjalanan menuju rumah sakit, tak henti-henti nya Hoseok mengusap kedua tangan nya dengan kencang lalu menempelkan nya ke wajah dan tangan Jimin gunanya agar Jimin sedikit lebih hangat, dia benar-benar dibuat bingung karena sebenarnya dia buruk dalam merawat orang yang sakit.



Bus pun berhenti setelah Hoseok memencet tombol merah di samping Jimin, mereka pun turun dari bus syukurnya hujan sudah berhenti yang kini hanya meninggalkan genangan air di setiap jalan, dengan susah payah Hoseok membawa tubuh Jimin dalam gendongan nya terlebih harus membawa dua tas ransel milik Jimin dan miliknya.


Saat sudah didepan pintu rumah sakit, dia berteriak meminta bantuan para perawat disana untuk secepatnya membawa brankar untuk membawa tubuh Jimin kedalam ruang pemeriksaan.


Jimin sudah mulai dapat penanganan, dan kini Hoseok sedang mencari sosok ibu Jimin, karena tidak mungkin dia mengurus semua hal yang terjadi pada Jimin sendiri.


Pikiran benar-benar kalut, dia sudah membawa dua orang ke rumah sakit yang berbeda, yang dia tanyakan dalam otaknya, ada apa dengan kedua orang yang dibawa nya hari ini, sejujurnya dia lebih khawatir mengenai Jimin, anak itu terlalu pintar menutupi masalahnya bagi Hoseok.































.

.

.

Hoseok benar-benar dibuat penasaran akan keadaan Jimin tapi dia tidak bisa sebab sebelumnya dia mengatakan jika ibu dari pasien akan datang dan dia tidak bisa mengetahui masalah yang menimpa Jimin karena dia hanya sekedar teman nya.


Hoseok pun masih menunggu kedatangan ibu Jimin, bermodal hoodie yang kebetulan masih kering didalam tas ransel miliknya karena kaos tadi cukup basah hingga dirinya memutuskan menggantinya, dia sebenarnya sudah teramat lelah bahkan tubuhnya kedinginan, tapi dia masih menunggu ibu Jimin, setidaknya sebelum dia pulang dia harus memastikan jika ada yang menjaga Jimin di rumah sakit.



15 menit berlalu, akhirnya ibu Jimin datang dengan langkah tenang nya, dan itu membuat Hoseok bingung karena sikap tenangnya padahal anaknya bisa dibilang dalam kondisi yang tidak baik.



Hoseok pun memberi hormat ke pada ibu Jimin dengan sedikit menundukan kepalanya dan memberi tahu jika dokter menunggunya, sebenarnya dia bisa saja pulang sekarang karena tahu sudah ada wali yang menemani Jimin.



Tapi dirinya masih berpikir-pikir, dia juga ingin mengetahui keadaan Jimin, adiknya. Walaupun dia dimata ibu Jimin hanyalah teman tapi dia tetaplah kaka bagi Jimin sendiri.




Hoseok melihat Jimin masih tak sadarkan diri, wajahnya yang masih terlihat pucat seperti saat dia menemukannya tadi, dia pun menghampiri Jimin dan berdiri di sebelah brankar dan menggengam salah satu tangan Jimin yang cukup mungil dari ukuran tangan miliknya, "Setidaknya kau sudah berjuang hingga sejauh ini," ucap Hoseok tanpa sebab kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Hoseok, seakan hatinya lah yang berbicara.




Hoseok pun berbalik badan, dia melihat ibu Jimin yang sedang menatapnya dengan tajam, dia pun mulai canggung dan salah tingkah, hingga dia pun memutuskan untuk menghampiri ibu Jimin, saat itu Hoseok benar-benar merasa atmosfer nya sedang tak nyaman.



Ibu Jimin pun masih memandang Hoseok dengan tatapan dingin dan tajam, "Terima kasih" kalimat itu yang Hoseok dengar dari ibu Jimin, dia pun yang tadinya menunduk sekarang mulai menatap wajah ibu Jimin.


"Terima kasih" ucapnya yang kedua kali, dengan mendorong bahu Hoseok dengan jari telunjuk nya, disini Hoseok pun terbingung, dirinya merasa sesuatu yang didalam hatinya sakit.

"Terima kasih" ucapnya kali ini yang ketiga kali, masih dengan mendorong bahu Hoseok dengan jari telunjuk nya, kini tubuh nya begitu lemas seakan tak mampu untuk menahan tubuhnya untuk tetap berdiri, hingga tubuhnya terjatuh di lantai yang dingin itu.


Setelah itu ibu Jimin pun berlalu pergi dari hadapan Hoseok dan menghampiri Jimin.

Hoseok sudah lama berada di panti asuhan tanpa kasih sayang orang tua terutama figur ibu yang sangat dia rindukan sekaligus dia benci, setidaknya dia masih diperlukan dengan baik, bahkan kasih sayang dari orang-orang panti masih bisa di dapat.


Tapi setelah mendapatkan perlakuan seperti barusan rasanya hatinya seperti dihantam kuat, tatapan itu seakan siap melubanginya kapan saja.


Terlalu larut dalam kesedih dengan semua yang terjadi, Hoseok pun bangkit dengan perlahan-lahan dan mengambil tas ransel nya setelah itu memutuskan untuk segera pulang tanpa berpamitan, hatinya melemah setelah mendapat perlakuan mengejutkan barusan.


Hoseok yang merasakan ini semua, dia mulai mengerti, jika ibu Jimin memberi batasan seperti tembok yang besar dan tinggi untuk dirinya, dia tidak tahu mengapa tapi dia cukup merasa bersedih atas perlakuan tadi diperlukan seperti rendah, tapi kenapa, itu lah yang dipikirin Hoseok selama keluar dari rumah sakit.
































.

.

.

Ibu Jimin masih menatap wajah putranya yang masih tak sadarkan diri, kini suhu tubuhnya sudah mulai normal tak sedingin tadi, diam-diam sang ibu memberikan usapan pada surai sang anaknya, "Kau selalu sendiri selama ini, dan itu seperti memang takdir mu, maafkan eomma, tolong pahami keadaan eomma dan appa Jimin-ah," ucap Ibu Jimin yang masih menatap anaknya.


"Permisi nyonya, ini anda bisa tanda tangani ini dahulu," ucap salah satu perawat dengan menyodorkan papan dengan kertas diatasnya, ibu Jimin pun mengambil papan itu dan memberi tanda tangan diatas kertas tersebut lalu membalikan nya kepada perawat tadi.


"Terima kasih, mohon untuk biayanya bisa anda bayar di tempat administrasi," setelah mengucapkan itu perawat itu pun berlalu pergi.

"Mohon mengertilah dan berhenti membuat masalah," ucap lirihnya kepada sang anak, lalu dia membawa barang miliknya yang berupa tas lalu pergi meninggalkan Jimin.


Saat itu juga Jimin dibawa ke suatu ruangan dengan menggunakan brankar nya, dan sepertinya takdir akan membuat Jimin hancur lebih dalam.







































Mamanya Jimin disini jahat banget ga sih? Tapi gimana lagi aku ngikut Bighit selama ini.

Makin kepo ga? Makin kepo ga? Hehe....

Jangan lupa VOTE ya, vote ga bikin rugi kalian kok, hargai aku bisa kan? 💜💜

The First MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang