29

4.3K 562 17
                                    

"Itu siapa?" tanya Seokjin pada akhirnya

Fiuh. Lega sekali rasanya, meskipun ada kemungkinan tidak dijawab, setidaknya dia sudah bisa melepaskan pertanyaannya yang selama ini ditahan

Namjoon menegang. Tanpa sadar lelaki itu berjalan mendekat ke arah sebuah foto yang memang sudah lama dia pasang di meja kerjanya sendiri, sebagai pengingat serta penyemangat. Terkadang Namjoon suka mengusap foto tersebut jika dia dalam keadaan penat namun tidak bisa diungkapkan pada siapapun

 Terkadang Namjoon suka mengusap foto tersebut jika dia dalam keadaan penat namun tidak bisa diungkapkan pada siapapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hyung... benar-benar ingin tau?"

Dari nada dingin yang terdengar sebenarnya Seokjin sedikit gentar dan ingin menarik kalimat pertanyaannya tadi, tetapi dia masih ingin tau. Kenapa Namjoon menjadi dingin, baik Seokjin memaklumi jika benar itu adik Namjoon yang telah tiada. Tetapi kenapa harus seperti masih terpuruk? Seakan dia adalah seorang pembunuh

Tunggu. Apa?

Seokjin berjalan tanpa suara ke arah Namjoon yang masih mematung seraya menatap bingkai foto berisi gadis cilik nan ceria tersebut. Dia tanpa aba-aba memeluk Namjoon dari belakang, merengkuhnya meskipun terdapat sedikit perbedaan tinggi diantara mereka

"Hyung..."

Seokjin mendusel pada punggung Namjoon dengan tangan melingkari perutnya, rasanya... nyaman. Seperti merasakan kehangatan yang teramat nyata dan sudah dinantikan selama ini

"Hyung kenapa?" Namjoon berbalik seraya menangkupkan tangannya pada wajah Seokjin

Seokjin menggeleng, lalu merengkuh Namjoon lagi. Dia menerapkan hal yang biasa membuatnya kuat saat sedang jatuh, yaitu pelukan. Sedari dulu Seokjin ingin sekali dipeluk seperti ini saat dirinya sedang dalam kondisi yang tidak baik, bukan malah dicecar berbagai macam pertanyaan.

Hanya pelukan.

Namjoon mengusap surai harum di hadapannya, tangannya bergerak sendiri. Hatinya menghangat, namun disisi lain ingin menangis.

Dia sendiri tidak tau perasaan macam apa yang menyerang dirinya.

"Kau boleh menangis, tak apa. Aku temani hingga pagi"

Setelah ucapan itu, Namjoon merengkuh Seokjin dengan lebih erat. Bahunya bergetar dengan isakan kecil, namun Seokjin tidak keberatan. Rasanya memang ini hal yang benar dan harus dilakukan

Tangannya mengelus punggung tegap Namjoon yang kali ini terasa serapuh kayu lapuk, bukannya bermaksud menyamakan Namjoon dengan kayu. Tetapi seperti Namjoon kembali menjadi anak kecil dan mengadu pada ibunya, dia membuka diri dan menunjukkan kelemahannya pada Seokjin. Tidak peduli Seokjin akan menertawakannya atau malah menyerangnya dengan kelemahan itu, tapi Namjoon meyakini ini hal yang benar

"Maaf... Hyung, ingin duduk di sofa?"

Seokjin mengangguk, tanpa kaya mereka berpindah.

"Kalau kau tidak ingin bercerita tidak apa, kita bisa bersantai saja disini sambil mendengarkan kau bermain alat musik" ujar Seokjin berusaha mencairkan suasana

"Hyung pasti kaget... aku cengeng seperti ini"

"Hei, tidak kok. Pasti ini sudah luka lama dan kau menahannya sendiri, jadi saat tombol nya tidak sengaja tersentuh kau menjadi sensitif dan peka sehingga tidak dapat mengontrol diri sendiri"

Namjoon menghela nafas, tangannya menepuk paha "Hyung aku ingin memeluk sesuatu... yang hidup"

Jujur saja Seokjin sempet meragu, tetapi melihat jejak air mata Namjoon yang masih segar dia memutuskan meladeni saja apa yang diinginkan lelaki ini.

Setelah Seokjin sudah duduk, Namjoon segera merengkuhnya dari belakang.

"Dulu aku 3 bersaudara. Kim Namjoon, Taehyung dan Sejeong" mulainya seraya meletakkan kepala pada bahu Seokjin

"Kim Sejeong adalah jenis anak cantik dan ceria yang akan membuatmu betah memandangnya, awalnya aku sempat lupa insiden ini. Entahlah, mungkin karena aku selalu menyalahkan diri sendiri karena tidak dapat menjaga Sejeong saat itu. Lalu, saat aku tidur di tempat hyung, semuanya kembali terbuka. Mungkin karena tempat hyung nyaman sekali seperti rumah, dan aku memutuskan untuk memberitahu hyung sekarang."

Seokjin mengusap lengan Namjoon perlahan, tanda dia masih mendengarkan.

"Jika diingat kembali, saat itu memang sedang ada acara dirumah nenek ku jadi para saudara jauh berdatangan. Sejeong, Taehyung, dan aku awalnya bermain hingga Taehyung disuruh mandi dan aku yang mengambilkan potongan semangka untuk Sejeong. Kejadiannya begitu cepat, saat aku kembali semua orang sudah berteriak histeris di halaman rumah. Aku yang masih memegang semangka segera berlari ingin tau, dan hyung tau? Adikku, Sejeong kesayanganku sudah tiada. Entah bagaimana, yang jelas mobil jeep salah satu kerabat mengenai tubuh kecil Sejeong yang kala itu mengenakan gaun kesayangannya, yang mirisnya juga terakhir kali dia mengenakannya. Aku tidak ingat milik siapa mobil tersebut, hingga kemarin aku melihatnya kembali dengan jelas"

Seokjin merasakan tengkuknya meremang saat Namjoon berujar dengan nada yakin namun seperti mendendam. Dia mencengkeram lengan Namjoon tanpa sadar

"Mobil itu, milik Kim Seolhyun"


















**
Sorry for Seolhyun fans, aku tiba tiba kepikiran aja soal orang ini :"

Producer Kim •Namjin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang