2. Kenapa Blu? Chapter 01

53 10 2
                                    

Seorang bocah kecil perempuan turun dari mobil dengan memeluk erat sesuatu. Bocah kecil tadi dengan langkah yang gontai mengikuti kedua orang tuanya melangkah masuk kedalam rumah besar diseberang rumah nya. Mobil yang tadi ditumpangi bocah kecil itu ternyata membawa barang yang sangat banyak di bagasi. Ia sudah bisa memprediksi dengan otak kecilnya yang cerdas itu,

Pasti tetangga baru yang kata Bunda itu.

Ia ingin segera masuk kedalam rumah. Berniat memberi tahu Bunda bahwa tetangga baru nya sudah datang. Namun yang dilakukan justru sebaliknya.

Dengan langkah penasaran Ia mendekati sang bocah kecil tetangga baru itu tatkala matanya menangkap gestur tidak nyaman yang terpancar dari bocah kecil ketika menghampiri orang tua nya dibagasi mobil. Mulut bocah kecil itu tampak menggumamkan sesuatu yang tidak mampu didengar olehnya. Setelah itu sang Ayah menepuk pelan kepala si bocah kecil sambil tersenyum. Dan ajaib! Bocah kecil yang awalnya tampak murung itu langsung menunjukan senyum yang membuat kedua matanya menyipit.

Bocah kecil yang cantik.

Langkahnya tergesa menghampiri si bocah. Ketika sampai dihadapan sang bocah kecil, tidak ada yang bisa dilakukannya selain tersenyum menunjukan deretan gigi yang belum rata. Ia yang masih duduk dibangku SD kelas satu menebak-nebak,

Kira-kira berapa yaa umur si bocah ini?

Rambutnya tergerai panjang. Tingginya hampir sama dengannya, walau jelas lah masih tinggi dia. Matanya yang bulat akan menyipit jika tersenyum. Senyumnya yang cantik akan menciptakan lesung yang tidak terlalu dalam di pipi kanan. Ia berani bertaruh, jika bocah kecil ini pasti akan menjadi bocah tercantik di komplek kelak.

Terlalu speechless, Ia justru tak mampu bersuara untuk sekedar menyapa. Bocah kecil tampak bingung. Ia semakin bingung. Yang terjadi setelah keduanya bingung adalah Ia yang malah berlari menuju rumahnya tanpa berpamitan. Ia juga bingung apa motifnya tadi mendekat ke bocah kecil.

Bunda yang sedang didapur menggeleng lembut ketika matanya yang teduh menangkap kehadiran anak sulungnya yang tiba-tiba dengan keadaan ngos-ngos an. Bunda dengan segenap kepekaan berjalan ke arah nya dengan membawa segelas air putih yang detik selanjutnya akan ludes diteguk olehnya.

"Kenapa, bang? Habis kejar-kejaran sama Dhyo?"


Ah yaa, Ia lupa memperkenalkan. Dikompleks ini tidak banyak anak seusia dengannya. Selama Ia tinggal disini, Ia hanya menemukan Dhyo yang benar-benar seusia dengannya. Selainnya ada Clara tapi Clara ini setahun lebih muda. Ada anak Om Andre, namanya Ikal. Tapi Ia tidak suka berteman dengan Ikal, karena Ikal nakal.

Begitulah anak kecil, bukan? Ketika nakal bisa dengan mudahnya menjadi alasan untuk tidak berteman.

"Bukan Bun. Byan lari gara-gara mau ngasih tahu Bunda kalau tetangga baru kita itu udah dateng. Baru aja." Mendengarnya membuat Bunda tersenyum antusias.

"Kalau gitu nanti malam kita main kesana ya, bang. Kebetulan Bunda lagi masak enak." Begitulah Bunda.

Beliau terbiasa welcome dengan orang baru. Selalu ramah pada siapa saja alias tak pandang bulu. Itulah kenapa satpam komplek sangat baik kepadanya, mungkin karena Bunda sering memberi sebagian masakan untuk dibagikan ke satpam komplek. Satpam komplek yang malang kata Bunda. Baru saja punya anak tapi ditinggal wafat oleh sang istri. Nasib baik Bunda bertahan ketika melahirkan Abil, adik perempuannya yang nanti Ia ketahui ternyata seusia dengan bocah kecil itu.

"Oke sip, Bunda."

Yang nanti malam pokoknya Ia harus berhasil menyapa si bocah. Sebelum keduluan sama Ikal cs yang nakal itu.

Hemm..

-

Esok harinya, Byan sudah siap dengan seragam merah putih yang masih baru. Maklumlah Ia kan baru saja masuk SD semester silam. Byan duduk di teras rumah sambil memakai sepatu sampai Bunda datang dengan membawa menu sarapan tadi.

"Bunda mau kerumah tetangga baru sebentar. Byan jadi mau ikut nggak?" tawar Bunda yang dibalas anggukan mantap dari Byan.

Sebenarnya semalam niat baik ini sudah mau dilakukan Bunda, tapi sengaja Bunda tunda karena mengingat si tetangga baru yang mungkin sudah beristirahat karena kecapekan berberes barang.

Rumah besar dengan pagar kayu yang hampir mirip dengan milik Byan. Ukuran rumahnya pun hampir sama dengan rumah milik Byan. Sepertinya memang sama. Baru saja Bunda hendak menekan bel yang berada di samping pagar, seorang perempuan yang sudah cukup dewasa keluar dari pintu dengan menggenggam sapu ditangan. Tatkala perempuan tadi melihat Bunda, senyum nya terulum manis. Perempuan itu memiliki wajah aksen jawa yang kental. Kulit sawo matang dengan senyum yang manis.

Dengan sigap perempuan membukakan pintu pagar besar untuk Bunda dan Byan.

"Assalamu'alaikum mbak. Saya tetangga depan, rumah saya yang itu." ucap Bunda sambil menunjuk rumah yang berada di seberang pas rumah ini.

"Kemarin saya lihat tetangga baru ternyata sudah datang. Ini saya ada sedikit makanan, anggap saja salam sapa selamat datang dari keluarga kami." lanjut Bunda.

Perempuan tadi mengembangkan senyum dengan menampakan deretan gigi nya. Senang. Tangannya terulur menerima sarapan dari Bunda.

"Makasih bu. Saya Sekar, tapi saya cuma rewang disini. Bapak Ibu udah berangkat kerja dari habis subuh, tadi katanya mau ada rapat diluar kota. Maaf jadi nggak bisa nyapa keluarga Ibu duluan." kata Sekar dengan intonasi penyesalan yang kentara.

"Panggil saja saya bu Maya. Nggak papa mbak Sekar, sepertinya tetangga baru saya ini orang yang cukup sibuk ya? Oh iya, perkenalkan ini Byan. Anak sulung saya. Mungkin nanti mbak Sekar bakal sering liat Byan main di depan rumah." Bunda dan mbak Sekar berjabat tangan.

Perkenalan yang khas di Indonesia, bukan?

Mbak Sekar menatapnya, lalu tersenyum lagi. Byan yang sudah khatam sopan santun itu tanpa disuruh pun sudah mengulurkan tangan. Lalu mencium punggung tangan mbak Sekar seperti jika mencium tangan Bunda.

"Ada Bunga di dalam. Biar Sekar panggil dulu, silahkan masuk bu Maya. Maaf rumahnya baru aja saya mulai sapu." pintu pagar besar dibuka mbak Sekar lebih lebar.

Tadi apa katanya?

Ada bunga?

Apa mbak Sekar mau memberi Bunda bunga?

Bunda dan Byan mengikuti langkah mbak Sekar. Belum juga sampai ruang tamu, bocah kecil incaran Byan muncul dengan muka bantal. Yang kali ini bocah kecil tidak menggenggam sesuatu apapun. Byan melempar senyum untuknya yang justru dibalas dengusan kecil oleh bocah kecil.

"Ini anak Bapak Ibu, bu Maya. Namanya Bunga." mbak Sekar memperkenalkan bocah kecil itu pada Bunda. Bunga mendekat ke arah Bunda dan menyalimi tangan Bunda sama seperti ketika Ia salim dengan mbak Sekar.

"Bunga, tante." umurnya mungkin seperti Abil, adik Byan. Tapi dari cara Bunga berbicara seperti anak yang sudah terlatih sosialisasi nya.

Terjadi sedikit percakapan antara Bunda dan Bunga juga mbak Sekar. Ia memilih pulang duluan karena mengingat sudah tiba jam dimana Ia harus berangkat sekolah. Ayah dan Abil pasti sudah menunggu.

Sebelum benar-benar pergi dari rumah Bunga, Byan melirik sekali lagi. Membahasakan sesuatu lewat tatapan matanya.

Nanti pulang sekolah main ya.

Tak kasat mata, namun Byan yakin Bunga tadi mengangguk kecil.

BLU.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang