7. Hari Tanpa Firasat

40 7 1
                                    

Sebuah pemandangan langka saat menyaksikan kedua orang tua itu duduk santai sambil bercengkerama dimeja makan keluarga miliknya. Blu yang menyaksikan hal tersebut dari tangga reflek menarik sudut bibirnya dan berhasil menciptakan seulas senyum. Dilihatnya juga mbak Sekar yang ikut asyik menanggapi ucapan Papa. Entah apa, Blu tidak cukup mendengarnya dengan jelas. Tapi apapun itu, bisakah hal sederhana ini bertahan lebih lama?

Blu cepat-cepat nenghilangkan pikiran egoisnya. Sisi malaikat Blu mencuat. Menyuruh Blu senantiasa mensyukuri sekecil apapun hal yang terjadi dalam hidup. Blu menghela nafas panjang untuk kemudian melangkah mendekat kesumber kehangatannya pagi ini.

"Wah wah, jarang banget Mama lihat Bunga pakai seragam gini. Ternyata anak kita udah gadis, Pah."

Belum saja Blu bersuara, Mama sudah mengambil alih. Memuji Blu yang tampak berbeda dengan seragam osis SMP. Blu maklum. Karena biasanya Papa dan Mama akan berangkat kerja pagi sekali, bahkan sebelum sang mentari berangkat melaksanakan tugas. Perusahaan milik Papa memang sedang dalam masa menuju jayanya kembali setelah dua tahun belakangan ini mengalami sedikit kerugian karena wafatnya Eyang kakek. Dan Papa sebagai anak sulung merasa menanggung semua beban yang menyangkut keberlangsungan perusahaan.

Alih-alih tersinggung dan marah, Blu justru tersipu mendengar pujian Mama.

"Semakin dewasa anak Papa ini semakin kelihatan cantik aja." Papa malah ikutan memuji Blu. Membuat pipi Blu semakin panas karena menahan senyum salah tingkah.

"Apaan sih Pah, Bunga itu dari lahir udah cantik. Iya kan Mah?"

Mama yang sedang mengambil nasi mengangkat bahunya. "Emang iya, Bung?"

Blu mengerutkan bibirnya sebal.

"Tapi pak, non Bunga ini ya belum punya pacar sampai sekarang. Kayaknya semua orang tahu nya non Bunga pacaran sama den Byan deh," lapor mbak Sekar yang membawa udang crispy favoritnya berjalan mendekat ke meja makan.

Blu melototkan mata nya kepada mbak Sekar. Kode keras untuk menyuruh mbak Sekar bungkam. Namun, yang dilakukan gadis jawa tulen itu justru cekikian nggak jelas.

"Bunga pacaran sama Byan?" tanya Papa santai sambil menatap Blu.

"Gak lah Pah. Byan itu sahabat Bunga." jawab Blu yang didukung oleh anggukan mbak Sekar.

"Iya pak, den Byan udah kayak majikan saya sendiri saking deketnya sama non Bunga."

Mama terkekeh kecil mendengar penuturan mbak Sekar.

"Kayaknya Mama harus silaturahim ke rumah Bunda Byan abis ini. Udah lama gak nyapa keluarga Byan." kata Mama yang sukses membuat senyum Blu pagi ini semakin lebar.

"Mbak Sekar, tolong siapin makanan yang pantas ya buat saya bawa ke rumah Byan." perintah Mama yang dibalas anggukan semangat dari mbak Sekar.

"Papa nggak sekalian silaturahim sama om Surya?" tanya Blu pada Papa yang sibuk mengupas kulit pisang.

"Papa udah ketemu sama Surya dimasjid tadi subuh. Sempet joging bareng juga." balas Papa ringan yang membuat hati Blu semakin penuh.

"Kok bisa joging bareng? Kok gak ajak Bunga sih?" Blu pura-pura mengambek.

"Ya tadi pas jalan pulang dari masjid, Surya ngajak Papa joging muter komplek. Papa iyain aja, setelah Papa pikir-pikir ternyata sekarang Papa jarang banget olahraga." ujar Papa seraya menyuap pisang yang sudah selesai dikupasnya.

"Awas ya Pah, besok-besok kalau joging lagi pokoknya harus ajak Bunga." ancam Blu.

Alih-alih Papa mendelik karena ancaman Blu, pria itu justru mengusap puncak kepala Blu lembut sambil terkekeh mengiyakan.

BLU.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang