4. Dia itu Byan

51 9 6
                                    

Byan memarkirkan sepeda motor miliknya di area parkir yang masih tampak lenggang. Byan melirik jam tangan dipergelangan tangan kirinya seraya menghela nafas .

Pantas saja.

Jam ditangan nya masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Biasanya murid-murid akan berdatangan lima belas atau sepuluh menit sebelum bel masuk kelas berbunyi. Dan biasanya, Byan termasuk dalam rombongan tersebut. Selalu mendapati area parkir yang sudah padat terisi.

Mereka memang masih SMP, tapi mereka yang sudah diberi kartu layak mengemudi oleh sekolah diizinkan membawa motor. Dengan catatan hanya untuk digunakan pada jam sekolah, diluar itu sekolah tidak bertanggung jawab.

Byan menyampirkan tas hitam ringan di bahu kanannya. Sambil melangkah berjalan menyusuri halaman sekolah yang masih sepi Ia mencoba menghubungi Blu. Sekedar untuk iseng saja. Rasa nya tidak seru jika tidak melihat gadis itu menggerutu sebal.

P

Kirimnya setelah selesai mengetik satu huruf 'sapaan' yang kini sedang tren di Indonesia. Blu pernah mengomel karena Vina —sahabat Blu— yang secara tiba-tiba memberinya pesan berupa satu huruf tersebut. Blu memiliki nama yang cukup mudah untuk diketik, kenapa memilih mengetik satu huruf yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan sapaan? Dan sekarang Byan melakukan hal yang Blu sebali.

Ternyata, seorang Blu berefek besar pada Byan.

Byan terkekeh renyah melihat dua centang whatsapp nya yang semula abu menjadi biru. Ia langsung bisa membayangkan muka sebal Blu. Tak butuh waktu dua menit untuk Blu membalas pesan nya.

Awalnya typing tapi tak kunjung ada pesan masuk. Sial. Byan menggerutu ketika sadar bahwa profil Blu yang menghilang. Zonk. Maksud hati ingin membuat Blu kesal malah dia sendiri yang kesal. Gagal sudah mengerjai Blu.

Sebuah lengan datang tiba-tiba merangkul Byan. Sontak membuat Byan yang jika tidak bisa menjaga keseimbangan akan berakibat dengan menjatuhkan ponsel dari genggaman.

"Sepagian ini udah dateng aja lo" Ya, siapa lagi kalau bukan si tukang rusuh, Dhyo.

Hubungan Byan dengan Dhyo bahkan lebih berumur daripada dengan Blu. Mama Dhyo lah yang menemani Bunda melahirkan Byan. Maka jangan heran jika mereka sedekat itu.

"Gue abis nganter Blu, harus MOS soalnya." jawab Byan jujur.

Bagi Byan tak ada yang perlu ditutup-tutupi dari Dhyo. Terlebih cuma hal sekecil ini.

"Gue kira Bunga bakalan sekolah sini. Ternyata penurut juga ntu anak sama keinginan orang tua." ucap Dhyo menanggapi.

Blu memang sudah bertekad bulat ingin menggugat Mama nya atas keputusan sepihak terkait sekolah SMP Blu nantinya. Papa nya cenderung diam. Kode nyata sekali jika Papa nya akan setuju dengan apapun keputusan Mama. Tapi cepat-cepat Byan tenangkan. Ia tidak ingin membuat Blu durhaka pada orang tua. Sekalipun kadang Blu merasa orang tuanya lah yang durhaka padanya. Bisanya mengatur saja. Disupport dengan nasihat Bunda yang menyuruh Blu berbakti akhirnya Blu bisa menerima keputusan Mama nya dengan lebih lapang dada.

"btw Yan, temenin gue ngantin yuk. Laper banget gue." dan dialah Dhyo.

Murid dengan catatan tidak pernah terlambat masuk sekolah. Bukan karena Dhyo goodboy. No, Dhyo sama sekali tidak goodboy. Tapi untuk urusan meninggalkan rumah, Dhyo memang jagonya.

Karena jam dinding kantin sudah menunjukan setengah tujuh lewat sepuluh jadi keadaan kantin sudah mulai ramai. Kebanyakan dari mereka akan membeli kebab isi nasi atau nasi goreng yang kemudian langsung dibawa ke kelas.

"Lo kemarin di chat Elsa kagak, Yan?" tanya Dhyo disela makan bakso jumbonya.

Mata Byan seketika mendelik, "Oh jadi elo yang nyebarin nomer whatsapp gue."

BLU.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang