*Berhubung dua bagian di bab ini sensasinya akan sangat berlawanan, maka nggak akan ada rekomendasi lagu. Kecuali kalian mau mengganti lagu saat peralihan konflik dan aku tau itu bakal sangat mengganggu. Jadi cukup baca saja untuk kali ini.
|18 Mei 2020|
Coba deh bacanya yang serius. Siapa tau nagih dan bikin penasaran💞
________
Aku punya banyak rute untuk mencintai makhluk sepi sepertimu
Tak masalah kalau harus tersesat sebab disiasati hening bertubi-tubi
Bukannya kau ada di setiap konstelasi dan aku bebas memilih?
________Hening. Sunyi. Senyap.
Tiga gadis berpiama itu seperti dikutuk menjadi gundukan-gundukan batu. Jennie dan Gresa menajamkan penglihatan, seolah satu kedipan saja bisa membuat mereka ketinggalan banyak adegan penting.
"Ya."
"Ya?"
"Ya? Dia bilang ya? Aaahhh!!!"
Sontak Jennie dan Gresa berpelukan.
Mudah saja bagi Juni menemukan keterusterangan pada orang lain, namun mencari-cari kejujuran dalam diri sendiri rasanya begitu sukar. Kendati tanda-tanda itu datangnya seperti udara, Juni tetap harus berpikir ulang. Memutuskan untuk menyukai seseorang bukan perkara melintas di jalan tanpa hambatan. Juni harus siap dengan segala konsekuensinya.
Apakah dia benar-benar menyukai Ajun atau tidak. Apakah perasaan tak mau jauh ini lantaran baper atau karena memang suka. Dan jawabannya 'ya'. Juni menyukai Ajun. Awalnya Juni memang hanya sebatas naksir, tapi terhitung dari jam delapan malam tadi, semua berubah. Everything has changed.
"Gue suka sama Ajun. Entahlah, perasaan gue udah kayak anak krakatau yang tumbuh dalam semalam."
"Uuuhh, so sweet," Jennie sampai menggigit-gigit ujung bantal saking gemasnya.
"Gue lihat sendiri Jen, Gres, cowok yang namanya Gara itu nginjek kacamata gue."
"...emang sialan tu cowok. Mukanya aja yang baby face kayak oppa-oppa Korea, tapi kelakuannya, ya Tuhan, kayak preman pasar. Gak ada akhlak sama sekali. Dipikir gue bakal klepek-klepek apa sama dia? Najis!"
Jennie dan Gresa membiarkan Juni menyuarakan kekesalannya pada cowok bernama Gara yang katanya sangat mirip dengan Cha Eun Wook. Ya, akhirnya Juni memang mengingat nama aktor itu.
"Gue juga lihat muka Ajun sampai merah waktu denger Gara ngomong hal-hal nggak bener soal gue. Entah kenapa, entah kenapa nih ya, ini cuma...apa ya, dugaan mungkin. Kayaknya Ajun nggak pengen banget gue direndahin sama Gara. Dan ajaibnya lagi, Ajun malah ngaku kalau dia yang mecahin kacamata gue. Padahal kan, gue tau bukan dia," nada bicara Juni memelan di kalimat terakhir.
Juni menyesal. Andai ia tahu akting marahnya bakal berujung marah beneran dari Ajun, ia tak akan pernah melakukannya.
Selepas sesi curhat ditutup dengan deklarasi perasaan Juni, ketiga cewek itu memutuskan untuk tidur. Selain karena sudah sangat larut, tak ada lagi yang bisa mereka kerjakan.
Lampu kamar dimatikan atas permintaan Gresa. Dua teman Juni sudah terseret arus mimpi saat Juni justru masih sibuk mengubah posisi berulang kali. Ia tak bisa tidur. Tidak sebelum mendapat maaf dari Ajun.
Akhirnya Juni memilih bangun dari tempat tidur. Jalannya mengendap, pelaan sekali. Diraihnya gitar berwarna coklat susu di sudut ruangan lantas keluar tanpa menimbulkan suara.
Juni sempat terkejut saat berpapasan dengan ayahnya yang sama tengah mengendap-endap.
"Ayah udah pulang?" tanya Juni nyaris berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Katastrofe [End]
Teen FictionKatastrofe pertama Juni terjadi tujuh belas tahun selang kelahirannya sebagai bulan yang menahtai hari-hari cerah. Para pewaris Gerodito telah datang. Ibarat satu formasi, Ajun dan Awan adalah guruh dan hujan yang kompak mengacaukan teriknya dataran...