*Sebelum membaca bab ini, dimohon kepada para pembaca untuk menyiapkan mental dan mencari tempat ternyaman. Ini peringatan, jangan dianggap sepele atau kalian akan merasakan sendiri efeknya.
|1 Juni 2020|
Coba deh bacanya yang serius. Siapa tau nagih dan bikin penasaran.
Playing now [Best Part - Daniel Caesar ft. H.E.R]💞________
Aku tidak sedang membisikkan kata-kata romantis, hanya mengungkapkan apa yang perlu kau ketahui.
________
"Iya Ma. Mama tenang aja pokoknya."
Ajun menempelkan ponsel ke telinga dengan tangan kiri sementara tangan kanannya menyorong troli berisi koper-koper besar. Matahari yang mulai condong ke barat kian mempercepat langkahnya.
"Hm? Apa? Awan? Tenang aja Ma. Udah paling bener Mama masrahin dia ke Ajun dan bukannya Ajun ke dia. Awan bener-bener– ck, you know lah Ma. Kayak bayi," adu Ajun dengan suara melirih di kalimat terakhir.
"Gue denger," ujar Awan datar dan tak peduli.
Ajun tersenyum sinis sebelum kembali memusatkan pendengaran pada suara di seberang. Sejak di Michigan, Awan keranjingan dengan game online. Siang dan malam dihabiskan Awan untuk memelototi layar ponsel. Bahkan di keramaian bandara seperti ini, Awan masih sempat-sempatnya berjalan sambil bermain.
"Haha, iya Ma. Dari tadi ngrengek minta rendang. Abang apaan coba?" Ajun menjeda untuk melambaikan tangannya pada perempuan berkaki jenjang yang menyambutnya dari kejauhan, "hei!"
"Udah dulu ya Ma. Nanti Ajun telepon lagi."
Ajun mematikan sambungan dan mengantongi kembali ponselnya. Baik dirinya maupun perempuan tadi sama-sama memperkecil jarak. Dan seperti yang Ajun katakan, Awan hanya mengekor sepatunya. Persis seperti balita yang ikut ke mana pun orang tuanya pergi.
"Welcome back, boys!"
Perempuan itu menghambur ke dada Ajun. Bulu matanya yang lentik ikut merebah saat dibawa terpejam. Ajun balas merengkuhnya dengan sebelah tangan. Ajun tersenyum, untuk kesekian kali dalam berbagai bentuk senyumam. Seakan bisa kembali setelah berminggu-minggu jauh dari rumah adalah satu-satunya alasan bagi Ajun untuk bahagia, hari ini.
"Ayolah Kay, kayak udah bertahun-tahun aja. Baru juga dua bulan," kelakar Ajun sambil menepuk-nepuk punggung Kayla.
"Tetep aja. I miss you so bad, Jun. Seneng baget denger operasi Papa kamu berjalan lancar."
"Berkat dokter cantik sepertimu, kan?"
Ajun mencolek dagu Kayla hingga membuat perempuan itu tersipu-sipu.
"Awan?" Kayla mengalihkan perhatiannya setelah puas mencubiti perut Ajun.
Awan tersenyum kikuk. Sudah sejak lama ia menyimpan ponselnya supaya bisa memeluk Kayla seperti yang Ajun lakukan. Tapi hubungannya dengan Kayla tak sebaik hubungan perempuan itu dengan kembarnya.
"Come here!"
Dengan ragu-ragu Awan mendekat, namun Kayla lebih dulu menyongsongnya dengan sebuah peluk. Awan ingin diam, tapi tak pelak tersenyum juga setelah merasakan betapa hangat pelukan Kayla. Tidak ada alasan untuk tidak membalasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Katastrofe [End]
Fiksi RemajaKatastrofe pertama Juni terjadi tujuh belas tahun selang kelahirannya sebagai bulan yang menahtai hari-hari cerah. Para pewaris Gerodito telah datang. Ibarat satu formasi, Ajun dan Awan adalah guruh dan hujan yang kompak mengacaukan teriknya dataran...