14| Kemelut

84 22 18
                                    

|20 Mei 2020|

Coba deh bacanya yang serius. Siapa tau nagih dan bikin penasaran.
Playing now [All I Want - Kodaline]💞

________

"Menang jadi arang, kalah jadi abu"
Nggak ada yang lebih hebat kalau sama-sama babak belur

________

Tiga jam yang membosankan berhasil dilalui Juni tanpa Ajun. Entah berapa pesan yang ia kirim, faktanya centang dua abu-abu itu sukses membuat Juni kelimpungan. Ada apa? Setelah semalaman dituntut memikirkan cara terbaik untuk meminta maaf, hari ini yang akan dimintai maaf justru tidak menampakkan batang hidungnya di sekolah.

"Yuk kantin," ajak Juni pada Jennie yang tengah sibuk menyalin tugas dari buku Aruna.

"Lo duluan deh. Gue beresin ini dulu."

"Ya udah. Tapi buruan nyusul ya."

"Hm."

Juni mengayunkan kakinya ke kantin sendirian. Lorong-lorong masih sepi. Sekiranya para guru menambah jam mengajar mereka sebab setelah sekian bulan, pekan depan adalah hari ulang tahun Aksara. Tentunya akan banyak perayaan yang berimbas pada berkurangnya jam KBM. Juni banyak sedikitnya tahu karena terjun langsung sebagai panitia inti di acara puncak.

Sesampainya di meja timur, Juni baru mendapati Awan. Cowok itu sedang serius membaca novel lama terbitan Balai Pustaka.

"Wan," sapa Juni.

"Eh, Jun."

Awan menutup novelnya setelah membuat lipatan kecil di sudut kertas.

"Yang lain mana?" tanya Juni.

"Agam sama Gresa dipanggil wali kelas. Maklum lah, Pak Ketua dan sekrenya."

Juni mengangguk-angguk.

"Jun–"

"Eh tunggu deh, gimana kalau lo panggil gue Un aja? Takutnya lo bingung kalau lagi bareng gue sama Ajun," tukas Juni, mengingat ketiganya bisa saja menjadi sering bertemu.

"Susah, Jun. Udah kebiasaan."

"Dicoba deh," bujuk Juni.

"U-un?" Awan melakukan uji coba yang lucunya malah terdengar kaku.

"Nah gitu," sorak Juni girang, "jadi gimana? Lo mau ngomong apa?"

Kembali Awan memasang muka serius. Sorot matanya meredup. Awan boleh saja menyembunyikan sesuatu dari temannya yang lain, tapi dengan Juni, jangan harap. Awan dan Juni punya jam terbang yang lebih intensif. Mereka sering bertemu diam-diam di luar sekolah, di luar formasi lengkap Meja Timur.

"Bokap gue masuk rumah sakit."

Refleks Juni menegakkan punggung dan mengunci tatapan lawan bicranya. Mereka saling pandang dengan Awan yang berusaha menyampaikan dan Juni yang sebisa mungkin menangkap.

"Kenapa?"

"Belum jelas. Tapi katanya bokap nggak sadar. Tadi gue cuma mampir. Ajun belum bisa ditanyain. Dia syok, bahkan gue nggak dikasih izin buat ikut nunggu."

Sekarang Juni tahu kenapa Ajun tidak berangkat.

"Sabar ya Wan, Ajun butuh waktu. Gue ngerti posisi dia. Gimana rasanya cuma tinggal berdua dan kalau ada apa-apa, satu sama lain bakal jadi yang pertama tahu."

"Lo khawatir sama Ajun?" tanya Awan hati-hati dan saat itu juga Juni mengangguk sambil menerawang udara nun jauh di depan.

"Nggak khawatir sama gue?"

Juni Katastrofe [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang