Alea Redison

78 25 9
                                    

*Buat yang masih bingung kenapa Ajun bisa berunah, izinkan part ini menjawabnya.

[3 Juni 2020]

Coba deh bacanya yang serius. Siapa tau nagih dan bikin penasaran. Playing now [Let Her Go - Passenger]💞

________

Tuhan membuatnya bertahan sejauh ini, menunggu selama ini, namun Tuhan juga membisikkan kata-kata manis padanya untuk melepas dan mengikhlaskan.

________

Namanya Alea Redison. Ajun memanggilnya Lea. Berhidung mancung, bertubuh tinggi, berkulit putih, berbulu mata lentik, dan...cantik. Punya pipi sematang apel meski tanpa perona. Rambutnya hitam bersemu pirang yang apabila digelung, maka leher jenjangnya akan menyemerbakkan aroma apel. Segar. Terlebih apel adalah buah kesukaan Ajun.

Lea adalah putri dari seorang teman Dito di Michigan. Beberapa kali datang ke Indonesia, bahkan sempat bersekolah di Jakarta saat kelas dua SMP. Daripada anak, Lea beribu-ribu kali lebih pantas disebut sebagai putri. Ia punya kecantikan lintas benua. Baik orang Amerika maupun Asia mengakui kecantikan Lea. Termasuk Ajun.

Biarpun orang tua Ajun dan Lea bersahabat, tak pernah ada perjanjian untuk saling mengikat putra dan putri mereka. Tak pernah sekali pun dari pihak Dito mendatangi sahabatnya dan meminta Lea untuk Ajun. Sebab jauh sebelum usia mereka sama-sama pantas untuk menjalin hubungan, Ajun telah lebih dulu mengajukan diri.

Ajun SMP pernah mengatakan pada Dito bahwa Lea memenuhi kriteria pasangan idamannya. Saat itu Ajun benar-benar terhipnotis oleh pesona gadis anggun. Tak ada yang lebih baik daripada seorang gadis yang hanya mengangguk, tersenyum, lalu tersipu-sipu.

"Seandainya Papa ingin Ajun jatuh cinta dengan Lea sekarang, beres, keinginan Papa akan Ajun penuhi."

Dan entah kenapa bagi Lea, dari sekian banyak pria Michigan, tak ada satu pun yang mampu mengalahkan pesona Arjuna seorang Ajun. Singkat cerita, setelah satu tahun jajan di kantin bareng dan main ke taman hiburan setiap akhir pekan, mereka saling menyukai. Lea menjadi satu-satunya orang yang menenangkan badai ketika peperangan antara orang tua Ajun baru saja dimulai.

"Mau kemana lo?" Awan masuk ke kamar, merebahkan diri, lalu sibuk mengamati gerak-gerik Ajun menyemprot parfum.

"Seenggaknya gue punya cewek di sini," kekeh Ajun sambil menutup botol parfumnya lalu menyambar jaket.

"Gila lo, baru nyampek udah mau kencan," Awan bangkit sambil mengingat satu nama di otaknya-Alea.

Ajun selesai memakai jaket dan berpindah ke depan cermin untuk menata rambut.

"Nggak tau aja lo bang. Bagi gue, ketemu Lea adalah obat segala lelah."

Awan mencebik. Disambarnya guling dan dilemparnya tepat mengenai kepala belakang Ajun. Tak pelak Ajun sedikit terhuyung.

"Ngatain gue bucin, ternyata lo lebih parah."

"Beda bro, ini di Michigan. Zona gue. Zona Ajun-Lea, bukan Awan-Juni."

Awan menaikkan alisnya sepintas. Mungkin bagi Ajun tinggal di Michigan akan sangat menyenangkan, tapi tidak dengan Awan. Definisi menyenangkan bagi Awan adalah ketika Juni menyambut dengan baik permainan perannya seperti tempo lalu.

Sementara Ajun beralih pada resleting jaketnya yang rusak, Awan membuka ponsel. Barangkali ada yang merindukannya. Siapa tahu.

"Nggak mandi lo?" tanya Ajun.

"Nanti. Keringat Jakarta bro."

Sesaat setelah aplikasi pesan dibuka, Awan langsung tersenyum. Juni membalas pesannya, mengatakan hati-hati dan menanyakan berapa lama mereka di Michigan. Untuk beberapa saat, Awan asik berbalas pesan dan mengabaikan Ajun.

Juni Katastrofe [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang