16| Salah

96 25 12
                                    

*Ini part pertama setelah Juni aku ubah judulnya jadi Juni Katastrofe. Baca pelan-pelan ya.

|27 Mei 2020|

Coba deh bacanya yang serius. Siapa tau nagih dan bikin penasaran.
Playing now [Ada Cinta - Acha Septriasa & Irwansyah]💞

________

Juni terlalu awal tiba di sekolah. Langit masih gelap saat deru motor yang mengantarnya bergerak menjauh. Menyaksikan Pak Rudi membuka gerbang sudah menjadi rutinitas bagi Juni. Apalagi hari ini, setelah numpang tidur di rumah sakit, Juni masih punya malu untuk tidak sarapan juga di ruang rawat Dito.

"Dingin ya neng?"

Pak Rudi membaca gerak Juni mengusap-usap lengan. Angin pagi musim kemarau memang menggigilkan. Juni masih mempertahankan sweter lurik abu-abunya sampai ke dalam kelas. Belum ada siapa-siapa di sana. Juni dengan bebas membuka tirai-tirai jendela dan menurunkan beberapa kursi dari atas meja.

Juni lanjut meletakkan tas di bangku belakang, bangku kebanggannya setelah berhasil duduk dengan Ajun satu bulan terakhir. Ngomong-ngomong soal Ajun, hari ini Juni diantar cowok itu dari rumah sakit. Katanya sekalian, sebab Ajun juga ingin pulang mengambil baju. Padahal Juni yakin itu hanya akal-akalan ayahnya dan Om Dito. Mereka kongkalikong di belakang, membuat sekenario seolah-olah ayahnya mendapat telepon penting dari kantor dan harus pergi sebelum Juni bangun.

Mana bisa Juni percaya sementara ia melihat sendiri ayahnya tengah makan popmie di parkiran rumah sakit. Pria itu bahkan melambai sesaat selepas motor Ajun melaju.

Juni terus menopang dagu dan mengabaikan bilingual yang dibukanya beberapa waktu lalu.

"Pagi-pagi udah bengong."

Suara benda yang dijatuhkan pelan di atas meja membuat Juni tergeragap. Awan dengan seringainya ikut menopang dagu. Duduk di kursi depan dan menghadap ke belakang.

"Selamat pagi calon imam."

Awan sempat tertegun sebelum akhirnya kembali tersenyum dan menyorong pelan kotak bekal yang dibawanya.

"Dari Mama."

"Kok repot-repot sih? Kan adek bisa sarapan di kantin," ujar Juni manja. Ini sama sekali bukan gayanya, tapi tak apalah untuk hiburan. Mumpung moodnya sedang baik.

"Nggak papa. Kan Mas jadi bisa nyamperin adek ke sini," timpal Awan sambil mengacak-acak gemas rambut Juni.

"Hehe, Mas udah makan?"

Juni makin terseret dalam guyonannya. Awan juga. Kalau tidak, mana mungkin ia sesantai itu menanggapi Juni. Perlu digarisbawahi ya, ini hanya bercanda.

"Mas mana bisa makan kalau adek belum makan."

"Halah gombal," seru Juni sambil memasukkan suapan pertama nasi goreng buatan Lana ke dalam mulutnya, "mau?"

Awan mengangguk antusias.

"Aaakk, buka mulutnya."

Awan menerima satu suap dari Juni. Berharap suatu saat mereka benar-benar bisa sarapan di meja yang sama setiap pagi.

"Mas nggak mau tau, pokoknya adek harus tanggung jawab kalau mas baper beneran."

"Iya ditanggung. Seratus persen uang kembali."

"Bagus deh. Mas jadi tenang."

"Pokoknya jangan main-main ya Mas. Undangan udah kesebar. Keluarga dari kampung juga udah dateng," Juni menunjuk-nunjuk wajah Awan dengan sendok seperti gertakan agar cowoknya tidak main lirik perempuan lain.

Juni Katastrofe [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang