30| Jangan Lepas

63 22 6
                                    

[18 Juli 2020]

Coba deh bacanya yang serius. Siapa tau nagih dan bikin penasaran. Playing now [Sampai Akhir - Judika]💞

_______

"Kamu tau Jun, kamu itu titik, sedang aku kata pertama yang mengalah pada sebaris kalimat. Kita ada di cerita yang sama, tapi dipaksa berjarak oleh keadaan."
~Egistia Juni

________

Hari itu adalah Jumat ketiga di bulan Desember. Ajun dan Awan terbang ke Michigan untuk yang kedua kalinya. Orang tua mereka tak pulang bukan karena sang ayah belum pulih, melainkan masih ada serangkaian terapi yang perlu pria itu tuntaskan sebelum kembali beraktivitas di tanah air. Alhasil dua kakak beradik itu yang mengalah. Ajun dan Awan yang akhirnya mengunjungi orang tua mereka di Michigan.

Sore yang santai ketika seisi rumah asik pada aktivitasnya. Dito yang baru menapaki ruang keluarga ikut tersenyum kala melihat putra keduanya, calon pewaris perusahaannya itu tengah tertawa lebar. Entah selucu apa isi ponsel Ajun itu, yang jelas Dito ikut merasakan kegembiraannya. Sudah lama putranya itu tidak tertawa selepas itu.

"Lihat apa sih, seneng banget kayaknya."

Ajun melirik sebentar ke arah papanya lalu kembali menatap ponsel.

"Ah enggak Pa."

Kendati sempat terkejut dengan respon putranya yang seolah-olah tidak memedulikan keberadaannya, Dito tetap berusaha sabar.

"Papa mau bicara sama kamu."

"Ngomong aja Pa," timpal Ajun tanpa mengalihkan perhatiannya dari roomchat kontak Juni.

"Lagi ada hal penting ya? Atau guru kamu kasih tugas lewat hp?"

Dito tidak suka berbasa-basi sebenarnya. Apalagi setelah melihat anaknya terpingkal-pingkal tadi, mana mungkin tugas dari guru membuatnya tertawa. Tapi ia tidak tega menyudahi kebahagiaan putra keduanya yang telah lama bersembunyi.

"Liburan mana ada tugas, sih, Pa."

Kembali, Ajun mengabaikan papanya dengan sibuk meliukkan jari-jemarinya di atas papan ketik. Dito hanya menghela nafas kali ini. Sifat kebapakannya memaksa ia untuk mengalah.

"Kalau gitu, bisa kamu taruh dulu? Papa mau bicara."

Ajun menurunkan ponselnya dari yang tadinya segaris muka menjadi sebatas paha. Ada raut tidak suka di sana, namun Dito tahu Ajun sedang berusaha menyembunyikannya.

"Maaf Pa."

Kini cowok tujuh belas tahun itu benar-benar meletakkan ponselnya di atas meja tanpa membalas pesan terakhir dari Juni.

"Papa dapet laporan dari wali kelas kamu. Katanya nilai-nilaimu turun. Biarpun nggak banyak, tapi tetap saja itu sebuah kemunduran, Ajun."

Ajun menunduk, mendengus, lalu merapikan rambut depannya sambil mengembalikan posisi seperti semula; menatap sang ayah yang telah memasang muka garang.

"Maaf Pa, Ajun lagi konsentrasi sama Sayembara Aksa."

Dito menaikkan sebelah alisnya lantaran merasa asing dengan sayembara yang disebutkan Ajun.

"Sayembara Aksa?"

"Semacam lomba cerdas cermat antar angkatan Pa. Ajun sama Juni mewakili kelas sebelas."

Juni Katastrofe [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang