[22 Juni 2020]
Coba deh bacanya yang serius. Siapa tau nagih dan bikin penasaran. Playing now [Pupus - Hanin Dhiya]💞
________
Libur panjang semester pertama telah usai. Senin ini adalah hari pertama gerbang Aksara kembali dibuka. Beberapa orang terlihat senang ketika Pak Har, satpam yang terkenal ramah itu mengucapkan selamat belajar. Khususnya kelas dua belas yang mulai hari ini seolah bergerak karena cambukan. Mereka berangkat tergesa-gesa dengan buku-buku TO tebal.
Awan yang sejak beberapa bulan terakhir resmi menyandang status sebagai ketua OSIS berangkat sedikit lebih pagi dari yang lain. Cowok dengan mata coklat madu itu memarkirkan motornya di barisan depan. Ia juga menyisir rambutnya yang kini sedikit lebih cepak.
"Selamat pagi dek ketos," sapa Rini yang baru keluar dari mobilnya.
Awan membalas sapaan mantan sekretaris itu dengan senyuman manis.
Setelah memastikan penampilannya rapi dengan pin OSIS dan sepatu mengkilap, Awan berjalan riang sambil bersiul kecil. Semenjak menjadi ketua OSIS, pamor Awan semakin melejit. Tumpukan surat dan coklat di lokernya semakin banyak. Awan sampai harus mengganti password berulang kali lantaran kerap bocor.
"Awan!"
Awan menoleh ketika namanya tak lagi disebut dengan bisik-bisik. Suara itu lain, bukan suara gadis-gadis yang rela berdiri di koridor hanya karena ingin melihatnya berjalan ke kelas.
"Awan tungguin dong!"
Gresa menjajarkan langkahnya di sebelah Awan sehingga keduanya berjalan berdampingan. Gresa semakin congkak tatkala tatapan-tatapan iri mulai tertuju ke arahnya. Satu keuntungan besar bersahabat dengan anak famous adalah bisa membuat yang lain jungkir balik dan nangis kejer.
"Santai aja Gres, gue tungguin kok."
"Makasih."
Awan mengangguk dan tersenyum. Rindu dengan Gresa? Jawabannya tidak. Awan bahkan sampai lupa berapa kali Gresa mendatangi rumahnya saat liburan. Ada saja alasannya. Alasan yang paling tidak bisa Awan tolak adalah projek untuk membuat komunitas astronomi Aksara. Awan langsung terpana saat pertama kali mendengarnya. Tidak ada alasan untuk tidak membahasnya lebih serius.
"Gimana progresnya?" Awan membuka percakapan. Jalan yang harus mereka tempuh untuk sampai di kelas XI IPA 2 masih jauh. Masih ada banyak waktu untuk membicarakan apa yang perlu dibicarakan.
"Udah tujuh puluh persen. Bentar lagi, Wan. Gue bakal gerak cepet kok. Santai aja. Nanti sisanya tinggal lo yang ngurus."
Awan mengangguk-angguk dan masih mendengarkan laporan Gresa sebelum atensinya teralihkan.
Pandangan Awan terpaku pada Ajun dan Juni yang berjalan tak jauh darinya. Juni yang terus menarik jaket Ajun membuat cowok yang ditarik memasang muka kesal. Sampai tak lama kemudian, keduanya berhenti di depan lab Fisika. Ajun menyilangkan kedua tangannya dan mulai mengomel. Sementara itu, Juni tersenyum dan secara mengejutkan mengecup pipi Ajun. Hanya sebentar, namun cukup untuk membuat Ajun terkesiap kaget. Begitu juga Awan yang melihatnya.
"Mereka udah sejauh itu ya?" gumam Awan. Miris.
Bahkan sudah berbulan-bulan sejak Awan coba mengikhlaskan, nyatanya ia masih belum bisa move on dari Juni. Gresa mengikuti arah pandang Awan dan ikut tersenyum getir.
"Lo juga terlalu jauh Wan."
Awan menoleh ke arah Gresa. Mengabaikan Ajun dan Juni yang sudah kembali berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Katastrofe [End]
Teen FictionKatastrofe pertama Juni terjadi tujuh belas tahun selang kelahirannya sebagai bulan yang menahtai hari-hari cerah. Para pewaris Gerodito telah datang. Ibarat satu formasi, Ajun dan Awan adalah guruh dan hujan yang kompak mengacaukan teriknya dataran...