|25 Desember 2020|
Sangat dianjurkan untuk membaca sambil mendengarkan Secret Love Story
_________
Bulan Juni tahun lalu, Juni hanya gadis yang doyan keluyuran ke warung ayam setiap malam. Sepanjang hari ia habiskan untuk bermain sosial media. Gadis penyuka warna kuning itu tak pernah menyangka jika pada akhirnya bulan Juni kali ini ia akan menghabiskan waktu liburan di kota impian. Juni berharap bisa kembali ke sini lagi secepatnya. Menjadi mahasiswa atau membangun bisnis di sini bukanlah ide buruk. Ia bisa meminta bantuan tantenya yang kini ia panggil Mama.
Di luar dugaan, ternyata ayah Juni sudah mengetahui sejak awal jika ibunya telah meninggal tiga tahun lalu. Tiga tahun ia berusaha menjaga nyala api dalam diri putrinya agar tidak padam. Bagaimanapun juga, Juni tak boleh membenci kota kelahirannya hanya karena sang ibu sudah tiada.
Juni mencoba berpikir dewasa mengenai hal itu. Ia tak ingin memberi luka untuk ayahnya lagi. Sudah cukup masa-masa kelam menghambat kehidupannya. Keluarga kecil mereka berhak bahagia. Bahkan Juni tak akan menolak jika ayahnya berniat menikah lagi. Juni ingin ayahnya bahagia sebelum dirinya sendiri.
Sepanjang perjalanan pulang dari makam Aggiest, Juni banyak bercerita tentang bagaimana masa kecilnya dihabiskan hanya berdua dengan sang ayah. Andin sangat antusias mendengarnya, bahkan ia langsung mengutarakan keinginannya untuk terbang ke Indonesia demi mengunjungi ayah Juni. Kisah Bima dan Aggiest akan selalu melekat dalam ingatannya. Pertemuan mereka telah melahirkan keajaiban. Ya, bagi Andin, Juni adalah keajaiban. Gadis itu tumbuh dengan luar biasa. Ia yakin jika keponakannya akan menjadi orang hebat suatu saat nanti.
"Setahun lagi kamu lulus, kan? Rencananya mau kuliah di mana?" tanya Andin.
Juni tampak berpikir keras, padahal ia telah memikirkannya sejak lama. "Aku mau cari beasiswa di sini."
"Serius?"
Juni mengangguk mantap.
"Gimana kalau Mama yang biayain kuliah kamu?"
"Nggak, Ma. Aku mau cari beasiswa. Kalaupun nggak dapet, aku akan cari cara lain supaya bisa kuliah di sini. Sydney nggak bisa ditinggal terlalu lama."
Andin mengelus puncak kepala Juni dengan rasa sayang yang teramat mendalam. "Kamu anak pintar. Mama percaya kamu bisa."
***
Pukul sebelas siang ketika mobil Andin berhenti di depan wisma. Lain seperti biasanya, pintu wisma tampak terbuka sehingga menampilkan siluet para penghuninya. Sabda yang sibuk menata koper dan Mita yang duduk di sofa tanpa melakukan apapun.
Semula, senyum Juni masih tercetak jelas. Sebelum Mita menyambutnya dengan pelukan yang terasa aneh.
"Ada apa?"
"Udah ketemu Ibu?"
Juni mengangguk. "Ajun mana?"
Mita melepas peluknya lalu menangkupkan telapak tangannya ke pipi Juni. Sorot matanya tidak banyak bicara. Hanya saja, sudah jelas ada yang tidak beres di sana.
"Kita pulang bertiga, ya?"
Hening.
Sesuatu terasa mencelos dari dada Juni. Senyumnya menghilang.
"Ajun mana?"
Bukannya jawaban yang Juni peroleh, melainkan senyum iba dari Mita yang membuat Juni marah. Ia mengambil ponsel dan menghubungi Ajun berkali-kali, namun pria itu seperti sengaja tak mengangkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Katastrofe [End]
Teen FictionKatastrofe pertama Juni terjadi tujuh belas tahun selang kelahirannya sebagai bulan yang menahtai hari-hari cerah. Para pewaris Gerodito telah datang. Ibarat satu formasi, Ajun dan Awan adalah guruh dan hujan yang kompak mengacaukan teriknya dataran...