Tiga puluh lima

6.1K 360 47
                                    

Neta terbangun dengan kondisi sakit, baik badan maupun hatinya. Kepalanya sangat berat, pegal di badannya belum seutuhnya sembuh akibat pukulan telak yang diterimanya. Sedangkan hatinya, kini tengah menahan perih sekaligus rindu pada suaminya. Sebenarnya siapa yang tega melakukan hal ini padanya. Apa salahnya? Segala pertanyaan muncul begitu saja dalam benak Neta. Dia merasa bahwa seumur hidupnya dia tidak pernah melukai ataupun menjahati seseorang

Neta semakin menggigit bibir bawahnya kala rasa lapar dan haus menerpa dirinya. Dia tidak tahu sekarang pukul berapa. Entah siang ataupun malam, ruangan ini begitu gelap hingga tidak ada celah untuk cahaya masuk. Dia coba gerakkan kaki dan tangannya tapi nihil. Masih diikat kencang

Sayup sayup Neta mendengar suara yang dikenalnya. Dia coba mendengarkan lagi dengan seksama. Ya itu suara Uli tengah tertawa. Senyum lebar terbit begitu saja, dalam hati dia bersorak karena sahabatnya kembali. Dia yakin Uli pasti akan menyelamatkan dia

Alhamdulillah Uli datang, semoga dia bisa bebasin aku

Prang..

Neta terlonjak kaget saat sebuah piring dilemparkan begitu saja ke tembok tepat disampingnya. Jika saja tadi Neta sedang menoleh mungkin wajahnya sudah terkena. Pecahan kacanya berserakan, hingga jatuh di baju gamisnya

"Hai"

"Uli? Ya allah kamu dari mana aja. Tolong lepasin aku Li. Aku mau ketemu Bang Agam"

Nampak gadis itu tertawa kencang seperti menertawakan nasib Neta. Neta pun bingung, ada apa dengan temannya ini

"Lepasin? Ketemu Bang Agam? Enak banget kamu" jawab Uli diiringi gelak tawanya

"Uli jangan bilang kamu culik aku"

Seketika tawa Uli terhenti. "Upss.. Kalo iya kenapa?"

"Kenapa Li? Apa salahku?" protes Neta

Perlahan tapi pasti Uli mendekat. Matanya menatap tajam ke arah Neta. "Kenapa?! Kenapa lo bilang?! Gue itu iri sama lo Ta!!" teriak Uli di depan wajah Neta. Sedetik kemudian tangannya menampar pipi kanan Neta hingga Neta terjatuh ke lantai

Derai air mata ketakutan menetes di wajah ayu Neta. Sakit, perih, bercampur menjadi satu. Ternyata Uli bukan orang baik seperti yang dia kenal selama ini

Belum hilang rasa sakit akibat tamparan tadi, Uli kembali menarik kerudung yang Neta pakai hingga terlepas. Jatuhlah rambut panjang Neta. Dengan kasarnya Uli menarik rambutnya hingga berhadapan dengan wajahnya

"Gue tuh pengin jadi lo! Hidup lo enak, dimanja sana sini, uang nggak berseri! Sedangkan gue? Banting tulang biar bisa makan! Gue iri Ta! Gue iri!"

Plaak

Giliran pipi kirinya yang menjadi korban. Rasa panas menyelimuti kedua pipinya. Isak tangisnya menjadi jadi. Kenapa Uli tega padanya. Padahal dia sudah berbuat baik pada gadis itu

"Kenapa kamu nggak ngomong langsung sama aku Li. Aku pasti bakal bantuin kamu" Neta memberanikan diri menjawab

"Ngomong sama lo?! Ngemis maksudnya? Iya?!"

"Uli.. " panggil seseorang. Dan betapa terkejutnya Neta saat orang itu muncul

"Aina?"

"Ya, ini gue. Kenapa? kaget?"

Aina datang dengan sebuah tas ransel hitam ditangannya. Wajahnya menunjukkan ekspresi mengejek pada Neta. Perlahan Uli mundur, kini tinggal Aina di depannya

"Uli, siapkan peralatannya. Kita eksekusi sekarang" titah Aina. Uli pun mengangguk lantas membuka ransel yang dibawa Aina tadi

Mata Neta hampir lepas dari tempatnya saat Uli mengeluarkan berbagai macam benda tajam mulai dari yang kecil hingga besar. Ada gunting, pisau dan semacamnya. Yang paling mengerikan adalah adanya bor dan gergaji. Untuk apa semua itu

Aina tersenyum licik lalu beralih pada Neta. "Biasa aja nggak usah lebay. Ntar juga lo rasain mereka di badan lo kok"

"Maksudnya?" Tubuh Neta mulai bergetar takut. Apa maksud Aina

Aina mulai berjalan perlahan memutari Neta. Tangannya membelai rambutnya

"Neta Neta, lo itu bego. Punya temen tapi jadi bumerang buat lo" Aina mulai bicara

"Satu lagi. Sebenernya gue nggak terima kalo lo nikah sama cowok yang gue suka. Padahal lo tau kalo gue sayang banget sama Bang Agam. Tapi lo malah nikah sama dia. Oke gue masih diem. Tapi kemudian lo hamil anak Bang Agam. Demi tuhan gue nggak ikhlas Ta. Gue benci banget sama kalian. Lo terutama, perebut laki orang" jeda sejenak. Aina berpindah ke depan perut Neta. Tangannya mengusap perutnya lembut

"Ini adalah alasan gue culik lo. Sebentar lagi lo nggak akan bisa liat suami lo lagi. Karena lo dan calon anak ini bakal enyah dari dunia ini"

Air mata Neta tak berhenti mengalir. Dia sangat takut. "Na, tolong jangan lukai anakku. Terserah kamu mau apain aku tapi jangan anakku"

"Hahahahaa.. Lukai lo? dengan senang hati"

"Uli, pisaunya tolong. Yang kecil dulu aja"

Jantung Neta berdegup sangat kencang. Dia berdoa dalam hati semoga ada seseorang yang menyelamatkan dia. Pisau yang diminta Aina sudah berada di genggaman gadis itu. Sejenak Aina menjilat pisau itu. Neta sampai ngeri sendiri melihatnya takut kalau lidah Aina terkena

"Hmm permulaan tangannya dulu deh" Aina mulai menggapai tangan Neta yang terikat dibelakang. Perlahan gadis itu mengusapnya. Neta sampai merinding, dia sangat takut sampai keringat dingin membasahi tubuhnya

"Lo keringatan Ta, baru juga tangannya"

Sreeett

"Aaakkhh... " teriak Neta. Dia merasa tangannya dirobek sepanjang siku sampai pergelangan. Darah segar menetes begitu saja. Air matanya tak mampu ia bendung. Isakannya menolak berhenti

"Eemm enak ya Ta" ujar Aina seraya tertawa jahat

"Tolong jangan lakuin itu Na. Aku mohon" rintih Neta kesakitan

"Suara rintihanmu merdu banget Ta" desah Aina sambil diam menikmati aliran darah Neta yang mengucur deras. Ini adalah sebuah kepuasan bagi seorang psikopat seperti Aina

"Tadi katanya lukai lo nggak papa asal jangan anak lo. Ya udah sekarang anak lo aja" Aina berlalu dari belakang Neta dan berpindah ke hadapannya

"Jangan Na" pinta Neta

"Bodo amat. Gue nggak peduli. Kayak lo yang nggak peduli sama gue pas lo nikah sama Bang Agam" jawab Aina sambil mendekati Uli yang menunggu di tempat pisau itu tertata

"Kayaknya kita perlu latihan jadi bidan ya Li. Latihan mengeluarkan bayi dari perut" ucap Aina enteng

Sedangkan Neta menggeleng cepat. Tidak! Ini tidak boleh terjadi. "Jangan!! Aku mohon jangan lukai anakku"

"Kenapa sih Ta. Gue kan lagi latihan jadi bidan biar besok waktu jadi dokter beneran gue udah bisa" Aina mengambil sebuah gunting beserta pisau

"Lagian lo juga bentar lagi lahiran jadi nggak perlu repot repot ke rumah sakit. Cukup gue aja"

Baju gamis Neta sudah Aina robek bagian depan hingga memperlihatkan perut buncit Neta secara langsung. Nampak Aina melemparkan tatapan amarahnya pada perut Neta. Sepertinya gadis itu benar benar marah besar

"Halo anak haram. Siap siap ketemu tante ya" ujar Aina sambil mengusap perut Neta

"Siap Ta. Teriak yang kenceng biar gue seneng"

"Ya allah!! Aaaaaaakkhhhh!!!" Neta berteriak histeris setelah Aina menyayat perut bawahnya lebar lebar

Sungguh Neta tak menyangka jika Aina bisa setega ini. Sekali lagi Neta merintih kesakitan. Neta semakin histeris kala Aina bergerak menyayat lebih dalam ke bagian terdalam perutnya

"Ya allah tolong" rintih Neta di saat kesadarannya hampir hilang

"Neta!!!"

Ah suara itu. Suara termerdu yang pernah Neta dengar, suara suaminya. Sepertinya dia sudah tiada

Aku mencintaimu suamiku. Sampai bertemu di surga

***

Eemm enak digantung
Vote comment gengss






Love You, My Khumaira (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang