"JISOO EONNIE!!" Lisa memekik, langsung menjatuhkan diri di samping Jisoo yang tengah bersantai.
"Kecilkan suaramu, bocah! Kau mengganggu tidur siangku," gerutu Yoongi.
Lisa mengedikkan bahu tidak peduli, dan Yoongi kembali ingin memejamkan mata sebelum menyadari sesuatu.
"Hei, kalau kau disini, lalu dimana Jungkook?" Yoongi bangkit dari rebahannya.
"Ada di ruang khusus. Sedang bicara dengan temanku," jawab Lisa.
"Wah, kau membawa teman?" sambut Jisoo, gadis itu menyodorkan keripik kentang pada Lisa.
"Iya. Park Jimin."
BRUSSHHH
Yoongi menyemburkan air yang sedang diminumnya, membuat Lisa menoleh ke arahnya.
"Ada apa?"
"Yak, kau gila?!"
"Kenapa, sih? Jimin saja tidak masalah kuajak kesini, kenapa Oppa malah marah-marah?"
"Aku tidak mengkhawatirkan Jimin, aku mengkhawatirkan Jungkook."
"Tenanglah, Oppa, mereka tidak akan baku hantam. Lagipula aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Jimin, Jimin pasti menjelaskannya pada Jungkook."
Yoongi melirik sekilas, mengurungkan niat untuk menyusul. "Yah, kalau kelinci besar itu kembali dalam keadaan babak belur, kupastikan itu ulahmu, ya."
Lisa mengedikkan bahu tidak peduli, meski sejujurnya sedikit cemas. Sedang Yoongi memilih melanjutkan tidur siangnya. Tidak heran, sih, Yoongi adalah manusia yang ingin istirahat setiap menitnya.
Tidak berapa lama kemudian, Jungkook bergabung bersama Jimin, membuat Yoongi lagi-lagi membuka matanya. Sedikit mengernyit saat hidungnya membaui sesuatu yang tidak asing.
"Kalian tidak bicara dengan otot, kan?" Seokjin menyambar sebelum Jungkook sempat membuka mulut.
"Dimana-mana bicara pakai mulut, lah, Hyung. Mana bisa pakai otot." Jungkook berdecak.
"Kalian membicarakan apa saja?" tanya Lisa.
"Tanyakan saja pada temanmu yang bantet ini."
Jimin mendelik, tidak bisa menahan telapak tangannya untuk tidak memukul punggung Jungkook. "Oi?! Mulutmu itu! Aku ini lebih tua darimu."
"Tapi aku lebih tinggi darimu." Jungkook meraih kola di sebelah Yoongi, sebelum kemudian Yoongi mencekal lengannya.
"Jungkook."
Suara berat Yoongi membuat Jungkook seketika merinding. Merutuki kebodohannya karena tidak berganti pakaian lebih dulu. Dua batang rokok dalam sehari, bau asapnya pasti menempel di tubuh Jungkook.
"Apa yang pernah kukatakan tentang rokok, Jeon Jungkook?"
Mati aku!
****
Lisa menekan sudut bibir Jungkook yang lebam akibat satu bogeman dari Yoongi setelah pemuda itu menceramahinya dengan kosakata berkecepatan 9,38 SPS.
"Pelan-pelan, kau pikir tidak sakit, huh? Untung aku sayang," gerutu Jungkook.
Diperingati begitu, Lisa justru semakin menekan sudut bibir kekasihnya, membuat Jungkook meringis dan melemparkan tatapan maut pada Lisa.
"Rasakan! Memangnya siapa suruh kau merokok? Kau kira keren, begitu?"
"Aish, kau tidak tahu nikmatnya," balas Jungkook.
"Tidak ada nikmatnya sama sekali, bodoh! Kalau paru-parumu rusak, memangnya kau mau pakai paru-paru siapa? Ayam?"
Lisa melempar kapas yang di genggamnya pada Jungkook, menutup kotak P3K dan mengembalikan ke tempat semula bersamaan dengan Yoongi yang datang entah dari mana sambil membawa kresek putih.
"Itu salep, supaya cepat hilang lebamnya." Yoongi melemparkan kresek itu pada Jungkook.
"Wah, jadi untuk apa kau memukulku kalau akhirnya mengobatiku, Hyung?"
"Untuk membenahi posisi otakmu, siapa tahu bergeser."
Dan Yoongi pergi begitu saja, meninggalkan Lisa yang terkikik di tempatnya sambil meraih salep yang baru dibelikan Yoongi.
"Yoongi Oppa peduli padamu, Kook. Dia hanya tidak mau kau kenapa-kenapa."
"Ya, aku tahu. Hanya saja sulit menghentikan kebiasaan itu. Bukankah Yoongi Hyung juga melakukannya saat stres? Jadi apa salahnya kalau aku juga mencoba?" kilah Jungkook.
"Kau tahu, Kook? Semua orang disini menyayangimu, mereka merawatmu seperti adik mereka sendiri. Kau pikir siapa yang mau terjadi sesuatu pada adik kecilnya? Tidak ada, Kook, mereka ingin kau sehat saja. Hanya saja mereka menunjukkannya dengan cara berbeda, dan Yoongi Oppa memilih menyadarkanmu bukan sekadar dengan kata-kata," tutur Lisa.
Jungkook diam-diam membenarkan. Bertahun-tahun bekerja dengan mereka, Jungkook bisa merasakan bahwa hyung-hyungnya benar-benar merawatnya dengan baik.
Seokjin dan Jisoo yang berperan sebagai orang tua lantaran mereka paling lama berada disini. Namjoon berperan sebagai leader karena aura kepemimpinannya yang kuat, meski dia tetaplah seorang adik bila disandingkan dengan Seokjin dan Yoongi. Dan Yoongi, memilih jalur kekerasan dan kata-kata pedas untuk menyadarkan mereka dari kesalahan. Tidak peduli bahkan bila dia berhadapan dengan Seokjin.
Mereka saling menyayangi satu sama lain. Hanya saja, caranya berbeda.
"Bagaimana perjodohanmu dengan Jimin?" Jungkook mengalihkan pembicaraan.
"Ya tidak bagaimana-bagaimana," balas Lisa. Gadis itu selesai mengoles salep untuk Jungkook.
"Aku serius." Iris jelaga Jungkook menatap lekat manik berlapis softlens milik Lisa.
Lisa menghela napas. "Kami berteman. Tidak ada dari kami yang memiliki ketertarikan satu sama lain, itulah kenapa aku membawanya kemari."
"Jimin Hyung hanya sedang tersesat, itu kesimpulannya."
Lisa mengangguk membenarkan. "Salah satu sebab aku membawanya padamu. Aku ingin kau menyadarkannya. Dia tidak bisa terus hidup dalam kekangan seperti itu. Dia berhak bebas, berhak untuk memilih jalannya sendiri. Meski berkelok, meski harus terseok."
"Kenapa tidak kau saja yang bicara padanya? Kenapa harus kau hadapkan padaku? Memangnya aku ini konsultan hidup?"
"Baru saja aku ingin bersikap manis padamu, tapi kau menghancurkan suasana. Sialan memang," dengus Lisa.
Jungkook terbahak, menarik lengan Lisa hingga gadis itu persis berada di sisinya. Jungkook melingkarkan lengannya sendiri untuk merangkul tubuh kekasihnya.
"Aku serius. Aku yakin Jimin Hyung juga tahu kalau jalannya tidak benar, dia hanya harus mencari jalan keluar."
"Bantu dia, Kook."
Jungkook menggeleng. "Aku hanya bisa membantu lewat kalimat, Lisa. Selebihnya, hanya dia yang bisa mengatasinya. Itu sudah masuk ranah keluarga, aku mana mungkin ikut campur."
"Terserahmu saja."
"Lisa, kau tahu tidak?"
Lisa mendongak, menatap wajah Jungkook yang berada tepat di atasnya. "Apa?"
"Aku mencintaimu."
"Sudah tahu, tuh. Kau, kan, memang cinta mati denganku."
"Lisa."
"Apa lagi, Ya Tuhan?"
"Menikah denganku, ya? Jangan dengan Jimin."
"Tidak tahu, lihat saja nanti."
"Yak, Lalisa!"
____
Hai, aku rindu :)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] DARK | LIZKOOK
FanfictionBagaimana rasanya menjadi kekasih dari seorang pembunuh bayaran? Menahan kekhawatiran setiap kali misi terlarang dikumandangkan? Tanyakan pada Lisa. Lisa merasakannya. Menjadi kekasih seorang pembunuh bayaran ulung bernama Jeon Jungkook. Harus menah...