8 | Heterochromia

5.1K 617 59
                                    

Jungkook menatap sinis Park Jimin yang kini tersenyum seolah tanpa dosa di hadapannya. Setelah mengatakan hal yang membuat semua di ruangan itu terkejut, Jimin justru mesem-mesem tanpa beban. Huh, Jungkook ingin melemparinya dengan granat.

"Kalau bicara yang benar, dong." Jungkook mendengus.

"Aku bicara benar, kok, kau saja yang tidak paham," balas Jimin tenang.

Yah, bergabung yang Jimin maksud adalah bergabung dalam pertemanan mereka, bukan bergabung untuk menjadi pembunuh.

Gila saja, Jungkook hampir tersedak salivanya sendiri saat mendengar Jimin berkata seperti itu. Tapi kalimat selanjutnya dari Park Jimin membuat Jeon Jungkook ingin memakannya hidup-hidup detik itu juga.

"Kalau mau berteman ya berteman saja, tidak perlu minta izin segala. Kau pikir apa?" Jungkook masih keki.

"Ya, siapa yang tahu kalau kalian ternyata tidak menerimaku," ujarnya.

"Kami tidak pernah membeda-bedakan, Jimin-ssi. Bergabunglah dengan kami, jadilah keluarga kami, tapi jangan bocorkan tentang kami," ucap Seokjin.

"Kalian bisa percaya padaku. Ini janji laki-laki, aku tidak akan mengingkarinya," ucapnya mantap.

"Tenang saja, Hyung, kalau ketahuan dia bicara yang tidak-tidak di media, atau dimanapun itu, kugelindingkan kepalanya untukmu."

Lisa menyenggol lengan Jungkook, yang hanya dibalas lirikan oleh pemuda bergigi kelinci yang merangkap sebagai kekasihnya itu.

Jimin mengulas senyum terbaiknya, menampilkan eye smile yang menawan. Sejak menginjakkan kaki disini, Jimin sudah bisa merasakan hawa kekeluargaan yang kental. Terlebih saat melihat sendiri Yoongi yang tanpa segan melayangkan tinjuan karena Jungkook merokok, meski tetap melenggang menuju apotek setelahnya.

Ikatan yang lebih kental dari darah. Kehangatan yang tercipta di sarang pembunuh. Kehangatan, yang tidak pernah Jimin temukan dalam mansion mewahnya.

"Bagaimana kabar Somi, Kook-ah? Sekolahnya lancar?"

Jungkook mengangguk, tangan kanannya sibuk memainkan kaleng susu yang isinya sudah tandas.

"Kabarnya baik, dan sekolahnya lancar."

Kalau Jimin tidak salah menangkap, ada setitik sendu yang tersembunyi di balik tatapan tegas milik Jungkook. Ada luka tak kasat mata yang tengah disembunyikan, seirama dengan rematan yang sedikit menguat di kaleng susu dalam genggaman.

"Adikmu tumbuh dengan baik, Jungkook. Kau berhasil membesarkannya." Seokjin mengulas senyum terbaiknya, mengusap rambut Jungkook yang berantakan.

"Tentu saja. Aku sendiri yang memastikan dia tumbuh dengan baik. Kubuktikan bahwa aku lebih dari sekadar mampu untuk menghidupinya dengan kedua tanganku."

Dingin. Atmosfer di ruangan itu mendadak berubah selaras dengan tatapan Jungkook yang menggelap dalam beberapa detik. Ada kilat amarah yang tersimpan di balik manik jelaga yang mempesona.

"Kapan-kapan, bawalah Somi kesini. Sudah lama anak itu tidak kemari, aku rindu." Jisoo memecah hening, meletakkan pancake dan menuang madu di atasnya.

Sekilas Jimin menangkap Jungkook yang meliriknya. "Tidak mau, ada predator disini. Kasihan Somi-ku."

"Apa-apaan lirikanmu itu?!" Jimin menyalak di tempatnya, tidak terima.

"Kenapa? Tidak terima?" Jungkook tidak peduli, mencomot pancake paling atas lalu memakannya begitu saja.

"Seburuk apa aku di matamu, huh?"

[✔] DARK | LIZKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang