11 | AC & DC

4.4K 560 35
                                        

"Sayang, bantu aku sebentar."

Suara pekikan Jisoo terdengar sampai di ruang santai. Jungkook melirik Seokjin yang kini bergegas menghampiri istrinya di dapur.

"Ya, apa yang bisa kubantu?"

Tanpa sadar, Jungkook mengekor di belakang Seokjin, lantas mendudukkan dirinya di bar. Mengamati kegiatan suami-istri itu. Ada sejumput perasaan tak asing yang merangsek masuk tanpa permisi, membangkitkan kenangan lama yang kemudian berusaha ditepis sekuat mungkin.

Dulu, saat Jungkook masih kecil, pemadangan seperti ini hampir setiap hari ditemuinya. Dia dan Somi akan duduk berjejer di meja makan sambil memandang punggung ayahnya yang tengah sibuk membantu ibunya memasak hidangan di dapur. Tapi itu dulu, saat semuanya masih terasa baik-baik saja.

Jungkook akan diam dan mengamati, mata bulatnya fokus mengikuti pergerakan kedua orang tuanya yang bergerak kesana-kemari. Sesekali tertawa saat sang ibu sibuk mengomeli ayahnya.

Tapi sekali lagi, itu dulu.

"Kenapa melamun?"

Jungkook terkesiap, sama sekali tidak menyadari jika kini Seokjin tepat berada di hadapannya. Ia mendengus, merotasikan matanya tak suka. Kebiasaan Seokjin yang tiba-tiba muncul itu sangat tidak baik untuk kesehatan jantung.

"Tidak ada apa-apa."

Lantas Seokjin tersenyum, mengusak rambut Jungkook dengan sayang. Sejak dulu, kadar sayangnya pada Jungkook tidak pernah berkurang, justru semakin bertambah setiap harinya.

"Bantu aku bereskan meja, aku akan panggil yang lain. Ah, apa Lisa tidak kemari hari ini?"

Jungkook beranjak dari duduknya, sedikit menggulung lengan baju yang ia kenakan. "Sedang dalam perjalanan. Mungkin sebentar lagi sampai. Oh, ada Jimin juga nanti. Jisoo Noona masak banyak, kan? Jimin masih dalam masa pertumbuhan, jadi harus makan banyak."

Tawa Seokjin pecah begitu saja, menggema di dapur yang hanya diisi oleh mereka bertiga. Samar-samar Jungkook bisa mendengar suara gerutuan Jisoo lantaran terkejut dengan tawa Seokjin yang mirip decitan kaca.

Sebuah pukulan mendarat mulus di lengan Jungkook. Bukan Seokjin pelakunya, melainkan Jimin yang entah sejak kapan sudah berada di sana. Kemungkinannya, Jimin mendengar apa yang dikatakan Jungkook tentang dirinya.

"Yak, Jimin-ssi!"

"Apa? Siapa suruh mengataiku seperti itu, huh? Aku lebih tua dua tahun darimu, aku sudah makan lebih banyak butir nasi daripadamu. Tidak bisakah kau bersikap lebih sopan padaku, bocah?"

"Tapi aku lebih tinggi darimu," kilah Jungkook.

"Jangan bawa tinggi badanku!"

"Hei, hei, kalian ini kenapa?" Lisa datang dengan kening berkerut, menarik Jimin untuk menjauh sedikit dari Jungkook, lantas mencuri kecup pada pemuda Jeon itu.

"MAKANAN SIAP!"

Mengabaikan Jimin dan tatapan kesalnya, Jungkook beringsut mendekat ke meja makan, menatap lapar pada berbagai hidangan yang disediakan oleh Jisoo.

"Selamat makan."

***

Lisa mendengus. Ia bosan. Dua pria di hadapannya itu justru sedang sibuk dengan konsol game mereka. Saling menyerang, saling teriak, saling mengumpat. Ah, Lisa bahkan terkejut sat Jimin begitu fasih mengumpat ketika dikalahkan oleh Jungkook.

Lisa menoel pipi Jungkook, namun kekasihnya itu hanya membalas dengan lirikan, lantas kembali fokus pada permainannya. Dengan kesal, Lisa duduk di pangkuan Jungkook, membuat namja itu sedikit kepayahan untuk menggerakkan stick.

[✔] DARK | LIZKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang