17 | Why?

3.5K 472 48
                                    

"Tapi sekarang aku tahu, bahwa bocah kecil yang kucari selama belasan tahun, kini ada di hadapanku." []

***



















Jimin tahu seberapa keras hatinya mencoba mengelak dari kenyataan yang ada. Jimin tahu seberapa lama dirinya menutup mata untuk segala lara yang tersaji tepat di depan wajahnya.

Jimin sadar, bahwa duka dan kesakitan itu nyata adanya. Meski ia terus meyakinkan diri untuk percaya bahwa masih ada yang mencintainya, masih ada yang menginginkannya.

Namun kilas balik sepuluh detik yang lalu, berhasil memporak-porandakan seluruh keyakinan yang dibangunnya belasan tahun. Perasaan yang ia jaga mati-matian telah berakhir. Segalanya sudah sampai pada batasnya.

Tentang hidupnya.

Pun tentang kisahnya.

Dan segalanya harus diakhiri secepat mungkin. Pada akhirnya semua kepahitan itu berakhir ditelannya bulat-bulat.

Chaeyoungnya yang tidak pernah rela ia bagi dengan siapapun. Chaeyoungnya, harapannya, hidupnya.

Yang sekarang, harus siap ia lepas kapanpun.

Satu hembus napas ia keluarkan dengan berat hati. Ia dongakkan kepala demi menatap sosok yang selama ini ia hormati setengah mati. Sosok yang selalu membayangi malam-malam mencekam miliknya.

Sosok yang seharusnya ia panggil Eomma.

"Kenapa harus, Eomma?"

"Jangan membantah, Jimin." Suaranya dingin. Benar-benar tidak bersahabat. Seolah apa yang ia ucap adalah mutlak, tak terbantahkan.

Dan pada akhirnya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Jimin selain menganggukkan kepala dan berbalik pergi.

Hoseok ada disana, menatap Jimin dengan pandangan tak terbaca. Melihat tekanan yang selalu diterima sepupunya itu membuat perasaannya ikut sakit. Jika saja waktu itu Hoseok tidak memergoki Jimin yang hampir menelan Alprazolam* dalam dosis yang tidak wajar, mungkin Jimin tidak akan bernapas sampai sekarang.

Terkadang Hoseok menyesali kenapa Jimin lebih memilih menelan rasa sakitnya dibandingkan mengungkap kebenaran.

"Jimin-ah," panggil Hoseok.

"Aku baik-baik saja, Hyung, jangan cemas."

Hoseok menatap nanar punggung rapuh milik Jimin yang membelakanginya.

"Kau yang seperti ini justru membuatku cemas," keluh Hoseok.

"Aku akan mengakhirinya."

Hoseok tersenyum lega. Belum sempat dirinya menyuarakan kata, Jimin lebih dulu berucap.

"Dengan caraku sendiri."

*****

Jungkook tidak bisa berpikir jernih. Semenjak lontaran kalimat dari Jimin beberapa hari yang lalu, yang ia lakukan hanya mengingat dan menunggu Jimin datang untuk penjelasan lebih lanjut.

[✔] DARK | LIZKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang