Dalam remang kali ini, kutemukan diriku yang masih terus mengingat meski segalanya jelas sudah berlalu. Hidupku memang terus berjalan, pun langkah kakiku tidak pernah berhenti. Tapi satu hal yang pasti, rongga dadaku terasa amat kosong usai kepergianmu.
Sekali lagi kuperkenalkan pada dunia, aku Lalisa Jeon. Seorang amat beruntung yang bisa menjadi bagian dari cerita hidupmu.
Aku, calon istrimu yang kau tinggalkan begitu saja. Aku, yang sekarang sudah menjadi istri seorang Jeon Jungkook, juga ibu dari balita bernama Jeon Jimin. Iya, kami sepakat menamai anak pertama kami dengan namamu, lantaran kenangan bersamamu terlalu sulit untuk dienyahkan begitu saja. Juga satu-satunya cara agar kami merasa bahwa kau tetap ada.
Kami menikah dua tahun setelah kau pergi. Setelah melewati masa-masa yang berat. Setelah melewati beberapa kali purnama dengan tangis dan rapalan doa. Kami akhirnya bersatu. Tidak mudah memang, tapi aku menikmati setiap prosesnya.
Maaf, Jimin, aku yang terlalu bodoh dan tidak peka terhadapmu. Kupikir saat itu jika aku setuju untuk menikah denganmu, maka kau tidak lagi terpenjara di hidupmu sendiri. Kupikir, aku selangkah lebih maju untuk membebaskanmu. Namun sekali lagi kukatakan, aku ini memang payah. Kau selalu menyembunyikan segalanya di balik topeng baik-baik saja, dan aku selalu percaya begitu saja. Bahkan hingga napas terakhirmu.
Pertama kali kita bertemu, aku percaya bahwa kau orang baik. Kau manusia paling tulus yang pernah kutemui. Aku tidak mencintaimu dalam konteks asmara, tapi aku mencintaimu sebagai seorang sahabat. Aku ingin hidup seratus lima puluh tahun lagi menjadi temanmu.
Senyummu candu, tutur katamu halus. Sayangnya, lukamu terlalu dalam untuk disembuhkan.
Hari itu, kupikir adalah hari terberat untukmu. Dimana yang kutahu, kau harus memilihku bagaimanapun akhirnya. Cinta tidak cinta, kau harus menikahiku. Itu kata Appa. Lalu aku teringat padamu, pada kisah cintamu, dan pada si cantik Chaeyoung kekasihmu.
Aku berkali-kali mencoba menghubungimu. Lihat, aku bahkan menomorsekiankan Jungkook demi dirimu! Tapi percuma, ponselmu mati, nomormu tidak aktif. Satu-satunya jalanku adalah menghubungi Chaeyoung, dia harapan terakhirku untuk bicara denganmu.
Tapi seolah ditampar kenyataan, aku justru disuguhi dengan isak tangisnya. Sungguh, Jim, aku benar-benar dalam posisi sulit. Chaeyoung mengetahuinya, dan dia memintaku untuk menikah denganmu. Aku ingat sekali dia memohon padaku untuk menerima perjodohan semata-mata agar kau terbebas dari belenggu yang selama ini menjeratmu.
Aku harus apa, Jim?
Aku mencintai Jungkook, sangat. Bagaimana aku bisa menerima perjodohan kita dan menyakitinya? Sekalipun kuyakin Jungkook akan menerima jika tahu duduk perkaranya.
Pada akhirnya, itu juga menjadi hari terberat untukku. Aku menerimanya. Aku menerima perjodohan ini. Aku bersedia menikah denganmu, meski itu berarti aku harus mengorbankan apa yang telah kuperjuangkan. Dan aku, menyakiti Jungkook juga diriku sendiri. Tapi, jika itu untuk kebaikanmu, aku tidak menyesal. Sama sekali tidak.
Satu yang kusesali adalah; aku tidak bisa mempertahankanmu untuk tetap disini.
Pada akhirnya, aku kembali bersama Jungkook. Kembali pada sesuatu yang telah kuperjuangkan. Kembali pada apa yang memang seharusnya kumiliki. Katamu, beberapa hal memang tidak bisa dipaksakan. Termasuk kita. Aku paham, ada banyak hati yang tercerai-berai hanya karena kita berdua.
Meski jalanku juga tidak mudah. Meski masih banyak hal yang harus kami lalui. Pada malam-malam panjang penuh kerinduan. Kau harus tahu, betapa Jungkook amat merindukanmu.
Jimin, kau sudah lelah, ya? Kau sudah tahu semuanya sejak awal, ya? Kau ingin berhenti? Ingin beristirahat?
Istirahatlah dengan tenang sekarang. Masing-masing dari kami mulai menemukan kebahagiaan kami sendiri. Aku bahagia dengan peranku sebagai istri dan seorang ibu. Lalu Chaeyoung, kuharap dia juga tengah berbahagia dengan jalan yang dipilihnya.
Bahagialah, Jimin. Untuk kehidupan selanjutnya, kuharap aku bisa melihat lagi senyum bulan sabitmu. Di masa mendatang, bisakah kita berteman lagi?
----
Dear Lalisa Park
Hai Lisa, calon istriku :)
Pada akhirnya, kita sama-sama menepati janji untuk tidak pernah menikahi satu sama lain. Meski begitu, aku tidak pernah menyesal untuk pertemuan kita.Aku minta maaf jika kepergianku mungkin menyakitkan. Aku sudah memikirkannya jauh-jauh hari. Bersamamu atau tidak, aku tetap akan mati. Kematianku sudah direncanakan sejak dulu. Racun-racun yang dicampurkan dalam makananku, aku tahu. Aku beruntung masih memiliki Hoseok Hyung dalam hidupku. Setidaknya, masih ada yang sudi membuang makanan beracunku dan menukarnya dengan yang baru.
Sampaikan permintaan maafku pada Jungkook karena tidak memberikannya penjelasan, Lisa. Biarkan aku pergi dengan tenang. Biarkan aku beristirahat dalam damai.
Kembalilah pada Jungkook, kembalilah pada cintamu. Nikmati hidupmu sebaik mungkin, banyak orang mencintaimu. Menikahlah dan menua bersamanya, aku yakin Jungkooklah yang terbaik untukmu. Dia tidak akan meninggalkanmu seperti aku. Nanti, jika sudah menikah dan punya anak, jangan lupa kenalkan mereka padaku, ya? Aku juga ingin menyapanya.
Atas segala hal yang telah terjadi, maaf dan terima kasih. Di kehidupan mendatang, semoga kita dipertemukan lagi. Bahagialah, Lisa.
Your ex-future husband
Park Jimin
______
Nggak terasa, ya, pertemuan kita disini tinggal 2 kali lagi :) aku pasti akan rindu masa-masa menulis ini. Aku masih sering bacain komen kalian dari chap awal, maaf karena mungkin ada beberapa yang nggak kubalas. Maaf karena aku suka menaburkan bawang di beberapa bagian, hehe ✌. Dan karena kita akan pisah, jadiiiiiiiiiiii
Aku datang bawa anakku yang baru 😁. Mampir yuk ikut meramaikan kosan, kenalan sama anak-anak kosku yang manis tapi ngeselin 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] DARK | LIZKOOK
FanfictionBagaimana rasanya menjadi kekasih dari seorang pembunuh bayaran? Menahan kekhawatiran setiap kali misi terlarang dikumandangkan? Tanyakan pada Lisa. Lisa merasakannya. Menjadi kekasih seorang pembunuh bayaran ulung bernama Jeon Jungkook. Harus menah...