Lisa memasangkan sepatu pada kaki kecil milik putranya. Hari ini, tepat enam tahun kepergian Jimin. Mereka selalu datang setiap tahunnya. Kalau beruntung, mungkin bisa bertemu dengan yang lain juga.
"Apa kita akan ke tempat Paman Jimin, Eomma?"
"Benar sekali. Apa Jimin sudah rindu?"
Putra kecilnya mengangguk semangat, membuat tatanan rambutnya menjadi sedikit berantakan.
"Apa Paman Jimin juga merindukanku?"
"Tentu saja, mana mungkin tidak." Bukan Lisa yang menjawab, melainkan Jungkook yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Appa tampan sekali!" Jimin menatap berbinar pada Jungkook, merentangkan kedua tangannya pada sang ayah.
Jungkook terkekeh, lantas membawa Jimin dalam gendongan. "Benarkah? Kalau begitu, besar nanti Jimin juga harus setampan Appa."
"Pasti! Aku ini bibit unggul!"
Kontan saja ucapan yang dibarengi dengan wajah polos itu membuat Lisa dan Jungkook tidak bisa menahan tawanya. Anak ini belajar dari mana kalimat seperti itu?
"Siapa yang bilang begitu padamu, Nak?" tanya Lisa masih dengan sisa tawanya.
"Paman Seokjin! Paman bilang Jimin tampan, tapi lebih tampan Paman Seokjin. Paman juga bilang Jimin bibit unggul, sama seperti Paman Seokjin. Tapi, Eomma, bibit unggul itu apa?"
Lagi-lagi kamar itu diisi oleh suara tawa mereka sebelum akhirnya Jungkook membawa anak itu keluar sebelum tambah bicara yang aneh-aneh.
"Jangan lupa bawa bunganya, Sayang."
Dan Lisa mengangguk.
****
Mereka sama-sama menundukkan kepala, merapal doa dan pengharapan untuk seseorang yang sudah menyatu dengan tanah.
Mereka datang lagi, dengan perasaan yang jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dengan hati yang lebih lapang. Pun ikhlas yang semakin nyata.
"Apa kabar, Chae?" Lisa membuka kalimat, mengulas senyum tulus pada wanita berambut sebahu yang ada di hadapannya.
"Aku baik." Chaeyoung membalas. "Aku hanya sedang belajar menjadi ibu yang baik untuk Sakura."
Chaeyoung menurunkan Sakura dari gendongannya, lantas berjongkok guna menyentuh nisan Jimin. "Sakura, Papa ada disini. Ayo beri salam."
"Mama, di dalam gelap, apa Papa bisa bernapas?"
"Ada malaikat yang menjaga Papa di dalam, Sakura tidak perlu khawatir."
Si manis mengangguk, lantas menatap lurus pada gundukan tanah di hadapan. "Papa, aku datang. Rindu Papa, rindu sekali."
Detik itu pula, air mata yang sedari tadi mereka tahan, pada akhirnya tumpah. Pada detik yang sama, mereka lantas sama-sama menyadari bahwa duka dan kesedihan itu masih memeluk mereka erat-erat, enggan beranjak. Karena yang sebenarnya terjadi adalah; mereka hanya ingin terlihat baik-baik saja di hadapan satu sama lain.
****
"OKE CUT!!"
Lampu-lampu diturunkan, kabel-kabel dirapikan. Chaeyoung berdiri dari posisinya, mengusap air mata yang meleleh kemudian membawa Sakura dalam gendongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] DARK | LIZKOOK
FanfictionBagaimana rasanya menjadi kekasih dari seorang pembunuh bayaran? Menahan kekhawatiran setiap kali misi terlarang dikumandangkan? Tanyakan pada Lisa. Lisa merasakannya. Menjadi kekasih seorang pembunuh bayaran ulung bernama Jeon Jungkook. Harus menah...