Bisa tidak, kalau kuminta komen banyak-banyak? Aku rindu..
Hari itu, Jungkook merasa kehilangan segalanya. Hari dimana ia tidak lagi melihat presensi ayah dan ibu. Hari dimana dirinya ditinggalkan sendirian. Dimana hanya ada dirinya dan isak tangis Somi yang menggema di ruang tamu yang lengang.
Mata bulat yang bersinar penuh pengharapan itu membuatnya lupa. Lupa akan rasa sakitnya. Lupa akan segala sesak yang membelenggu jiwa.
Manik yang berpendar seolah meminta kehidupan pada Jungkook. Galaksi indah yang menggantungkan harapnya di kedua tangan kakaknya. Tanggung jawab yang secara tersirat dilimpahkan padanya.
Hingga kenyataan menamparnya telak. Bahwa mungkin, bahagia tidak tercipta untuk ia genggam.
Apakah salah jika Jungkook berjuang? Memperjuangkan hidup dan masa depan cerah untuk adiknya. Kendati yang ia terima adalah sumpah serapah dan makian?
Orang tuanya pernah berkata.
Kami menyayangimu, Nak. Kalian adalah kado terindah yang Tuhan berikan.
Ya, mungkin saja.
Kita akan selalu bersama.
Dan apakah itu bisa dipertanggung jawabkan?
Jawabannya tentu saja tidak. Karena bahkan pada akhirnya, mereka meninggalkan kado terindahnya tanpa sepatah kata. Seolah dibiarkan usang terkikis kerasnya kehidupan. Dibiarkan berdebu lantaran tak pernah tersentuh kasih.
Matahari yang kian meninggi, memaksa Jungkook melangkah tanpa arah. Melewati gang-gang sempit yang kotor dan bau. Tak peduli sengat matahari yang menghitamkan kulitnya. Beberapa orang yang tidak sengaja ia tabrak bahkan seolah enggan untuk sekadar mengumpat. Membiarkannya berjalan begitu saja. Jungkook tidak peduli.
Hingga di ujung jalan, pada akhirnya Jungkook bertemu dengan cahayanya.
****
Langkah kaki Jimin lebar-lebar menghampiri bed Jungkook. Mendudukkan dirinya di kursi dan mencari posisi nyaman.
"Kukira kau sudah pulang." Jungkook mengernyit.
Jimin menatap mata Jungkook yang tidak dihiasi softlens. Matanya cantik, keindahan yang sengaja disembunyikan. Untuk sejenak, Jimin merasa terhanyut dalam pendar indah warna mata Jungkook.
"Soal perjodohanmu dengan Lisa, bagaimana kelanjutannya?" Pertanyaan Jungkook memutus tatapan Jimin pada matanya.
"Lisa menolaknya, tentu saja. Tapi ayahku tidak tahu."
Segaris senyum muncul dari belah bibir Jimin, bersamaan dengan kernyitan yang tercipta di kening Jungkook.
"Apa maksudmu?"
"Kami belum membicarakan kelanjutannya pada ayahku. Tidak tahu, lah, aku ingin kabur saja bersama Chaeyoung."
Punggungnya ia sandarkan, menolehkan kepala pada jendela besar yang ada di ruangan tersebut. Menerawang, menerka-nerka kehidupan seperti apa yang tengah menantinya.
Bersamaan dengan itu, Lisa datang dengan membawa camilan yang sudah disiapkan Jisoo.
"Hidupku tidak seindah yang selalu dilantangkan oleh media. Aku bahkan tidak pernah punya pilihan dalam hidup. Kau benar, Jungkook, aku hanya serupa ulat yang terperangkap cangkang kepompong. Mati segan, hidup juga enggan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] DARK | LIZKOOK
FanfictionBagaimana rasanya menjadi kekasih dari seorang pembunuh bayaran? Menahan kekhawatiran setiap kali misi terlarang dikumandangkan? Tanyakan pada Lisa. Lisa merasakannya. Menjadi kekasih seorang pembunuh bayaran ulung bernama Jeon Jungkook. Harus menah...