Diam)12

3.1K 278 10
                                    

Maaf jika ada typo🍎

()


"Selamat pagi," sapa Suho pada istrinya yang tengah menyiapkan sarapan.

Irene tersenyum, "pagi juga" balasnya.

"Wahh... kelihatannya enak," Suho menatap berbinar pada meja makan.

Irene terkekeh, "mari makan," ujarnya. Ia tak mau melihat ekspresi suaminya yang lucu tersebut. Karena jujur, ekspresi suaminya tadi sanat tidak bagus untuk kesehatan jantungnya.

Suho menarik kursinya, lalu duduk dan tersenyum pada Irene yang mengambilkannya makanan. Benar-benar seorang istri yang baik. Irene mulai berubah, dan Suho menyukainya. Mereka melaksanakan sarapan dengan tenang. Jika dulu tenang dan canggung, kini menjadi tenang dan tak ada lagi kata canggung kali ini.

"Berangkat bareng aja ya," ujar Suho setelah mereka selesai sarapan.

"Tapi..."

"Kenapa?"

Irene diam menatap sang suami. Ia malu jika diledeki Seulgi nanti. Waktu ia dijemput Suho saja sudah membuat wanita itu heboh. Apalagi jika Irene berangkat bersama? Akan lebih heboh lagi reaksi wanita bermarga asli Kang tersebut.

"Mobil aku kan udah gapapa, jadi aku berangkat sendiri aja," ujar Irene.

"Ck, perlu aku jual aja mobil kamu?"

"Eh?" Irene menatap Suho tak percaya.

"Iya, aku jual biar kita bisa berangkat bareng." Ujar Suho dengan ekspresi kesalnya. Entahlah, dalam hatinya ia sangat kesal atas perlakuan Irene yang menolak permintaannya. Padahal tak sulit, hanya berangkat bersama. Tetapi kenapa istrinya itu tak mau menurut?

"Jangan begitu.." Irene lirih.

"Ya udah, aku berangkat dulu." Suho bangkit dan langsung pergi begitu saja. Berangkat kerja dengan mood yang buruk.



()



"Kak?" Suara Joy yang membuyarkan lamunan Irene.

"Eh, Joy."

"Kakak gapapa kan?" Tanya Joy memastikan.

Irene tersenyum. "Ngga kenapa-napa kok,"

"Tapi kok ngelamun?"

"Gapapa Joy, kamu lanjut kerja aja," ujar Irene meyakinkan Joy.

Sedangkan perempuan bermarga asli Park itu hanya mengangguk. Ia kembali duduk ditempatnya dan mulai fokus pada pekerjaan yang telah menumpuk, dan menunggunya untuk menyelesaikan.

Irene juga kembali merenung. Apakah Suho benar-benar marah padanya? Jika iya, apa yang harus Irene lakukan untuk membujuk suaminya itu?

_

"Kusut amat tuh muka. Kenapa?" Tanya Chen.

"Gapapa," jawab Suho dan langsung duduk ditempatnya.

"Ada apa lo kesini?" Tanya Suho pada Chen yang tumben datang ke kantornya.

Sedangkan yang ditanya malah menyengir kuda. Memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Please deh Chen, gue nanya lo bukan buat liat cengiran lo," Suho menatapnya malas.

"Hehe.. sorry bro, nggak usah baper lah. Sensitif amat lo," Chen terkekeh.

Suho semakin malas. Ia lebih memilih untuk berkutat pada layar laptopnya. Tak mau perduli pada temannya itu. Suho benar-benar kesal. Sudah cukup tingkah Irene, kenapa harus ketambahan tingkah Chen pula?

"Ekhem. Jisoo balik gan," ujar Chen dan langsubg membuat Suho menegang seketika.

Jisoo kembali? Benarkah? Tapi apa urysannya dengan Suho? Ia tak boleh memikirkan wanita lain. Ia harus membuang jauh-jauh pikiran tersebut. Istrinya lebih berhak mendapatkannya.

"Bukan urusan gue," Suho mencoba secuek mungkin.

Chen tersenyum dan mengangguk. "Gue pikir juga gitu Ho. Gue cuma kasian sama Irene,"

"Apapun dipikiran lo, gue bakal jamin salah semua," ujar Suho tegas. Bagaimanapun Jisoo adalah masa lalu, dan Irene adalah masa sekarangnya dan seseorang untuk kunci masa depannya.

"Gue nggak boleh terpegaruh lagi," gumam Suho meyakinkan dirinya sendiri.








T. B. C.
Votenya dong:)🍎

Diam-endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang