Maaf jika ada typo🍎
()
Setelah makan malam dan mencuci piring, Irend menuju ke tempat dimana ia harus menyetrika.
"Kamu nggak capek?" Tanya Suho yang entah sejak kapan ada disana.
"Kan emang gini tugas aku,"
"Tugas kamu?" Pancing Suho.
"Iya, tugas aku jadi seorang is-" Irene menghentikan ucapan serta aktivitasnya. Ia sadar, Suho sedang mengerjainya.
"Kenapa nggak diterusin?"
"Padahal pengen denger," ujar laki-laki itu semakin membuat Irene menahan malu.
"Nggak, kamu istirahat aja," Irene mengaligkan topik dan melanjutkan menyetrika baju.
"Aku istirahat, dan biarin kamu capek disini gitu?"
Irene mencoba tak menanggapi. Suho selalu bisa membuat pipinya memanas dengan kata-kayanya itu.
"Mending aku disini aja. Nemenin kamu," Suho duduk dilantai, karena disana memang tak ada tempat duduk. Irene saja berdiri. Hm, lain kali Suho beli mesin setrika otomatis saja lah, agar istrinya tak kecapekan.
"Terserah," ujar Irene sekaligus berusaha menetralkan degup jantungnya yang seakan mendemo itu.
()
"Besok jalan-jalan yuk," ajak Suho.
Irene yang sedang menata pakaian sesudah dicuci itu pun refleks menghentikan aktivitasnya. Menoleh, dan menatap sang suami yang sedang bersandar di atas kasur sembari menatap balik dirinya juga.
"Mau kan?" Tanya laki-laki Kim itu sekali lagi.
"Kemana?" Tanya Irene balik.
"Ke tempat yang tenang. Yah, mumpung hari libur gitu, biar bisa rileks bentar," Suho berkata sembari memainkan ponsel ditangannya.
Sedangkan Irene hanya mengangguk. Tak ada salahnya menolak kan? Selain bisa melepas penat, ia juga bisa lebih dekat dengan suaminya kan? Eum... suami? Entahlah, hatinya menghangat ketika kata itu muncul. Apa lagi jika sambil membayangkan senyum Suho yang menenangkan hatinya.
"Mikir apa?" Tanya Suho yang entah sedari kapan sudah berada di depan istrinya itu.
"Eum?" Irene tampak salah tingkah. "Ng-nggak kok," ujarnya pelan dan langsung melanjutkan aktivitasnya kembali.
Sedangkan Suho malah tetap diam diposisinya sembari melipat kedua tangannya didepan dada. Tersenyum karena tingkah Irene yang ia anggap lucu itu. Menatap gerak-gerik sang istri yang mengambil pakaian lalu ditata di almari mereka.
Sadar jika ia sedang diperhatikan sedari tadi, Irene menutup pintu almari karena sudah selesai. Setelah itu, ia pun memberanikan diri menatap Suho.
Mereka saling tatap dengan keadaan diam. Tak ada yang mau membuka pembicaraan terlebih dahulu.
Suho menatap istrinya dengan tenang. Mencoba memahami apa yang dipikirkan wanita yang telah dijodohkan dengannya itu.
Sedangkan Irene malah merasakan jika tubuhnya mulai menegang. Entah apa yang ia pikirkan hingga takut sesuatu terjadi padanya.
Keheningan itu berlangsung cukup lama, hingga suara ponsel milik Suho berbunyi. Pertanda panggilan masuk.
"Halo?"
"...."
"Udah malem, males"
"...."
"Maaf, tapi kan kita udah gak ada urusan lagi,"
Setelah itu, Suho mematikan teleponnya secara sepihak. Malas berurusan dengan orang yang tak penting lagi baginya.
"Siapa?" Tanya Irene.
"Nggak usah tau," ujar Suho dan meletakkan benda persegi tipis itu dimeja kerjanya.
Irene hanya mengangguk. Tak mau terlaku ikut campur jika Suho memang tak menginginkannya.
Tanpa Irene duga, Suho tiba-tiba menarik tangannya hingga mereka terlentang bersebelahan dikasur empuk itu. Tangan Suho melempar guling yang berada diantara mereka. Membuat Irene menatapnya seolah bertanya.
"Mulai sekarang, jangan ada batas buat kita," ujar Suho menatap sang istri. Sedangkan yang ditatap tampak salah tingkah.
"Tidur," Suho mulai memejamkan matanya.
Tak mau ambil pusing, Irene pun juga menyusulnya. Mereka tidur dengan saling berhadapan. Tak ada hal lebih, hanya berhadapan saja.
T. B. C.
Minta bintangnya dong:v)🍎
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam-end
Fanfiction() ✔ Memiliki istri yang dingin dan cuek bukanlah kemauan Suho. Tetapi jika kenyataannya seperti itu, maka apa yang harus ia lakukan? Tentu saja ia hanya bisa pasrah menerimanya.