06.00
Xena terbangun dari tidurnya dengan mata sembab dan hidung yang memerah, ia menangis semalaman. Andai saja tadi malam Rani dan Dika tidak menyangkut pautkan perdebatan sengit semalam dengan nama Daniel, mungkin Xena tidak akan tampak selemah ini
Ia menggeliat kecil, kemudian mencoba duduk dengan tangan yang memegangi kepalanya. Akhir akhir ini Xena merasa tidak sehat, ia sering kelelahan, pusing, dan perutnya seringkali melilit tiba tiba.
“Sialan kenapa gue jadi pusing,” Xena merutuk kemudian mencoba bangkit dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Baru tiga langkah Xena berjalan, namun tubuhnya oleng, ia jatuh terduduk.
“Anjir, kenapa gue jadi kaya balita belajar jalan gini sih?” Xena bangkit berusaha tidak mempedulikan rasa sakit yang bersarang di kepalanya. Kini ia sudah berada di kamar mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah.
Andai saja ia belum pernah mendapat SP dari pihak sekolah, sudah Ia pastikan bahwa bolos adalah pilihan paling tepat dan menyenangkan yang akan Xena lakukan.
Lagipula sekolahnya terlalu alay, hari itu ketika Xena mendapat Surat peringatan untuk pertama kalinya dalam hidup, Xena berangkat sekolah dengan sepatu kuning, hoodie kuning, dan tidak memakai atribut seperti dasi dan ikat pinggang.
Hari itu adalah hari keramat bagi sebagian siswa karena diadakan upacara. Karena menghindari upacara, Xena memutuskan untuk berangkat pukul delapan pagi, Niatnya akan mengendap endap masuk ke dalam sekolah namun gagal, Ia justru bertemu Bu Atmi, guru BK super killer yang memiliki ratusan haters di sekolah. Akhirnya ia di seret layaknya kambing ke ruang BK yang full AC dan wi-fi.
Siangnya, Xena terlibat perkelahian dengan kakak kelas yang menuduh Xena sebagai PHO. Gadis yang bahkan tidak Xena ketahui namanya itu melabrak Xena di toilet dengan alasan cemburu karena pacarnya seringkali menaruh cokelat dan benda benda lain di loker Xena. Cih bahkan Xena tidak tahu seperti apa rupa cowok itu.
Aksi jambak jambakan dimulai, belum lagi dengan adegan Xena menendang tulang kering gadis berstatus kakak kelas itu hingga tulangnya patah, sehingga dilarikan ke rumah sakit, dan untuk kedua kalinya di hari itu Xena harus bertemu dengan wajah memuakkan Bu Atmi.
Kembali ke Xena sekarang, Gadis itu sudah rapi dengan seragam batik dan rok putih yang melekat sempurna di tubuhnya. Rambutnya sengaja dibiarkan terurai, setidaknya membantu menyamarkan bekas tamparan Rani yang hingga kini masih memerah.
Xena berangkat tanpa membawa tas, ia hanya mengantongi ponsel dan menggenggam kunci mobil. Setelah itu melesat menuju ruang makan yang ada di lantai dasar. Dua gembel dan anak perempuan mereka yang seringkali Xena panggil dengan sebutan Mei mei itu tidak terlihat. Mungkin masih tidur dengan nyaman atau sedang menyusun rencana untuk menghancurkan Xena.
Binda yang sedang menata piring tergesa gesa menghampiri Xena yang berdiri sambil menggaruk pipinya di ruang makan.
“Non Xena nggak papa?” tanya Binda kemudian memutar tubuh Xena. Xena mengangguk kemudian memegang tangan Binda.
“Xena nggak papa, Binda masak apa?” tukas Xena cepat kemudian melangkah menuju kursi makan dan mendudukinya. Ia menutup pipi kirinya dengan rambut agar Binda tidak mengetahui bekas tamparan yang diciptakan Rani semalam.
“Nasi goreng udang Non, sini bibi ambilkan,” Binda dengan sigap meraih piring dan mengisinya dengan nasi goreng, kemudian meletakkannya di depan Xena, setelah itu menuang susu putih ke dalam gelas dan menyodorkannya pada Xena.
“Makasih bi, Binda udah sarapan?” tanya Xena yang dibalas dengan gelengan Binda.
“Binda temenin Xena sarapan ya,” pinta Xena kemudian menarik pelan pergelangan tangan Binda dan mendudukkannya di kursi yang terletak di damping kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hemofilove
Teen FictionHemofilove |Ketika kita yang jauh dari kata sempurna merasakan jatuh cinta| Tentang seorang gadis bernetra abu abu yang mencintai seseorang laki laki yang tak bisa ia gapai. Berbagai cara telah ia lakukan agar laki laki bertubuh tinggi itu membalas...