Akibat perbuatannya kemarin, pihak sekolah menjatuhi Xena hukuman skors dua hari. Bukannya menyesal atau apa, seketika hal itu justru menjadi angin semilir bagi gadis seperti Xena. Bu Atmi selaku guru BK mengomelinya hingga berbusa kemarin, dan semakin mengomel ketika ia justru tidur sambil menunduk dalam.
Rilla dilarikan ke rumah sakit, nasibnya tidak jauh berbeda dengan kakak kelas yang membullynya dengan alasan sama beberapa bulan lalu—tidak terima diputuskan oleh pacarnya dan datang melabrak Xena yang sedang makan dengan tenang. Sedangkan Hara, gadis itu dianggap sebagai saksi, dan dalam masalah ini ia tidak mendapatkan hukuman apa apa.
Dan sekarang, di sinilah Xena. Di sebuah cafe bernuansa modern yang terletak sekitar lima ratus meter dari kawasan SMA Adhiwiyata. Ia menatap jengah pada layar laptop yang berada di atas meja, sesekali mengacak rambut terurainya, membuat tampilannya seperti orang gila.
Jika biasanya ia sangat menikmati masa masa skorsnya, maka kali ini Xena akan menjawab dengan tidak. Bagaimana ia bisa menghabiskan waktu skorsnya dengan tenang, Bu Hida menggandakan tugas prakaryanya. Dasar kompeni.
Xena meneguk Ice Coffee di gelasnya yang tersisa setengah hingga tandas. Kemudian membolak balikkan buku itu dengan kesal. Cuaca di luar sedang panas panasnya, Ia menutup buku itu dengan kasar, niatnya untuk menyelesaikan tugas itu hilang seketika.
Xena menatap ke arah luar melalui jendela yang berada di sebelah kanan tubuhnya. Jalanan tidak terlalu ramai, hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang .
Ia sudah duduk di cafe ini selama lima jam, namun tugasnya masih saja belum terselesaikan. Padahal harus segera dikirim lewat e-mail hari ini juga. Tiga tugas masih terbengkalai, otak Xena sudah terasa panas, pelipis dan bagian atas hidung mancungnya terasa berdenyut. Ia memutuskan untuk merebahkan kepalanya sejenak.
“Punten, boleh duduk di sini?” suara itu membuat Xena mengangkat kepala setelah itu mendengus ketika mengetahui pemilik suara itu. Si kapten basket yang suka sekali memancing emosi Xena, siapa lagi jika bukan Dito Alexander.
“Nggak boleh, cari tempat lain aja mang,” balas Xena acuh.
“Dih pelit amat lo jadi cewek,” Dito mencibir, kemudian mendudukkan pantatnya di kursi yang berada di hadapan Xena.
“Ciye yang diskors gara gara matahin tulang cabe cabean,” goda Dito membuat Xena memberengut kesal.
“Habisnya, masak iya gue dibilang pelakor Padahal gue aja nggak kenal sama cowoknya,” adu Xena dengan wajah masam
“Lagian udah tau cabe cabean, masih aja lo ladenin,”
“Gimana nggak gue ladenin, gue udah enek banget sama itu orang, harusnya gue bikin sekarat sekalian. Oh iya, dari mana aja lo, beberapa hari ini nggak kelihatan,” ucap Xena yang berakhir dengan sebuah pertanyaan.
“Gue juga di skors sama Bu Atmi, gara gara ketahuan berantem sama anak sekolah lain,” jawab Dito santai sambil menyeruput minuman kaleng yang ia bawa.
“Dan lo bolos di hari pertama berangkat sekolah setelah di skors? Mantap, emang murid teladan lo,” cibir Xena membuat Dito terkekeh sembari mengeluarkan vapor dari sakunya. Xena melihatnya, namun ia tidak terkejut apalagi melarang, toh asap vapor Dito baunya enak.
“Lo ngapain di sini? Bukannya rebahan aja di rumah,” tanya Dito sambil menghembuskan asap dari mulutnya ke udara.
“Rebahan mata kau, Tugas gue banyak banget nih, Bu Hida kayaknya dendam banget deh sama gue, masak iya tugas gue dia buat jadi beranak gini,” keluh Xena sambil membalik layar laptop mengarahkannya pada Dito.
Dito membaca tugas tugas milik Xena, kemudian tampak memikirkan sesuatu.
“Oh tugas yang ini, gue kayaknya pernah ngerjain,” ucap Dito masih sambil mengingat ingat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hemofilove
Teen FictionHemofilove |Ketika kita yang jauh dari kata sempurna merasakan jatuh cinta| Tentang seorang gadis bernetra abu abu yang mencintai seseorang laki laki yang tak bisa ia gapai. Berbagai cara telah ia lakukan agar laki laki bertubuh tinggi itu membalas...