Happy reading all :)
Xena mengendarai mobilnya dengan santai. Seolah tidak ingat dengan kejadian beberapa menit lalu yang membuat pipinya sukses memerah dan panas.
Ia berniat pulang ke rumah kemudian menghabiskan harinya dengan memakan semua snack yang sempat ia beli tadi.
Sebelah kakinya menginjak rem ketika mobilnya mendekati lampu lalu lintas yang sedang menampilkan warna merah.
Beberapa saat setelah mobilnya berhenti seseorang mengetuk jendela bagian kiri mobilnya beberapa kali. Di dalam mobil Xena terlonjak, kemudian menurunkan kaca.
"Mbak, ban belakangnya kempes," ucap bapak bapak berseragam PNS dengan tas hitam di pundaknya.
Sontak Xena berpikir, padahal sebelumnya ban mobil kuning itu tidak apa apa. Dengan kikuk Xena mengangguk lalu mengucapkan terimakasih.
Batinnya sedikit was was, mengingat beberapa modus perampokan yang sering terjadi dengan cara seperti ini. Namun melihat siapa yang memberitahunya pikiran itu enyah seketika.
Setelah lampu merah berubah menjadi hijau Xena melajukan mobilnya dengan pelan, lantas menepikan benda itu di pinggir jalan yang cukup sepi.
"Lah anjir, kok beneran kempes sih?" seru Xena setelah mengecek ban mobilnya yang ternyata benar benar kempes.
Xena berjongkok ketika melihat sesuatu tertancap di salah satu bannya. Tangannya terulur kemudian mencabut benda tajam berupa paku besar yang menancap disana dengan emosi.
"Ngapain lo nancap di sini hah? Siapa yang nyuruh? Bikin susah aja lo dasar paku," omel Xena kepada paku yang kini berada di tangannya.
"Terus sekarang gue harus gimana anjir, yakali gue naikin nih mobil sampe bengkel, yang ada makin parah bocornya," Xena bermonolog sembari bersandar di bagian belakang mobil dengan wajah kusut. Setaunya tidak ada bengkel yang dekat dengan posisinya saat ini.
"Kalau ditinggal di sini, gue pulangnya gimana? Mana nggak ada angkot yang lewat sini," lanjut Xena yang hanya dibalas dengan angin yang bertiup kencang.
Padahal bisa saja ia memesan ojek online lalu meminta sopirnya membawa mobil ke bengkel, atau bahkan menelepon bengkelnya langsung. Tapi ya sudahlah terkadang otak memang seringkali tidak berjalan saat dibutuhkan.
"Wah, jangan jangan gue kualat sama Rea," Xena mulai mengomel lagi, lalu menatap ban mobil sebelah kirinya yang makin mengempis.
"Dasar ban mobil, kalau lo tau di depan lo ada paku jangan di trabas gitu aja dong. Ngomong kek, nah ini nggak, tau tau udah bocor," omel Xena lalu menendang ban bocornya beberapa kali.
Berhenti di pinggir jalan membuatnya sesekali diperhatikan oleh beberapa orang, terutama jamet jamet yang melintasi trotoar.
"Sendiri aja neng," sapa seorang pemuda berbaju motif catur dengan rambut yang dicat dengan warna merah cabai.
Karena terlanjur sensi, Xena menyahut dengan sewot, "Nggak mas, saya nggak sendiri. Saya rame rame nih sama warga se RT, nggak lihat?"
"Galak ih, jadi gemes," ucap seorang jamet lain yang berpenampilan tak jauh berbeda dengan jamet pertama.
Xena menatapnya sinis, namun dua orang itu tidak juga pergi, justru menatapnya sambil tersenyum aneh, menampilkan gigi salah satunya yang berhias kawat. Dan yang satu lagi justru membuat Xena ingin tertawa ngakak.
Entah sedang trend atau apa, Xena berhasil menangkap pemandangan menakjubkan di dalam mulut jamet berbaju merah muda, tampak dua buah karet nasi padang disilangkan di rongga mulutnya. Seketika batinnya bertanya tanya, faedahnya apa? Sebesar itu keinginannya untuk memasang kawat gigi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hemofilove
Teen FictionHemofilove |Ketika kita yang jauh dari kata sempurna merasakan jatuh cinta| Tentang seorang gadis bernetra abu abu yang mencintai seseorang laki laki yang tak bisa ia gapai. Berbagai cara telah ia lakukan agar laki laki bertubuh tinggi itu membalas...