|Dua Belas|

450 38 5
                                    


Warning !!!
Terdapat kata kata kasar dan sedikit kekerasan di chapter ini, jadilah pembaca yang bijak. Yang baik silahkan dicontoh dan yang buruk mohon untuk tidak ditiru
.
.

Happy Reading :)

Xena memutuskan untuk pergi ke sekolah hari ini. Melupakan semua kesialan yang terjadi padanya kemarin. Mulai dari sandiwara globe jatuh, drama di UKS dan ceramah panjang Bu Hida akibat enam nilai tugas Prakaryanya masih kosong, ditambah lagi semalam perutnya terasa kram.

Gadis dengan gaya rambut yang dicepol dua atau yang biasa disebut pucca hair itu menyusuri koridor lantai dua yang mulai ramai. Ia mempercepat langkahnya menuju kelas, delapan menit lagi bel akan berbunyi, dan ia belum menyelesaikan PR bahasa inggris yang harus dikumpulkan pagi ini.

Xena berjalan terburu buru menuju bangkunya, setelah itu bergerak mengambil buku tulis di lacinya dengan cepat, bagaimana akan mengerjakan PR jika semua bukunya ada di dalam laci. Biarkanlah, Xena tidak akan menjadi bodoh jika tidak membawa bukunya pulang.

Xena membuka lembaran berisi dua puluh soal yang harus ia selesaikan, kemudian mengerjakannya dengan cepat. Bangku sebelahnya masih kosong, yang berarti Hara belum menapakkan kakinya di dalam kelas, mungkin belum berangkat. Xena tidak peduli.

Saat sedang fokus menyelesaikan soal yang tersisa, sebuah tangan menyentuh cepolan rambutnya, kemudian menggoyangkannya tanpa perasan. Membuat Xena murka, bagaimana tidak, ia harus bangun lebih awal untuk membentuk rambut cokelatnya. Biasanya gadis itu hanya mengikat rambutnya secara asal, atau bahkan membiarkannya terurai bebas.

"Gue buatnya susah kambing, jangan dirusak," omel Xena pada pemilik tangan yang tak lain adalah Hara.

"Gemes gue lihatnya, mirip tanduk ayam," ucap Hara nyeleneh

"Bego, ayam mana punya tanduk,"

"Habisnya, tumben tumbenan lo mau nata rambut kaya gini, biasanya juga asal asalan udah kek gembel," Hara berucap seolah meremehkan, membuat Xena menoyor kepala Hara cukup keras

"Gue lagi keranjingan Dita Karang,"

"Oh, idol yang dari Indonesia itu, cantik banget anjir, iri gue,"

"Gimana rambut gue bagus kan? Gue udah mirip belum sama mbak Dita?" tanya Xena sambil menepuk kedua buns yang ada di kepalanya dua kali dengan tangannya, setelah itu menampilkan senyuman manis hingga matanya menyipit.

"Bagus sih, cuma kalau lo jatuhnya bukan mirip Dita Karang,"

Xena menyengrit, "Terus gue mirip apa?"

"Batu karang," ucap Hara kemudian tergelak melihat raut wajah masam Xena. Tentu saja Xena mengumpati Hara dalam hatinya, namun ia memilih diam dan melanjutkan tugasnya yang belum selesai. Mengabaikan Hara yang kini asyik membaca novel baru yang ia beli beberapa hari lalu.

Lima menit adalah waktu dibutuhkan Xena untuk menjawab semua soal di bukunya. Tiga menit lagi bel akan berbunyi, Ia jadi teringat bahwa empat jam pembelajaran kedepan adalah dua mapel yang memberi banyak peluang baginya untuk tidur. Ekonomi lintas minat dan Bahasa Inggris.

Dua mata pelajaran dengan guru paling santuy, menyimak pelajaran atau tidak adalah sebuah kebebasan, tidak mencatat tentu diperbolehkan, bahkan tidur di kelas terasa seperti dianjurkan. Yang penting ketika ulangan dan ujian, dua guru itu menginginkan nilai yang tinggi dan tidak menerima remidi.

Seperti pertemuan pertemuan sebelumnya, Xena memilih untuk tidur dengan properti berupa bantal hasil pinjaman dari Ressa-salah satu teman sekelasnya yang terkenal sebagai tukang tidur

Hemofilove Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang