|Sepuluh|

487 33 5
                                    


Dari sela sela buku, Xena bisa melihat sebuah punggung tegap di seberangnya. Tidak salah lagi, itu pasti belahan jiwanya. Xena mengambil buku PPKn dengan cepat kemudian menaruhnya di meja baca. Lalu menghampiri laki laki yang berdiri di depan rak buku kesehatan. Setelahnya Xena menyapa dengan senyuman lebar.

“Assalamualaikum calon pacar, Akhirnya kita di pertemukan lagi oleh yang Mahakuasa dengan keadaan sehat sentosa, dan penuh cinta meski cinta sepihak saja,”

Laki laki itu terlonjak, membuat buku tebal yang tengah ia baca jatuh di sebelah kakinya. Ia menatap Xena sinis, kemudian mengambil buku itu dan meletakkanya di tempat ia mengambilnya.

“Bisa nggak sih lo, nggak usah ngagetin,” geram Aran kemudian bersandar di tembok, tidak menghiraukan Xena yang masih memasang senyuman lebarnya.

“Calon pacar kok nggak ikut pelajaran,” tanya Xena pada Aran yang malah memejamkan mata dengan masih bersandar ke tembok perpustakaan yang berwarna putih gading.

“Jamkos, dan gue bukan calon pacar lo,” balas Aran singkat kemudian berlalu dari hadapan Xena dan menduduki salah satu kursi yang berada di sudut ruangan. Disusul Xena yang dengan riang membuntutinya.

“Lo kenapa sih ngintilin gue mulu, nggak ada kerjaan yang lebih berfaedah?” Aran mulai risih dengan kehadiran Xena yang tidak Ia undang.

“Astaga Dragon, Bu Yunitet,” pekik Xena kemudian menepuk dahinya, Ia melupakan perintah Bu Yunita untuk segera mengambil buku. Ia merogoh ponsel di sakunya kemudian mencari kontak Hara setelah itu menelefonnya.

Panggilan tersambung, meski belum ada jawaban dari Hara. Beberapa kali mencoba akhirnya gadis setengah waras itu menjawab panggilan Xena dengan suara yang sengaja dipelankan.

“Apasih, Xen. Gue nggak mau cari masalah sama Bu Yunita,” nada lirih itu masih bisa terdengar jelas di telinga Xena.

“Buruan deh ke perpustakaan, gue nggak mau balik ke kelas lagi. Lo ambil ya buku yang diminta Bu Yunita,” titah Xena membuat Hara di seberang sana mendengus kesal.

“Gue harus bilang apa, dia kan sensi banget sama gue,” Hara bertanya dengan malas, setelah itu mencibir mendengar jawaban Xena.

“Suka suka lo lah, yang penting lo bisa kesini ambil bukunya, gue lagi nge-date nih sama calon pacar,” tukas Xena sambil menatap ke seluruh penjuru ruangan, setelah itu ide cemerlang menghampirinya ketika ia menatap globe berukuran besar yang terletak di atas rak buku sejarah.

“Ra, bilang aja sama Bu Yunita kalau gue pusing nggak kuat jalan lagi ke kelas soalnya kepala gue ketimpuk globe,” sambung Xena

“Jir, Bego banget sih lo, Yaudah gue OTW,” balas Hara kemudian mematikan sambungan telepon dan mencoba meminta izin kepada Bu Yunita yang sedang bermain ponsel di depan sana.

“Permisi bu, Maaf Xena barusan telepon saya katanya nggak bisa antar buku ke kelas,” ucap Hara membuat semua perhatian mengarah kepadanya.

“Kenapa lagi anak itu?”

“Jadi gini, Xena pusing nggak kuat jalan lagi ke kelas soalnya kepalanya habis kejatuhan globe bu,” terang Hara membuat sebagian siswa tertawa dengan keras, namun setelahnya berhenti ketika Bu Yunita memelototkan matanya.

“Beneran? Xena kan sering cari alasan supaya bisa bolos mapel saya,” selidik Bu Yunita.

“Eh, beneran kok bu, tadi aja Xena kaya nahan sakit gitu,” tukas Hara cepat, tentu saja dengan kebohongan yang teramat murni.

“Ya sudah, kamu ambil bukunya segera,” perintah Bu Yunita membuat Hara bergerak cepat. Hasrat untuk mengatai Xena sudah memuncak hingga ubun ubunnya.

Hemofilove Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang