Aran mengusap wajahnya kasar, kemudian mengacak rambutnya dengan sebelah tangan. Gadis bernama Axena itu benar benar membuat pikirannya yang suci menjadi tercemar. Mengapa juga ia harus sekhawatir itu dengannya, bukankah selama ini Aran tidak pernah peduli dengan gadis itu.Ia mengeluarkan ponsel, kemudian mengirimkan pesan kepada Brandon—salah satu temannya. Aran mendengus, kembali berpikir mengapa ia sepanik itu ketika Xena mengeluh kesakitan tadi.
Hampur sepuluh menit berlalu, Aran dan Xena terpisahkan oleh tirai berwarna biru langit , asyik dengan pikirannya masing masing, hingga kemudian seorang laki laki berwajah blasteran yang menggenggam sebuah kantung plastik berisi bungkusan makanan datang dan menepuk bahu Aran pelan.
“Nasi goreng nggak pakai cabe, sama jus jeruk,” ucap Brandon singkat disertai dengusan sebal, bagaimana tidak. Aran menerornya dengan pesan singkat ketika ia sedang mabar bersama teman yang lain.
“Ambil gocap di tas gue, sisanya buat lo,” balas Aran kemudian merebut plastik putih di tangan Brandon.
Wajah kusut Brandon cerah seketika, “Asyiap Bosque,” tukasnya bersemangat lalu berbalik dan keluar dari UKS.
“Akhlakless” gumam Aran kemudian menyibak tirai yang menutupi ranjang Xena.
Xena yang sedang melamun terkejut ketika tirai itu terbuka, Ia mendapati Aran yang berjalan ke arahnya dengan wajah datar. Aran mengangkat tangannya kemudian meletakkan plastik putih di dekat Xena.
“Makan,” tukas Aran singkat, membuat Xena menegakkan badannya dan duduk bersandar di kepala ranjang.
“Apaan nih?” tanya Xena sambil membuka bungkusan itu.
“Makan, habis itu minum obat,” titah Aran lalu berbalik dan bersiap melangkahkan kaki keluar ruangan itu.
“Lo mau kemana?” tanya Xena membuat Aran berbalik lagi dengan malas.
“Ke kelas, mau mabar,”
“Aihhh. Lo di sini aja, temenin gue,” rengek Xena
“Dih,” sinis Aran pada Xena. Gadis itu menggembungkan pipi, membuat wajahnya tampak imut, namun tidak untuk laki laki semacam Aran, Ia justru bergidik ngeri.
“Aran, lo temenin gue aja ya, gue takut sendirian,” Xena masih saja merengek, membuat telinga Aran nyaris meledak.
“Manja,"
“Gue kan manjanya juga sama calon pacar sendiri,” Aran memutar bola matanya, Jawaban Xena membuatnya semakin malas. Calon pacar apanya
“Bukannya waktu itu lo di UKS sendiri, toh sekarang lo juga masih hidup,”
“Abang kok jahat sih sama adek,”
“Jijik,”
“Ih, makanya temenin gue, kalau enggak gue bakal bilang kalau lo yang bikin gue sakit,” ancam Xena “gue bakal bilang kalu lo yang ngejatuhin globe ke kepala gue,” lanjutnya sambil melubangi bagian atas jus dengan sedotan.
“Sinting,” tukas Aran cepat kemudian duduk di kursi yang berada di dekat ranjang Xena. Niatnya untuk push rank harus kandas karena ancaman Xena. Lagipula Aran masih ingin hidup tenang di sekolahan tanpa harus berurusan panjang lebar dengan gadis bar bar dan licik seperti Axenna. Iyain aja biar cepat
“Nah, gitu dong. Harus perhatian sama calon pacar, sekarang suapin gue ya,” ucap. Xena semakin melunjak ketika Aran sudah duduk tampan di dekatnya.
“Lo lumpuh? Makan sendiri,” tukas Aran sinis kemudian meraih sebuah majalah kesehatan yang tergeletak begitu saja.
“Jahat, nggak ada perhatian perhatiannya sih sama calon pacar sendiri. Untung gue sabar,” gumam Xena lirih setelah itu mulai menyantap makanannya dengan malas. Batinnya terus merutuki Aran, lali laki itu memang susah sekali untuk dimodusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hemofilove
Teen FictionHemofilove |Ketika kita yang jauh dari kata sempurna merasakan jatuh cinta| Tentang seorang gadis bernetra abu abu yang mencintai seseorang laki laki yang tak bisa ia gapai. Berbagai cara telah ia lakukan agar laki laki bertubuh tinggi itu membalas...