Chapter 6

3.6K 621 47
                                    

Chapter 6


Draco telah membaca-baca buku Ramuannya selama beberapa jam ketika ketukan keras di jendela menyebabkan dia mendongak. Burung hantu besar dan anggun yang telah datang sebelumnya ke sini sekali lagi, mengetuk jendela dengan tangkas agar diizinkan masuk. Tersenyum lebar, Draco membuka jendela dan membuka ikatan gulungan dari kaki burung hantu itu ketika ia bertengger di ambang jendela. Dengan penuh semangat, Draco membuka surat itu dan membacanya di tempat dia berdiri. Dia kemudian duduk di kursinya, membaca ulang surat itu dengan lebih lambat.

D,

Aku menerima surat terakhirmu tanpa masalah. Burung hantu yang aku kirimkan padamu adalah salah satu yang terbaik; aku telah menginstruksikannya untuk menunggu dengan sabar sampai kau menyelesaikan suratmu untukku. Maafkan aku atas masalah yang kau alami. Meskipun tak ada yang dapat dilakukan mengenai bibinya (yang merupakan wanita yang sangat keji), aku sudah berbicara dengan kepala sekolah tentang perlengkapanmu. Dia meyakinkanku bahwa para muggle itu telah diberi kompensasi atas penampunganmu, yang seharusnya ditujukan untuk memastikan pengurusan tempat tinggal yang nyaman dan sesuai. Meski begitu, kepala sekolah telah meyakinkanku bahwa dia akan mengurus masalah ini. Jika karena alasan tertentu para muggle itu menolak, beri tahu aku di suratmu berikutnya. Aku juga ingin tahu bagaimana keadaanmu. Keadaan di sini normal; aku dapat memperoleh awal yang baik untuk pekerjaan musim panasku. Aku menantikan suratmu berikutnya.

S

Draco membaca ulang surat itu beberapa kali lagi, memastikan dia meresapi semuanya. Melihat tulisan Severus yang familier itu menyenangkan; Draco merasakan gejolak emosi kuat yang mengejutkannya. Beberapa hari terakhir ini terasa berat, dan senang rasanya mendengar dari seseorang yang dia kenal benar-benar peduli padanya.

Draco memungut pena bulu dan perkamen, memikirkan apa yang ingin dia katakan pada Severus. Tepatnya, berapa banyak yang harus dia katakan padanya? Dia tahu dia harus mengutarakannya dengan hati-hati, dan dia tidak ingin terlalu membuat Severus cemas, tapi...

Sementara Draco tenggelam dalam pikirannya, Harry memasuki kamar. Draco terkejut saat mendengar pintu terbuka, dia tersentak keluar dari lamunannya.

"Apa yang burung hantu itu lakukan di sini?" tanya Harry terkejut. Dia melirik Hedwig dan melihat ia memelototi burung hantu baru itu, yang membuat Harry sedikit nyengir.

Draco bertanya-tanya apakah dia harus berbohong pada Potter, karena perasaannya terhadap Severus bukanlah rahasia. Namun, untuk beberapa alasan dia pikir lebih baik mengatakan yang sebenarnya.

"Severus menulis surat padaku," kata Draco, tetap menjaga nada suaranya.

"Snape?" ujar Harry tidak percaya.

"Yeah," ucap Draco, mengangkat bahu. "Dia ayah baptisku." Ketika dia mengucapkan kata ayah baptis, Harry bergerenyit. Draco merasakan sedikit rasa bersalah, mengingat mimpi buruk yang telah dia saksikan di mana Potter memanggil ayah baptisnya sendiri dengan kesakitan.

"Er... baiklah," ucap Harry, sedikit berpaling.

Draco memperhatikan bahwa tangan dan wajah Potter berlumuran tanah. Jelas, dia baru saja menghabiskan satu hari lagi untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan muggle. Potter menggumamkan sesuatu tentang bersih-bersih dan meninggalkan kamar, meninggalkan Draco dengan kesunyian selama beberapa menit lagi. Namun, Potter segera kembali, menutup pintu di belakangnya dengan suara klik halus.

"Dia di Orde, kan?" tanya Harry setelah beberapa menit. "Apa dia sudah memberitahumu tentang apa pun yang terjadi dengan itu?"

Butuh beberapa detik bagi Draco untuk menyadari apa yang Harry katakan. "Tidak, dia belum mengatakan apa-apa," kata Draco perlahan. "Lagi pula dia tidak bisa mengatakan sesuatu yang terlalu penting, kalau-kalau surat itu dihadang."

Reverberations | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang