Chapter 11
Harry dan Draco melewatkan sisa hari itu dengan tenang. Hujan gerimis dimulai sekitar tengah hari, dan suara rintik hujan di jendela anehnya terasa nyaman. Kedua anak itu sudah makan sedikit makanan yang Bibi Petunia bawakan tadi malam; meskipun sudah dingin, keduanya cukup lapar.
Harry berdiri di dekat sangkar Hedwig, menepuk-nepuk kepalanya melalui jeruji. Pengulangan menyisir bulu-bulunya terasa menenangkan. Dia memikirkan apa yang dia katakan sebelumnya pada Malfoy. Aneh, tapi dia tidak benar-benar menyesalinya. Agak menyenangkan berbicara dengan seseorang seperti itu, sesuatu yang tidak pernah benar-benar bisa dia lakukan. Ron dan Hermione sudah mencoba membuka topik pembicaraan keluarga Dursley sebelumnya (well, Hermione lebih sering dari Ron), tapi Harry dengan tangkas menyingkirkan kekhawatiran mereka dan mengubah topik pembicaraan. Dia bahkan tidak pernah bisa membicarakannya dengan Sirius. Sedikit rasa sakit yang menusuk menembus dirinya saat dia memikirkan hal ini. Sekarang sudah terlambat.
Menyingkirkan pemikiran itu, Harry bertanya-tanya mengapa dia tidak merasa tidak enak berbicara dengan Malfoy. Benar, dia memang tidak memberitahunya sesuatu yang sangat buruk; Harry mengira dia tidak akan pernah memberi tahu siapa pun tentang hal itu. Tapi, tetap saja, dia telah memberitahu Malfoy sesuatu yang belum pernah dia katakan kepada orang lain. Harry tidak tahu mengapa, tetapi dia pikir Malfoy bersungguh-sungguh ketika ia mengatakan bahwa ia mengerti perasaan Harry.
Menoleh sedikit, Harry memandang Malfoy. Kepalanya tertunduk di atas buku Ramuannya, rambut pirangnya terkulai.
"Kau banyak membaca buku itu," Harry berkomentar.
Draco mendongak. Harry memperhatikan betapa lelahnya dia, dan merasa sedikit khawatir.
Mengangkat bahu, Malfoy berkata, "Yeah."
"Apakah itu demi Snape? Karena dia ayah baptismu dan segalanya?" Harry hampir bisa mengatakan kata itu tanpa ingin muntah.
Malfoy berhenti sejenak. Sepertinya dia sedang memutuskan berapa banyak yang akan dia beritahukan pada Harry. "Tidak juga. Lebih demi ayahku." Pipinya memerah sedikit setelah dia mengatakan itu, dan dia melihat bukunya kembali.
"Oh," ucap Harry dengan agak bodoh, dia baru sadar. "Apa dia..." Harry terdiam, tidak begitu yakin dengan apa yang dia tanyakan.
"Dia agak serius tentang hal-hal seperti itu. Membawa kehormatan untuk nama Darah-Murni Malfoy dan semua itu," ujar Malfoy datar.
Harry tertawa tanpa berpikir. Malfoy menatapnya dengan heran.
"Apakah nilai Ramuanmu benar-benar memengaruhi kehormatan keluarga Malfoy?" Harry bertanya sambil tersenyum.
Draco mendengus. "Aku meragukan itu."
"Namun, apa kau suka Ramuan?" tanya Harry.
"Aku suka. Itu cukup menar-" Malfoy memulai, tapi berhenti ketika dia mendengar suara gedoran keras yang berasal dari lantai bawah.
Harry segera berbalik ke pintu, berusaha mendengarkan suara-suara yang dia dengar. Melirik jamnya, dia menyadari bahwa sudah tiba saatnya Paman Vernon pulang kerja. Langit telah gelap di sekitar mereka, dan kamar itu tiba-tiba tampak agak terlalu suram. Harry menyalakan saklar lampu.
"Apa-" mulai Malfoy, tetapi Harry menggelengkan kepalanya dan mengangkat satu jari ke bibirnya.
Draco mengamati ketika Harry menempelkan telinganya ke pintu kamar yang terkunci. Wajah Harry tampak kehilangan warnanya.
"Apa yang sedang terjadi?" bisik Malfoy.
"Dia sangat marah," gumam Harry. Dia terlihat gugup.
Dia selalu marah, batin Draco, lalu menyadari bahwa Harry benar-benar tampak cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reverberations | ✔
FanfictionMusim panas setelah bencana di Kementerian, Draco Malfoy dikirim untuk tinggal bersama Harry Potter. Dia menulis surat kepada Severus Snape, memberitahunya bagaimana keadaannya- dan apa yang sebenarnya terjadi di rumah Harry Potter. Harry Potter ©JK...